Share

Drama Pengantin Baru

last update Last Updated: 2023-05-16 01:58:31

Aku belum beranjak dari pintu yang sedari sudah Amira tutup tanpa kusadari karena aku terlalu banyak melamun.

"Masa iya aku harus melepas perjakaku malam ini juga?" Batinku sembari menelan ludah kasar.

Aku masih terus bergumam dalam hati sampai suara lembut membangunkan ku dari lamunan.

"Kak Fadhil." serunya.

"Eh iya Mir." Aku gelagapan.

"Mau mandi dulu atau sholat dulu? Tanyanya.

"Hah apa katanya? Mandi dulu atau sholat dulu? Maksudnya itu ritual sebelum nganu-nganu?" Gumamku dalam hati. Pikiran jorok itu mulai merasukiku.

"Kak...." serunya lagi.

"Ah iya. Gimana Mir?"

Ia tersenyum menampakkan lesung pipinya yang manis. Tuh kan, aku mulai memujinya secara tak langsung.

"Kak Fadhil mau mandi dulu atau sholat dulu?" Tanya Amira kembali.

"Mmm.. mandi dulu aja deh." Tukasku.

"Baiklah, saya persiapkan dulu baju gantinya. Tapi.." ucapannya menggantung.

"Kenapa Mir?" Tanyaku.

"Saya kan nggak punya baju laki-laki kak. Kalau kakak mau saya pinjamkan baju abang saya dulu gimana?"

Aku menepuk jidatku. Aku lupa kalau aku tak membawa persiapan baju ganti karena tadi ibu terburu-buru mengajakku kesini untuk akad nikah.

"Boleh Mir." seruku.

"Tapi kak..." Ucapannya menggantung, seperti ia ragu untuk melanjutkannya.

"Mmm.. tapi.. maaf kak, untuk pakaian dalamnya bagaimana ya kak?" Amira tertunduk. mungkin ia malu setelah mengatakan hal itu.

Aku memejamkan mata sejenak. Lidahku kelu untuk berucap lagi. Belum apa-apa, ia sudah menanyakan perkara pakaian dalam. Tapi bukankah sudah halal dan sah sah saja? Aku merasa ini seperti lelucon saja.

"Nggak apa-apa Mir. Nggak usah pakai saja." Aku menutup mulutku yang tak terkontrol ini.

Aku membuang pandanganku ke arah samping guna menghindari bersitatap dengannya. Sungguh rasanya malu.

Amira ternganga mendengar penuturan suaminya itu.

"Ah, kalau begitu coba saya tanyakan ke Bang Andi siapa tahu masih punya stok pakaian dalam belum terpakai. Tapi kemungkinan ukurannya tidak sama dengan yang biasa Kak Fadhil pakai." Ucapnya tanpa ragu sedikitpun.

Hah? Aku cukup kaget dengan perkataannya. Tahu darimana ukuran pakaian dalamku tak sama dengan ukuran pakaian dalam abangnya?

"Eh maaf kak. Bukan bermaksud menyinggung. Saya hanya berasumsi saja kok. Soalnya kelihatan dari postur tubuh kakak dengan tubuh Bang Andi sedikit berbeda. Kali saja ukuran baju maupun ukuran pakaian dalamnya juga berbeda. Maaf kak bukan bermaksud lancang." Ucapnya dengan tertunduk.

Aku lega. Aku mengira yang tidak-tidak tadinya. Tapi ternyata itu hanya asumsinya saja.

"Iya Mir." Jawabku sekenanya.

"Kalau begitu, saya permisi dulu ya kak. Saya mau menanyakan ke Bang Andi dulu.

"Assalamu'alaikum." Ucapnya kemudian berlalu dari kamar.

"Wa'alaikumsalam."

Setelah Amira pergi keluar kamar, aku langsung masuk ke dalam kamar mandi. Aku bergegas mandi untuk menyegarkan pikiran dan badanku yang sudah terasa lesu. Lima belas menit kemudian ritual mandiku selesai juga.

Saat aku melihat gantungan di kamar mandi, tak ada sehelai handuk pun disitu. Aku kalang kabut. Lalu bagaimana aku keluar? Bagaimana kalau Amira melihatnya? Malu banget aku. Lantas kalau aku memakai bajuku tadi, itu sudah bau karena ada bekas keringat disitu. Aku pun memberanikan diri melongok keluar pintu kamar mandi. Ternyata Amira sedang membaca buku dengan posisi membelakangiku.

"Mir, boleh minta tolong enggak? Aku lupa bawa handuk, tolong ambilkan ya." Aku setengah berteriak dari balik pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat hanya kubuka sedikit.

Amira pun segera mengambilkan handuk untukku.

"Ini kak handuknya." Ia mengulurkan handuk itu.

Namun karena posisi yang aku tak begitu melihat dengan jelas letak handuk yang diberikan aku malah menarik tangannya hingga tubuhnya menabrak pintu kamar mandi.

"Awww" pekiknya. Aku panik ternyata aku terlalu kuat dan terburu-buru menarik tangannya.

"Maaf Mir." Aku segera mengenakan handuk kemudian keluar kamar mandi dengan terburu-buru.

"Maaf ya Mir. Aku tak sengaja tadi." Aku menghampirinya untuk meminta maaf karena ketidaksengajaanku tadi.

"Astaghfirullah. Kak Fadhil. Pakai baju dulu dong." Ia memalingkan wajahnya.

"Astaghfirullah. Maaf ya Mir." Aku yang terburu-buru malah lupa kalau sekarang keadaanku sudah setengah telanjang hanya handuk yang melilit di tubuh bagian bawahku. Sungguh malu sekali rasanya tapi sudah kepalang tanggung. Amira pun sudah melihatnya.

"Itu di atas ranjang kak bajunya." Ucapnya tanpa melihat ke arahku.

Aku bergegas mengambilnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi lagi untuk memakai baju. Setelah selesai aku langsung keluar kamar mandi. Kulihat Amira masih berkutat pada bukunya. Hobinya ternyata sama sepertiku, yaitu membaca.

"Lagi baca buku apa Mir?" Aku mencoba mengalihkan kejadian tadi supaya tak canggung.

"Oh ini kak. Kebetulan lagi lanjutin baca sirah Nabawiyah." Ucapnya sembari membalikkan badan ke arahku.

"Wow, berbobot juga bacaan dia." Gumamku dalam hati.

"Kak Fadhil mau lanjut sholat Maghrib dulu? Sebentar lagi sepertinya mau adzan." Ucapnya.

"Iya Mir. Aku sholat dulu. Tapi aku mau ke masjid sekitar sini saja." Kataku.

"Oh kalau begitu bareng bapak sama Bang Andi aja gimana?" Tawarnya.

"Boleh Mir."

"Ya udah yuk keluar dulu temuin bapak sama Bang Andi." Ajaknya sembari bangkit dari kursinya.

"Mmm" aku mengangguk kemudian mengikuti langkahnya.

****

Sepulangnya dari masjid, aku langsung dipersilakan untuk makan bersama keluarga Amira. Hidangan di meja ini benar-benar menggugah selera.

"Ayo Nak Fadhil, kita makan." Ajak bapak mertua kepadaku.

"Iya Pak." Aku mengambil piring setelah bapak mertua dan Abang ipar mengambil piring.

Ketika hendak menyendokkan nasi ke piringku, pergerakan tanganku ditahan oleh ibu mertua.

"Sebentar Nak Fadhil."

"Amira, kan Nak Fadhil sudah jadi suamimu. Ayo dong dilayani. Kamu ambilkan makan buat suamimu."

Amira pun mengangguk kemudian mengambil piring dari tanganku. Ia menyendokkan nasi cukup banyak ke piringku. Itu melebihi porsi makanku biasanya. Aku menelan ludah kasar. Aku mau menghentikan langkahnya tapi aku tak enak pada keluarganya. Takutnya aku dibilang tidak menghargai jamuan mereka.

Kemudian ia menyendokkan beberapa lauk ke piringku tanpa bertanya kepadaku terlebih dahulu apa yang ingin aku makan saat ini.

Aku semakin frustasi. Aku tak mungkin menghabiskan porsi makan sebanyak itu. Kini tersaji di hadapanku kudapan istimewa yang disajikan istri gendutku itu. Tak henti-hentinya aku menelan ludah kasar sebelum menikmati hidangan itu. Bagaimana tidak, di atas piringku ada segunung nasi hangat ditambah dengan ayam goreng, sayur sop, tahu, tempe, sambal terasi, dilengkapi dengan 2 kerupuk. Iya sih, ini "isi piringku" banget, tapi versi nya jumbo. Tak sesuai dengan porsi kebutuhanku biasanya.

Aku ingin menolak tapi sungguh tak karuan enak rasanya. Tapi, mau aku habiskan juga itu kurang memungkinkan untukku. Akhirnya aku makan perlahan.

Kulihat Amira dengan lahapnya makan. Porsinya hampir sama denganku bedanya piringnya terlihat lebih penuh sedikit dari isi piringku. Aku pun hanya melongo melihat pemandangan unik ini.

"Apa iya dia sanggup menghabiskannya ya?" Batinku.

Awalnya suasana makan hening, hanya suara dentingan sendok beradu dengan piring yang memecah keheningan ini.

"Nak Fadhil, nanti setelah makan jangan lupa ya minum ramuan dari ibu. Ibu simpan di kulkas biar dingin waktu kamu minum." Kata Bu Maryam, mertuaku.

"Ramuan apa ya Bu?" Tanyaku polos.

Ia tersenyum penuh arti. Kemudian menoleh ke arah sang suami. Pak Amir pun memberikan respon yang sama.

"Biar kuat nanti pas malam pertama."

Uhuk uhuk uhuk

Aku dan Amira sama-sama terkejut kemudian kami langsung minum air hingga tandas.

"Pelan-pelan kalau kalian makan." Ucap Bu Maryam khawatir.

"Ibu, Amira malu. Kenapa harus seperti itu di hadapan Kak Fadhil." Gerutunya.

"Loh nggak apa-apa kan? Toh, kalian sudah jadi suami istri. Emang kalian nggak mau nganu-nganu?" Sergah Bu Maryam.

"Bukan begitu Bu. Tapi kan itu memalukan sekali Bu." Ucap Amira bersemu merah pipinya.

"Udah, serahin sama ibu boosternya. Kalian tinggal berusaha terus tiap hari biar bapak dan ibu segera menimang cucu juga." Celetuk Bu Maryam dengan santainya.

"Udah ah Bu malu tau. Biar itu urusan mereka nanti gimana." Ucap Pak Amir menengahi.

"Ih, bapak. Ibu kan mau kasih mereka wejangan saja." Gerutu Bu Maryam kesal.

Akhirnya ada yang membuat pembatas juga biar obrolan yang ngawur ini semakin tak melebar.

Mereka sudah selesai dengan makannya. namun tidak denganku yang porsinya masih setengah.

Padahal sejak tadi aku sudah berusaha menghabiskannya tapi kenapa seperti tak habis-habis rasanya.

Tapi perutku sudah mulai mual karena aku memang tak bisa makan banyak seperti ini. Aku hanya mengaduk-aduk makanan sejak tadi.

"Kak Fadhil sudah kenyang ya?" Tanya Amira.

Aku cuma nyengir kuda dan menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aku mengangguk pelan. Ia pun tersenyum.

"Ya sudah kalau begitu saya saja yang menghabiskannya. Sayang banget kalau dibuang. Mubazir nanti." Tanpa persetujuanku, ia langsung memindahkan piringku ke hadapannya.

Aku hanya membelalakkan mataku.

"Apa dia tidak kenyang sudah menghabiskan makanan dia sendiri?" Aku hanya meneguk ludah kasar ketika Amira dengan cekatan menghabiskan makananku tanpa tersisa sedikitpun.

"Alhamdulillah." Ia mengusap pelan perutnya yang sedikit lebih membuncit. Bukan. Memang sudah buncit sebelumnya.

"Maaf ya Fadhil, nafsu makan Amira memang luar biasa. Makanya dia terlihat sangat subur." Kata ibu mertua.

Entah ini sebuah sindiran atau pujian untuk putrinya. Tapi aku pun ikut tertawa dalam hati.

Amira pun hanya nyengir kuda seakan tak bersalah sedikitpun.

Acara makan malam telah selesai. Semua anggota keluarga akan beristirahat. Sebelum aku ke kamar, ibu mertua mencegahku masuk.

"Tunggu Nak. Kamu belum minum ramuan yang ibu buat. Ini." Ibu mertua menyodorkanku ramuan itu.

"Aku kira sudah lupa, ternyata ibu mengingatnya." Batinku.

"Terus ini nanti penawarnya." Ibu menyerahkan satu gelas lagi.

Untuk menghargai ibu mertua, akhirnya dengan berat hati aku menerimanya.

"Ayo diminum. Sana duduk dulu di kursi depan TV." Perintah ibu mertua.

Aku pun mengangguk pasrah kemudian melakukan perintah ibu.

"Bismillah semoga tak apa-apa." Gumamku pelan tanpa ibu mendengarnya.

Aku menahan mual. Kututup hidungku agar baunya tak begitu kentara. Aku meneguk ramuan itu hingga tandas tak bersisa tanpa sedikitpun membuka mataku. Kemudian segera aku minum penawarnya.

"Alhamdulillah." Ucap ibu mertua.

"Habis ini langsung gempur Amira tanpa ampun ya." Ibupun terkekeh. Ia meninggalkanku begitu saja.

Aku hanya membelalakkan mata menyaksikan tingkah ibu mertua yang begitu antusias ingin aku melangsungkan acara nganu-nganu bersama istri gendutku.

"Hahhhh" aku menghela nafas kasar kemudian melangkah masuk ke kamar Amira.

"Kok lama kak?" Tanyanya setelah aku masuk.

"Emang mau ngapain cepet-cepet?" Tanyaku polos.

Ia terlihat canggung, "Bukan begitu kak. Tadi kan kak Fadhil ke kamar mandi belakang sebentar, tapi kok rada lama baliknya ke kamar."

"Oh tadi ditahan ibu dulu disuruh minum ramuan ibu." Kataku sambil mendaratkan tubuh di ranjang Amira. Namun diri ini belum mau merapatkan diri ke Amira.

Kulihat Amira jadi salah tingkah setelah aku mengatakan itu.

"Oh ya sudah kak kalau begitu." Ia pun berbalik badan memunggungiku.

Tak berselang lama, badanku terasa panas. Padahal pendingin ruangan ini sudah diatur pada suhu yang pas. Tapi badan terasa aneh. Gerah bukan main. Bagian tubuh bawahku terasa sesak dalam celanaku. Aku meneguk ludah kasar.

"Jangan-jangan ramuan tadi ada perangsangnya. Astaghfirullah gimana ini?" Aku merasa gelisah. Tubuhku begitu cepat bereaksi.

Aku hanya membolak balikkan badanku di ranjang karena kegelisahanku. Entahlah aku harus bagaimana. Kalau aku mempraktikkan apa yang selama ini sering kutonton di video blue film, aku bahkan tak berselera melihat pemandangan di sebelahku ini. Gadis gendut yang tak membuatku bergairah sama sekali.

"Aduh gimana ini?" Gumamku penuh gelisah.

Karena merasakan pergerakan ranjang yang tak stabil, Amira bangkit kemudian menatapku.

"Kak Fadhil kenapa?"

"Sepertinya ibumu sudah mencampurkan sesuatu ke ramuan tadi. Aku jadi terasa gerah dan gelisah."

Amira yang kemungkinan mengerti arah pembicaraanku hanya mengangguk pelan.

"Lalu apa yang harus saya lakukan kak?" wajahnya pias.

"Kamu mau melakukan kewajiban malam pengantin baru sekarang enggak?" aku menepuk pelan mulutku yang sudah keluar jalur ini. Entah dorongan darimana aku mengatakan hal memalukan ini. Tapi aku sedang membutuhkannya. Ah, aku merasa dilema. Di satu sisi aku belum bisa menerima dia sepenuhnya. Di sisi lain, hasrat kelelakianku meminta untuk disalurkan saat ini juga.

Amira bersemu merah. Pipinya sudah terlihat seperti kepiting rebus. Aku hanya menahan malu setelah mengatakan itu.

"Maaf Kak. Tapi saya sedang tanggal merah." Ungkapnya.

"Hah? Apa itu tanggal merah?" Tanyaku polos.

"Saya sedang haid kak. Kebetulan hari pertama." Jawabnya.

Aku menepuk jidatku. Entahlah aku harus bersyukur atau tidak. Yang jelas aku bersorak dalam hati. Akhirnya aku bisa sedikit menunda pekerjaan itu. Namun, bagaimana dengan hasrat tertunda ini?

Related chapters

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Pulang ke Jambi

    "Ya sudah, kamu duluan tidur saja. Aku mau keluar sebentar cari angin. Aku belum bisa tidur soalnya." Amira mengangguk. Aku segera bangkit untuk menuntaskan hasrat tertunda ini. Aku berencana untuk membaca buku yang sempat kubawa tadi. Semoga saja cara itu berhasil."Awww! Ssshh!" Aku memekik sedikit kencang."Kenapa kak?" Amira dengan cepat turun dari ranjang yang membuat ranjang itu berderit kencang. "Kakiku keseleo nih." Aku mengaduh kesakitan. Aku juga bingung kenapa tiba-tiba saja kakiku malah keseleo."Oh bentar kak. Aku ada minyak urut. Aku ambilkan dulu ya." Sementara aku masih mengaduh kesakitan. "Ssshh!" Desisku tertahan. "Ini kak. Aku urut dulu ya." Amira hendak menyentuh kakiku yang sakit. "Eh, emangnya kamu bisa urut?" Amira mengangguk cepat. Aku sebenarnya tidak begitu yakin akan kemampuannya. Namun kalaupun harus memanggil tukang pijat malam ini sepertinya tidak mungkin. "Ya sudah. Pelan-pelan aja ya." Amira pun mengangguk. Amira dengan ragu-ragu menyentuh kaki

    Last Updated : 2023-12-08
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Tetangga Nyinyir

    Kini kami sudah sampai di rumah kedua orang tuaku. Mereka sangat bahagia sekali melihat kedatangan kami berdua. Ibu tak henti-hentinya mencubit gemas pipi Amira yang gembul. Sedangkan aku sudah seperti anak tiri yang tak dianggap. Ibu memperlakukan Amira dengan sangat baik. Ia bahkan mengajaknya mengobrol bersama di dapur. Bahkan ibuku juga sudah menyiapkan makanan yang sangat beragam di meja makan dengan porsi dua kali lipat daripada biasanya. "Bu, kok makanannya banyak banget? Emang bakal habis?" Tanyaku pada ibu yang saat itu masih asyik mengobrol dengan menantu barunya. "Kan sekarang ada Amira. Ibu nggak mau ya menantu ibu kekurangan makan disini? Ibu sama bapak ini masih sanggup kasih makan kok." "Tapi kan nggak sebanyak itu juga Bu. Kalau nanti dia tambah gend...?" Ibu menggeplak pahaku dengan centong nasi. "Hus! Kalau bicara bisa nggak sih disaring dulu. Tuh di dapur ada saringan gede. Muat tuh di mulut kamu." Ibuku mendelik menatapku."Sakit lah Bu.""Segitu doang sakit!

    Last Updated : 2023-12-09
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Fadhil Makin Illfeel

    POV AuthorSesampainya Fadhil di rumah, Amira sudah menyambutnya di depan pintu. Amira cium punggung tangan Fadhil dengan takzim."Baru pulang kak. Sini aku bawain ke dapur." Amira mengambil kresek plastik yang kubawa. "Ya Allah dari belakang aja bentuknya seperti ini. Bukan seksi lagi tapi ini oversize." Fadhil menatap punggung Amira hingga tak terlihat lagi. Tak berapa lama kemudian, Amira datang kembali membawa secangkir teh dan aneka gorengan berupa pastel, risoles, bahkan bakwan pun ada. Amira meletakkannya di meja ruang tamu. "Ayo mas. Dimakan dulu." Amira tersenyum manis kepada suaminya namun sang suami hanya membalas seadanya. "Dikasih makanan lagi. Lama-lama aku bisa gendut kayak dia." Fadhil menggumam kemudian menggeleng lemah hampir tidak terlihat. "Kamu emang suka masak ya Mir?" Tanya Fadhil di sela-sela ia minum teh dan menikmati aneka gorengan itu yang terasa sangat nikmat di lidahnya. "Iya Kak. Aku emang hobi masak. Emang sih nggak jago kayak ibu, tapi nggak terla

    Last Updated : 2023-12-10
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Awal Rencana Fadhil

    Fadhil pun tak lama berada di Jambi. Ia sudah harus terbang ke Bandung untuk mengajar di pondok pesantren kembali. Ibu Fadhil menyayangkan kepergian anak dan menantunya. Padahal ia masih ingin berlama-lama mengenal sang menantu. Namun karena tugas dan amanah yang sudah diemban oleh anaknya, mau tak mau dia harus merelakan keduanya untuk pindah dari rumah itu. "Kenapa sih cepet banget kalian perginya? Nggak bisa apa ditunda sehari atau dua hari lagi gitu?" Bibir wanita parubaya itu mengerucut. "Ya nggak bisa dong Bu. Fadhil kan harus ngajar anak-anak santri juga. Waktu liburan mereka juga sudah hampir selesai. Jadi Fadhil harus kembali ke pondok lagi. Ya kalau liburan semester lagi, Fadhil pulang kampung kok." Kata Fadhil mengusap punggung ibunya. "Tapi kan waktu ibu mengenal lebih dalam istri kamu belum lama juga Dhil. Masa iya langsung diajak merantau? Kesel deh ibu sama kamu!" Ibunya bersedekap. "Lalu, Amira harus aku tinggal disini begitu Bu?" "Ya nggak gitu juga kali Dhil. Ka

    Last Updated : 2023-12-11
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Huru-Hara Pondok

    Sesampainya di pondok pesantren, pasangan suami istri menghebohkan warga pondok. Tersebarnya berita tentang pernikahan dadakan Fadhil dan Amira membuat berbagai spekulasi. Namun hal itu tidak membuat syok pemilik pondok. Memang sehari setelah acara pernikahan dadakan itu, Fadhil sempat menghubungi Pak Kiyai Ahmad dan Ummi Sarah. Tetapi memang selain kedua orang itu, orang-orang pondok tidak ada yang mengetahui pernikahan Fadhil dengan Amira. "Ja-jadi dia istrimu, Fadhil?" Lirih Ridwan, selaku salah satu rekan pengajar. Fadhil mengangguk lemah. Ia bahkan hanya memainkan jemarinya. Ridwan meneguk ludah kasar saat melirik sekilas Amira yang tengah duduk bersama Ummi Sarah. Sedangkan Fadhil dan kedua temannya, Ridwan dan Munif berada tak jauh dari kedua perempuan itu sedang asyik mengobrol. "Yang bener saja kamu pilih istri, Dhil? Emang stok wanita kurus sudah hilang dari muka bumi, Dhil?" Tambah Ridwan. "Huss! Jangan body shamming gitu lah Wan!" Munif menyenggol bahu Ridwan yang keb

    Last Updated : 2023-12-12
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Awal Kehidupan di Pondok

    "Maling! Maling! Maling!" Teriak Amira sembari memejamkan matanya.. Ia sampai menghentak-hentakkan sapu itu ke arah pria yang menjerit kesakitan itu. "Awww! Hei! Ini aku Fadhil!" Mendengar hal itu gerakan Amira terhenti. Ia menatap ke arah pria yang baru saja keluar dari kamar itu. Memang benar itu adalah suaminya. "Ya Allah kak. Maaf, aku pikir tadi itu maling. Soalnya pintu masuk tadi nggak dikunci. Aku pikir ada maling masuk." Amira merasa bersalah. Amira menjatuhkan sapu itu ke lantai. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dadanya dan sedikit membungkukkan tubuhnya. "Makanya lihat-lihat dong. Mentang-mentang tubuhku lebih kecil dari tubuhmu yang besar itu kamu jadi menganggapku aku ini seperti semut yang bisa kamu injak begitu?" "Bukan begitu kak. Tapi aku benar-benar tidak tahu kalau ada kamu di kamar. Maaf ya kak." Amira merasa sangat bersalah. Ia tadi memukul hingga sekuat tenaganya, pastilah tubuh itu terasa sakit. "Sudahlah! Aku mau pergi." Ia hendak menuju k

    Last Updated : 2023-12-16
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Keceplosan

    Fadhil dan Amira sudah hampir dua minggu tinggal di pondok. Mereka tidak seperti pengantin baru pada umumnya. Bahkan selama di rumah, Fadhil tidak mengajak Amira berbicara sedikitpun. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan berselancar di dunia maya. Sedangkan Amira harus gigit jari saat ia mencoba mengakrabkan diri dengan Fadhil namun suaminya itu malah menganggapnya hanya angin lalu.Setelah selesai mengajar, Fadhil tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan dia menyibukkan diri dengan membantu para pengurus pondok dalam berbagai kegiatan. Itu semua ia lakukan untuk membatasi interaksi antara dia dan Amira. Hal itu jelas terlihat oleh kedua sahabatnya di pondok. "Dhil, akhir-akhir ini aku lihat kamu selalu menyibukkan diri di kegiatan pondok. Apa kamu nggak rindu sama istrimu?"Fadhil segera menghentikan aktivitasnya kemudian menatap Ridwan tidak suka. "Bukan urusanmu wan!" Fadhil melanjutkan aktivitasnya lagi. "Aku cuma mengingatkan kamu Dhil. Kamu udah punya istri. Bukankah le

    Last Updated : 2023-12-17
  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Rencana Walimah

    Hari demi hari mereka lalui bersama. Namun Fadhil masih juga dalam mode dingin dan tak banyak bicara. Hal itu membuat Amira kehilangan kesabaran. Apalagi selama ini dia tak diberikan uang nafkah sedikitpun. Ia membeli kebutuhan rumah dengan simpanan uangnya sendiri. "Kak!" Namun Fadhil masih diam tak menanggapi. "Kak!" Amira sedikit menyentak. Hingga akhirnya Fadhil menoleh. "Kenapa?" Ia kembali berkutat pada aktivitas membaca bukunya yang itu hanya dijadikan sebagai alibi agar dia tak diajak bicara oleh istrinya. Namun ternyata Amira tetap mengganggunya. "Kenapa sih Kak Fadhil diam terus? Aku ada salah sama kamu ya kak?""Enggak!" Jawab Fadhil singkat. Ia bahkan tak menoleh pada Amira. Amira menghela napas panjang. "Baiklah, kalau begitu bisakah aku minta uang nafkah?""Bukankah selama ini uang kamu cukup untuk kebutuhan di rumah ini? Kamu pun bisa jajan sepuasmu juga? Kenapa sekarang mengeluh?" "Tapi itu kan uang simpananku Kak. Kalau uang nafkah dari Kak Fadhil, aku belum pe

    Last Updated : 2023-12-18

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Gelisah

    Raya membolak-balikkan tubuhnya. Perasaan yang tiba-tiba muncul kala mendengar kabar pernikahan Rayyan dengan seorang wanita membuatnya resah dan gelisah. Padahal ia sudah memastikan pada hatinya bahwa Amira tidak akan memiliki perasaan kepada Rayyan. Namun betapa terkejutnya ia kali ini saat Maya mengatakan hal itu. Hatinya bagai teriris. "Ya Allah, apa aku sudah jatuh hati pada pria itu? Tidak! Jangan sampai! Aku tahu dia dan aku itu beda kelas. Dia anak orang terpandang. Tidak sepantasnya bersanding dengan aku yang hanya keluarga biasa saja." "Tapi kenapa perasaan ini muncul tiba-tiba? Aku cemburu?" Amira merapatkan matanya sejenak. Ia pukul pelan keningnya dengan tangannya yang menggenggam. "Nggak boleh dibiarkan! Rasa ini harus aku hilangkan secepatnya. Aku tidak ingin menjadi duri di dalam rumah tangga mereka. Aku tahu rasanya dipermainkan dalam rumah tangga. Jadi, aku tidak ingin menjadi pelakunya.""Lagipula Mas Rayyan kan sudah memutuskan untuk menikahi wanita lain. Janjin

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Rayyan Meminta Restu

    Memang seperti itulah manusia. Saat diberikan waktu untuk sebuah kenikmatan justru mereka lupa untuk mensyukurinya. Tetapi justru memilih untuk berusaha mencari ladang yang dianggapnya lebih subur. Rumput tetangga memang jauh lebih hijau dibandingkan dengan rumput di halaman sendiri. Padahal jika rerumputan itu dirawat, pasti akan sangat indah dipandang oleh mata. Namun setelah melihat kenyataan yang sebenarnya, barulah ia bisa menyesalinya. Begitu juga dengan Fadhil saat ini. Dari dulu dia sangat berharap kalau Raya adalah jodoh tepat dari Tuhan untuk dirinya. Dia sangat menjaga hatinya hanya untuk Raya seorang. Bahkan sampai Fadhil menikahi Amira, rasa itu malah semakin ia tumbuhkan secara sengaja agar Amira menyerah saja pada pernikahan ini. Namun saat ini ia telah menuai apa yang dia lakukan. Raya yang dianggapnya adalah wanita sempurna dan cocok mendampingi hidupnya ternyata sangat jauh dari ekspektasinya sebagai seorang laki-laki. Sementara itu Rayyan kini tengah menghadap pad

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Menyesal

    Rayyan yang melihat Amira diam saja membuatnya gelisah. Ia pun mencoba untuk menanyakan kembali."Jadi, bagaimana Amira?" Mata Rayyan tak henti-hentinya melihat Amira yang sangat cantik di matanya. Amira belum berani menjawabnya. Rayyan dengan sabar menanti jawaban dari Amira. Hati wanita yang baru selesai masa iddah itu bertambah campur aduk. Ia menoleh ke arah bapak ibunya untuk mencari pertolongan. Orang tuanya juga saling pandang karena mereka kebingungan untuk menanggapinya. Di sisi satu, orang tua Amira sangat bahagia karena ada pria sholeh dan baik yang mau mempersunting anaknya. Namun di sisi lain mereka juga mengkhawatirkan tentang status sosial yang melekat di antara kedua belah pihak. Tak bisa dipungkiri bahwa orang tuanya sempat khawatir akan hal itu. Mereka termasuk keluarga mampu namun kalau dibandingkan dengan keluarga Rayyan jelas jauh bedanya. Oleh karena itu, mereka meragukannya. Mereka khawatir anaknya nantinya akan diperlakukan tidak baik disana karena perbedaan

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Lamaran Dadakan

    Amira semakin rajin merawat diri dari hari ke hari. Dia rajin ke tempat senam untuk membuat tubuhnya ideal. Pola makan sehat selalu dia terapkan. Awalnya memang sangat sulit sekali. Apalagi kebiasaan makan banyak yang Amira lakukan sangat sulit untuk dihindari. Namun karena Amira bertekad untuk hidup lebih baik, akhirnya Amira pun berhasil menurunkan berat badannya secara drastis. Selain menjaga kesehatan dan pola makannya, Amira juga sudah mulai berani belajar mempercantik diri. Bahkan ia semakin lihai menggunakan peralatan make up yang semula awam bagi dirinya. Dia belajar secara otodidak melalui sosial media. Dia pun juga belajar bagaimana cara tampil stylish. Hal itu dia lakukan untuk membuat kehidupan lebih baik daripada sebelumnya. Ia ingin meninggalkan masa-masa kelam dengan Amira yang baru. Amira kini menatap dirinya pada pantulan cermin di hadapannya. Ia merasa puas dengan hasil yang selama ini dia lakukan. Pengorbanan selama ini akhirnya berbuah manis. Amira menjelma menja

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Akhirnya Berpisah

    Singkat cerita, akhirnya Fadhil dan Amira telah resmi bercerai. Amira hanya ingin sendiri dan menata hidupnya kembali. Perjuangan untuk mendapatkan cinta sang suami yang tulus ternyata berakhir pada kandasnya rumah tangga mereka. Cinta yang sempat hadir di hati Amira pun perlahan terkikis oleh waktu. Perlakuan Fadhil dan juga pengkhianatan yang dilakukan Fadhil ternyata mampu menggoyahkan cinta yang selama ini ia tumbuhkan di hatinya. "Ya Allah, aku benar-benar sudah berubah status menjadi seorang janda. Aku tak menyangka takdirku ternyata seperti ini pada akhirnya. Tapi aku tidak akan menyalahkannya. Engkau lebih tahu apa yang terbaik untukku Ya Allah. Ampuni hamba karena sudah memilih jalan yang Engkau benci ini." Amira menatap indahnya hamparan kebun bunga yang berada di sebuah taman. Ia sedang menikmati pemandangan sekaligus menghirup udara segar setelah sidang akhirnya diputuskan kemarin. Amira pun merasa lega karena terbebas dari pernikahan toksik yang pada akhirnya membuatnya

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Sidang

    "Ada apa Bu?" Tanya Raya saat dia sudah membuka pintu. Raya melihat ibu mertuanya dengan mimik wajah marah. "Kamu itu bisa mengerjakan pekerjaan rumah nggak sih? Kenapa cuma nyapu sama nyuci baju aja kamu nggak bisa?""Aku cuma bisanya seperti itu, bu. Kalaupun ada salah ya maklum lah bu. Aku memang nggak terbiasa melakukan pekerjaan rumah. Kan harusnya bisa dilaundry. Masalah nyapu nggak bersih-beesih amat juga nggak masalah kali Bu. nanti juga berdebu lagi. Terus nyapu lagi. Daripada capek nyapu mending nyapunya jarang aja Bu.""Ya Allah Raya! Kamu itu jadi perempuan kenapa malesnya minta ampun sih. Ada aja alasan kamu buat tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Memangnya sama orang tuamu tidak pernah diajarkan beres-beres rumah? Timbang gini doang kamu nggak bisa."Raya pun terdiam. Karena ia rasa percuma mendebat orang tua seperti ibu mertuanya itu. Pasti pada akhirnya tidak mau mengalah dan harus dirinyalah yang akan disalahkan. "Ya sudah bu nanti lain kali aku lebih hati-hati lagi

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Fadhil Susah Move On

    Hari demi hari telah berlalu. Sikap Fadhil mulai berubah terhadap Raya, istri keduanya. Padahal sebelum kehadiran Amira kala itu, Fadhil terlihat seperti "budak cinta" pada Raya. Fadhil bahkan rela melakukan apapun untuk kebahagiaan Raya. Berbeda dengan sekarang, Fadhil lebih sibuk dengan ponselnya daripada mengurusi dirinya dan juga bayi mereka yang baru lahir. Bahkan semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh kedua orang tua Fadhil. Memang pasangan senior itu sengaja di sana sedikit lebih lama karena ingin menghadiri acara sidang perceraian Fadhil dan Amira. Raya merasa dirinya semakin tersingkirkan oleh suaminya sendiri. Fadhil semakin tidak mempedulikan dirinya dari waktu ke waktu. "Mas, aku pengen makan cireng isi yang di perempatan seberang itu. Nanti belikan ya mas?" Pinta Raya sembari duduk di samping Fadhil yang tengah sibuk bermain ponsel. "Kamu beli aja sendiri. Sudah kuat buat jalan kesana kan? Ngapain nyuruh aku beli?" Sahut Fadhil tak menoleh ke arah Raya sedikitpun. "Kok

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Izinkan Aku Mencintaimu

    "Kenapa Mas Rayyan bisa tahu kalau aku tinggal di tempat ini? Apa jangan-jangan Mas Rayyan mengikutiku ya tadi?" Ucap Amira dalam hatinya. Dengan sedikit terpaksa, Amira pun berjalan pelan mendekati Rayyan yang berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang."Maaf, aku mengikutimu tadi." Seru Rayyan saat Amira berada tepat di hadapannya. "Ada apa Mas Rayyan?" Langsung saja Amira mengatakan itu karena dia tidak mau berbasa-basi pada Rayyan. Kejadian beberapa bulan yang lalu telah membuatnya membangun tembok kokoh yang cukup membatasi jarak di antara mereka. Padahal dulunya keduanya bisa melepas canda tawa bersama dengan Maya tanpa ada rasa canggung seperti sekarang ini. Amira bahkan tidak bisa mengekspresikan diri seceria dulu di hadapan Rayyan setelah tahu kenyataan yang sebenarnya."Kenapa kamu dulu pergi tanpa kabar?" "Duduklah, mas." Titah Amira pada Rayyan. Pria itu segera duduk di kursi teras di depan rumah ibu kos. Hal itu karena memang agar tidak ada fitnah di antara mereka. Amir

  • Terpaksa Menikahi Istri Gendut   Mengejar Amira

    Amira yang berlarian ke luar ternyata menabrak seseorang. Ia tak berhati-hati dan awas terhadap jalan di hadapannya. "Awww!" Tubuh Amira terjatuh ke aspal. "Maaf, nona. Saya tidak sengaja. Saya..." Pria itu menggantung ucapannya ketika Amira berusaha berdiri sendiri. Tatapan keduanya saling bertemu. Ada getaran rindu yang Rayyan rasakan. Setelah lama ia tak mengetahui kabar apapun dari Amira, kini dia dipertemukan di tempat yang tak terduga sama sekali. Rayyan sempat terpaku menatap Amira yang sudah menjelma menjadi wanita cantik dengan tubuh yang hampir mendekati ideal. Rayyan memang tak sengaja datang ke area disana karena ada pedagang karedok yang berjualan tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Rayyan berencana untuk membelikan umminya makanan itu. Tapi siang sangka bahwa ia akan bertemu dengan wanita yang selama ini dia cari. "Mas Rayyan!" Seru Amira pelan. "A-amira!" Rayyan pun terbata sambil tatapannya terus mengarah pada Amira. Amira memalingkan wajahnya ke kanan

DMCA.com Protection Status