"Kenapa kita pergi ke rumah sakit? Kamu mau kontrol kehamilan?"
Pak Hermawan tidak tahu akan diajak ke rumah sakit. Sebelumnya Mila cuma mengatakan ke suatu tempat setelah makan di restoran.
Mila menarik lengan Pak Hermawan lantaran sulit diseret mengikuti langkahnya. "Saya mau periksa. Ada dokter ganteng mau ketemu Pak Hermawan."
"Dokter ganteng siapa?" Pak Hermawan mendesah lelah hampir 100 kali dari lobi.
Mila melihat ke papan bertuliskan nama dr. Rio S.Kj beserta jam kerja dari pukul 09.00 - 14.00.
"Masih ada 4 jam, harusnya sih bisa." Mila membuka pintu dan beruntungnya Dokter Rio tidak sedang ada janji dengan pasien. "Siang, Dokter!"
Dahi Dokter Rio hampir terantuk meja kerja karena mengantuk berat. Mendengar sapaan Mila, kedua matanya terbuka lebar. "Siang. Gak biasanya kamu semangat jam segini."
Mila mendudukkan Pak Hermawan di kursi hadapan Dokter Rio. "Ada pasien. Maaf belum buat janji karena mendesak. Saya harus kontr
Kertas tebal dicetak menggunakan printer. Tahap akhir sertifikat atas keikutsertaan mahasiswa dalam proses ketik Eric dan Monica. Mereka sangat sibuk semalaman berakhir pakai kacamata radiasi dan minum kopi.Sementara Diaz merapikan per lembar kertas awal berbentuk undangan lalu dimasukkan ke kardus supaya mudah dibawa lantaran pekerja sesungguhnya, alias Mila, sudah tepar di kamar padahal beralasan pergi ke toilet pada mereka.Daripada Monica mengomel, Diaz inisiatif menggantikan istrinya menolong mereka. Tidak mungkin juga membiarkan mereka bekerja dua orang sementara sudah larut.Diaz bahkan hafal nomor telepon, alamat e-mail, serta letak per kalimat yang diketik saking banyaknya kertas yang dia lipat."Ini link-nya kenapa beda sama yang lain?" Kombinasi angka dan huruf setelah garis miring pun Diaz mengingat di luar kepala, hingga bisa melihat perbedaan di salah satunya."Lo pasti tau maksudnya," sahut Monica lagi mengucek mata yang terhalang k
"Hai!"Dengan penuh ketulusan Vio mengunci pintu kamar mandi dari dalam setelah masuk menemui Kiara.Lehernya menoleh ke sekitar barangkali ada orang selain mereka berdua. "Cuma kita berdua kayaknya." Vio tersenyum menepuk kedua tangannya seperti kena debu."Keluarga lo hobi balas dendam keroyokan?""Mending gitu sih, menurut gue. Daripada cari kelemahan orang. Mana salah nyuruh orang lagi," cebik Vio seraya berkaca di cermin besar wastafel yang berjajar.Kiara mengangkat undangannya. "Video ini... " Lalu menunjukkan tautan yang tersambung ke videonya kala itu. "Cuma gue kan yang liat?" tanyanya sedikit gelisah dari gerak lirikan mata.Vio mengangguk. "Kita gak langsung nembak ke satu arah."Kiara tetap merasa lega tidak ada orang lain yang mendapat link sialan ini. Undangan dia sobek dan dibuang ke tempat sampah."Lo salah serang orang... " Intonasi Vio menaik menjelang akhir kalimat. Dia benar-benar kesal dengan tidak adanya
"Mbak Gita, mau ke mana?" tanya Wijaya.Gita memakai ranselnya lalu menjawab tergesa-gesa. "Ada janji sama Pak Diaz.""Oh, iya." Wijaya tersenyum lalu mengucapkan sampai jumpa pada Gita. Sebagai senior baru, Wijaya tidak mau dicap buruk oleh juniornya.Gita menggedor pintu kaca ruang kerja Diaz. Pria berpakaian formal putih cerah duduk di kursi jabatannya sedang santai memainkan ponsel.Mendengar gedoran cukup keras dan mengganggu, Diaz meletakkan ponsel untuk melihat siapa yang berkunjung dengan cara tidak sopan.Pintu ruang kerjanya sudah di-upgrade, hanya bisa terbuka melalui scan kartu ID pejabat tinggi perusahaan. Selain itu, maka harus Diaz yang membukakan pintu dari dalam.Mengingat Gita masih dianggap teman oleh Mila, suka tidak suka dia biarkan masuk.Protesan berintonasi rendah dan tinggi memekakkan telinga Diaz begitu Gita masuk. Padahal dia tidak pandai melakukan orasi."Kenapa Mila tiba-tiba ketemu orang tua saya d
"Lo berangkat cepet pulang belakangan tapi gaji utuh. Dimintain tolong ambilin sarapan adik sendiri banyak alasan," oceh Vio dari dalam kamar.Baru kali ini Vio meminta tolong pada Diaz, apalagi perihal ambil makanan. Saat dilihat apa kegiatan adiknya, Diaz kaget bukan main."Perlu Kakak bawa ART buat bersih-bersih rumah?" usul Diaz."Tenang aja, gue gak bakal sakit." Vio membantah usul kakaknya padahal sejak dulu memaksa mengirim pekerja rumah.Diaz khawatir Vio jatuh sakit seperti terakhir kali merapikan kamar hingga 3 jam, itu pun dibantu Meida. Ini dia lakukan sendiri. Sampai berapa jam selesainya?"Kalau gak mau ngambil sarapan gue, pergi sana. Menghalangi pemandangan aja lo," celetuknya begitu pedas."Kakak bantu bersihin kamar, kamu ambil sarapan sendiri. Aduhh, kasian kamu nanti kecapekan terus demam sampai masuk IGD."Ketika kaki kanan Diaz terangkat, Vio langsung mencegah dia masuk. "Gak perlu. Gue harus beresin isi lemari j
"Kamu ngapain? Hayo, kok makan jajanan pedas?""Ya ampun, Mas." Mila menengok tersenyum tidak bisa bergerak ke mana-mana, bahkan sekadar menyembunyikan sampahnya. "Kok masuk tanpa ketuk pintu? Gak ada suara juga?"Diaz sudah dengar bunyi plastik makanan ringan sejak masuk. Tahu perangai Mila tidak kuat menahan napsu camilan.Tahu-tahu berasal dari bawah meja kerja. "Bisa-bisanya kamu makan tanpa sepengetahuan saya. Udah habis berapa?""Astaga. Dikira istri lagi hamil bakal ngemil satu rak apa? Cuma makan dua bungkus nih," kesal Mila memberi sampah plastik ke tangan Diaz.Diaz membelalak lalu meremasnya hingga berbentuk bundar dan dilempar masuk tempat sampah. "Keluar dulu. Kalau kamu nyangkut, gak bisa keluar gimana, Mila? Kamu lagi hamil, lho."Mila menerima uluran tangan Diaz. Ternyata ia keluar cukup mudah. Suaminya saja yang khawatir. "Liat sendiri, kan? Gak ada yang nyangkut." Jika perut yang dimaksud olehnya, cukup berlebihan. Kehamila
"Mike, sebentar."Mike terpaksa berbalik karena panggilan temannya. "Kenapa lagi?" Dia bertanya dengan santai, tak mau menjadi beban keluarga Mila di hari berikutnya."Gue mau bantu lo. Jangan ambil jalan yang salah. Diaz bisa kok nerima lo jadi pegawainya, nanti gue omongin ke dia.""Gak perlu kasihanin gue," ungkap Mike."Biarin gue balas perbuatan lo dulu. Kita udah lama gak ketemu. Gue tetap mau kita jadi teman baik," jawab Mila berlainan dengan pendapat Mike.Kiara berada di tengah mereka langsung mundur dan memandang kedua manusia itu bergantian. "Mike gak bisa nerima bantuan lo karena- "Mike segera melotot tajam ke arah Kiara. Perempuan itu pun langsung menutup mulut setelah tahu hampir kebablasan bicara."Intinya gue gak akan masuk ke kehidupan kalian lagi. Ini terakhir kali." Mike harap Mila tidak mencegahnya demi kebaikan mereka.Kalau begitu keputusan Mike, Mila tak bisa memaksa. Akhirnya ia biarkan Mike bersama pil
Untuk mengisi kejenuhan, Mila mengabaikan laptop beserta pekerjaan sampingannya untuk melihat seseorang. Yang terpenting, ia akan bertemu pria tampan setelah Diaz. Akibat saling cuek dari semalam, mereka tidak ada yang mau mengalah. Mila menutup telinga, Diaz pun enggan buka mulut untuk sekadar minta maaf. Lagian Mike tidak seluruhnya bersalah atas kerusakan perabot rumah Diaz. Kiara turut andil jika Diaz mengizinkan dia mengganti perbaikan ketimbang menyalahkan Mike. "Semangat, Mas Wijaya... " Mila duduk di sisi kiri studio sembari menyemangati Wijaya setiap kali dia lewat mengatur para junior. "Semangatt!" "Makasih, Kak." Para junior juga Wijaya membalas sapaan dan dukungan istri bos mereka. Walaupun beberapa heran ada gerangan apa yang membuat Mila datang tanpa Diaz di sisinya. "Yailah, dibilang "Kak" gue... " Mila malu sendiri mereka memanggilnya seperti seumuran. Pandangan matanya terhenti begitu kru yang memegang kamera berpencar menerim
"Liat Wijaya."Ekspresi Diaz berubah drastis tidak seperti Mila. "Oh gitu. Bapaknya, dia atau saya sih?""Kamu," singkat Mila."Terus kenapa liat Wijaya? Ada yang lebih perfect dari dia," cebik Diaz."Iya emang ada. Anak aku nanti," jawab Mila mengusap perutnya. Bayangan wajah dan watak anaknya nanti, Mila yakin dia mirip dengannya. Doa supaya tidak meniru sikap buruk Diaz selalu ia lontarkan dalam hati.Tahu sendiri apa sikap Diaz yang terburuk, yaitu amarah meluap tiba-tiba. Dalam sekejap dia berteriak juga wajah memerah pertanda sangat emosional.Mila sering meminta keringanan agar tidak dengar omelan Diaz selama hamil. Namun seolah tuli, Diaz enggan menuruti keinginan Sang Istri.Ya, bagaimana tidak dituruti kalau Mila minta pisah kamar.Diaz, pria yang sensitif menyangkut kata "pisah". Segala kalimat diawal atau diakhirnya terdapat kata tersebut, dia acuh."Liatin aja Wijaya sepuasnya. Lagian nanti