"Alhamdulillah, tidak ada yang mengkuatirkan, kondisi Pak Bastian sudah lebih baik, besok boleh pulang," kata Dokter setelah memeriksa kondisi Bastian.
"Alhamdulillah ...," jawab Rahma dan Bunda Asti serentak.
"Kalau gitu saya tinggal dulu, ya Pak, Buk ...," kata Dokter itu.
"Terima kasih, Dokter," sahut Pak Sagala
"Sama-sama, Pak." Dokter itupun berlalu diiringi kedua perawatnya di belakangnya.
"Istirahatlah, Bas ... Papa mau ke kantor lagi," kata Pak Sagala
"Ke kantor? Kenapa Papa ke kantor? Kondisi kesehatan Papa belum memungkinkan," kata Bastian heran menatap Papanya.
"Kemaren Romi sempat menggantikanmu, tapi dia difitnah, di kantor banyak orang yang menghujatnya, dia tidak tahan. Lalu Papa mengirimnya kembali ke Manado, sekarang untuk sementara Papa yang menggantikanmu," kata Pak Sagala
"Bagaimana kondisi Pak Nurhadi, Pa?" tanya Bastian.
Pertanyaan Bastian tak urung membuat Papanya dan
"Siapa Alif?" Ulang Pak Sagala karena Rahma tidak langsung menjawab."Anak saya, Pak," jawab Rahma singkat."Apa? Kau bahkan sudah punya anak?" Kenyataan itu mengejutkan Papa Sagala dan Bunda Asti"Maaf, Pak. Saya harus segera pergi," kata Rahma kemudian berjalan kearah Bastian."Mas, aku pergi ya? Aku sudah memesan taksi online," katanya dan berlalu tanpa memikirkan persetujuan Bastian."Rahma, tunggu! Kau mau pergi naik taksi? Di rumah ini tidak kurang kendaraan!" serunya sambil melangkah mengiringi gadis itu ke luar."Pak Yandi, antarkan kami ke Bandara!" seru Bastian ketika bertemu supirnya di teras depan."Mas! Kau baru keluar dari rumah sakit, tidak perlu mengantarku ke Bandara, lebih baik kau istirahat saja," kata Rahma"Aku sudah istirahat panjang di rumah sakit," kata Bastian segera membuka pintu belakang mobil setelah mobil sampai di hadapannya."Iya, Bas. Kau belum sembuh benar, kau tidak perlu mengantar
Satu jam di atas pesawat terasa lama bagi Rahma, rombongan Fauzan hanya memberinya waktu tiga jam untuk menunggu kedatangannya, jika dalam waktu yang sudah ditentukan Rahma tak kunjung tiba, maka Fauzan akan segera membawa Alif.Sesampainya Bandara segera Rahma menaiki taksi menuju ke sekolahan Alif. Perasaannya berkecamuk, tidak menyangka ancaman orang tua Fauzan secepat ini di laksanakan. Dia benar-benar tidak rela kehilangan anak yang sudah diasuh layaknya anaknya sendiri itu begitu saja. Akan menjadi seperti apa Alif di bawah asuhan orang tua Fauzan yang kelihatan sombong dan egois itu.Rahma berkali-kali menghela napas, dadanya terasa sesak, dia membayangkan bagaimana putranya itu terluka mendengar kenyataan bahwa dia bukan ibu kandungnya, pasti orang-orang di sana sudah memberitahukan Alif. Tak bisa dia bayangkan bagaimana reaksi Alif, apakah anak itu membencinya karena dia tidak berterus terang mengenai asal usulnya?'Ah, Alif ... Bunda benar-benar minta ma
Rahma berlari menyusul Alif yang sudah berada di halaman sekolah, mereka menyewa taksi online menuju Bandara. Nampak Alif akan memasuki sebuah mobil bersama Santi dan Fauzan, Rahma segera berlari menuju ke arah mereka."Tunggu ... tunggu!! biarkan aku memeluk Alif sebentar saja," kata Rahma menyongsong mereka.Mereka hanya menoleh sekilas, namun Alif segera menyongsong Rahma dan menyambut pelukan Bundanya itu."Alif ...." Reaksi Fauzan sangat terkejut ketika Alif berbalik dan berlari menyongsong Rahma.Rahma memeluk putranya itu dengan erat, begitu juga dengan Alif, anak itu benar-benar berat meninggalkan bundanya."Alif ... Alif ... ingat ya, Nak ... ada Bunda di sini yang selalu menyayangi Alif," kata Rahma sambil terisak-isak.Alif semakin mengencangkan pelukannya, tangisnya terdengar begitu pilu, teman-teman dan gurunya yang menyaksikan tanpa terasa ikut keluar air mata."Alif ... sudah! Nanti kita ketinggalan pe
Rahma dan Fitri memasuki rumah dengan langka gontai, hari sudah jam empat sore. Rahma hendak bersiap-siap mandi ketika Fitri datang dengan wajah cemas."Mbak, aku pinjam motor sebentar ya? Bapakku di rumah ngamuk, Mbak. Dia tidak mau makan yang di masak adikku, katanya nggak enak. Jadi dia maunya makan masakanku, nanti habis magrib aku ke sini lagi," kata Fitri"Ya Allah, Fit ... Mbak malah ngerepotin kamu terus, maafkan Mbak ya?" kata Rahma jadi tidak enak meminta Fitri menginap di rumahnya."Nggak apa-apa, Mbak. Biasanya Fitri masak banyak, tapi tadi siang sudah habis, jadi tadi Reni masak lagi, Bapak nggak mau makan, katanya masakan Reni gak enak. Jadi aku sekalian mau masak banyak untuk besok juga, masukin kulkas biar besok Reni tinggal manasin," kata Fitri langsung mengeluarkan motor Rahma dan pergi menuju rumahnya.Sehabis mandi dan salat Ashar, Rahma rebahan di ruang tengah, rasanya badannya pegal semua hari ini sepulang dari perjalanan jauh dia be
"Lah itu anak lahir diluar nikah?" tanya Pak Sagala terkejut."Maksudmu Rahma punya anak tapi belum pernah nikah, Bas?" tanya Bunda Asti lagiBastian menghembuskan napasnya dengan kuat, dia masih bingung menceritakan tentang Rahma dimulai dari mana."Kalian pasti terkejut jika tahu kenyataan tentang Rahma," katanya akan memulai cerita."Kami sudah terkejut mendengar kalau perempuan itu memiliki seorang anak tanpa menikah," kata Pak Sagala mendengus kesal."Awalnya aku beranggapan demikian juga, Pap. Walau gitu aku menyukainya, aku mengesampingkan semua hal itu, aku beranggapan mungkin dia korban perkosaan atau apa, karena sikapnya benar-benar tidak mencirikan wanita murahan. Hingga suatu hari, aku terkejut mendengar kenyataan yang diceritakan oleh Romi," kata Bastian sambil menghirup kopi susu yang masih panas."Memangnya Romi cerita apa?" Bunda Asti benar-benar tidak sabaran mendengar cerita Bastian."Suatu hari Mama Virda dan Santi
Bastian masuk kantor didampingi Papanya, Pak Sagala masih sangsi melihat kondisi kesehatan putranya itu, sehingga dia ingin mendampinginya, walaupun ada beberapa pengawal yang terus menjaga Bastian. Sebenarnya Bunda Asti sudah melarang keras, karena suaminya itu juga belum pulih benar pasca operasi. Akan tetapi Pak Sagala lebih mengkuatirkan kondisi putranya daripada kondisinya sendiri. Bastian sendiri tidak keberatan Papanya ikut ke kantor, dia bisa semakin dekat dengan lelaki yang paling dihormatinya itu. Sekarang Bastian sudah memiliki sekretaris pribadi, seorang lelaki muda yang baru lulus perguruan tinggi jurusan Administrasi Kantor. Dia lelaki yang cerdas, cepat belajar dan tanggap dengan tugas-tugasnya. "Jadwal Bapak hari ini ada meeting dengan bagian accounting, Pak," kata Adam Affandi sang sekretaris. "Mereka langsung suruh ke mari. Rapat di ruanganku saja," kata Bastian. "Baik, Pak." "Adam, sekalian panggil Pak Andre dan Pak Ru
Rahma berjalan dengan langkah ringan mengitari rumah Bastian yang cukup luas, tangan kirinya menjinjing ember dan tangan kanannya memegang tangkai pengepel. Mulai hari ini dia tidak lagi ke sekolah, kepala sekolah sudah membebaskannya datang ke sekolah."Sekolah juga minggu depan tengah menghadapi ujian semester, jadi Bu Rahma bisa mengambil cuti, Fokus untuk menyiapkan pernikahan," kata Bapak Kepsek kala itu.Hari pernikahan tinggal tiga hari lagi, hari ini Rahma fokus membersihkan seluruh ruangan, di luar sudah dipasang tenda dan tengah didekorasi. Tidak ada pelaminan, acara hanya akad nikah dan ramah tamah saja. Tenda dipasang takut tidak cukup jika tamu duduk di dalam rumah.Catering sudah di pesan untuk tiga ratus undangan saja. Dodit bagian pemesanan catering, tenda dan dekorasi. Fitri bagian mengurusi baju pengantin dan MUA. Untuk undangan, Dodit bagian mengundang semua karyawan di perusahaannya, Fitri bagian mengundang teman-teman pengajiannya seda
Bastian bentar-bentar mondar-mandir di kamar, hari baru jam lima sore, dia mau ngapain sambil menunggu besok pagi. Ah, jenuh banget ... rasanya sudah kangen berat sama Rahma, temuin sebentar gak apa-apa kali ya? batinnya, dia segera keluar kamar dan bersiul dengan riang."Hm ... mau ke mana?" tanya Bunda Asti nyaring di belakangnya membuat Bastian berhenti melangkah, Aish ... bakalan gaswat ini ..."Keluar sebentar, Bunda," jawabnya dengan wajah memelas, tapi Bunda Asti malah semakin memasang wajah galak."Pasti mau menemui Rahma, kan? Kamu tu lagi dipingit, Bas. Jangan keluyuran ke mana-mana. Pamali calon pengantin keluyuran," Kata Bunda Asti membuat Bastian jadi lemes."Besok juga kamu bakal ketemu dia, bahkan sudah sah jadi istrimu, mau kamu apa-apakan juga gak bakal ada yang ngelarang, malah dianjurkan," kata Pak Sagala menghampiri mereka berdua."Dengar ya, Bas ... kalau ada acara pingitan itu, nanti ketika ketemu sama calon pengantin kita itu
Malam itu menjadi malam paling membahagikan bagi Rahma sejak kehamilan pertamanya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan berjalan-jalan berdua dengan Bastian. Bastian sengaja mematikan ponselnya agar qualty time dengan istrinya tidak terganggu.Hingga sampai pulang seorang perawat dari rumah sakit menunggunya di rumahnya."Maaf, Pak. Saya jadinya ke mari, karena Bapak tidak bisa dihubungi, saya akan mengabarkan satu jam yang lalu, Bu Virda menghembuskan napas terakhir.""Apa?" Bastian kaget sekali mendengar kabar itu.Dia hanya berjalan-jalan dengan istrinya selama tiga jam dari kepulangannya dari rumah sakit, jika dia tahu Mamanya akan meninggal tentu dia akan bersikeras tidak meninggalkan Mamanya, walau Mama Virda memaksanya untuk pulang. Bastian terduduk lesu di sofa ruang tamu. Dia juga menyesali kenapa dia musti mematikan ponselnya"Ya, Allah ... Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun ...," u
"Bunda pergi dulu, ya ... Jagalah Mama kalian dengan baik," kata Bunda Asti ketika berada di Bandara.Bastian, Rahma, Fitri dan Alif turut mengantar kepergian mereka ke tanah suci."Bunda ... Tolong do'akan agar Mama lekas sembuh," kata Bastian."Iya, tentu saja Bunda akan mendo'akan Mama Virda. Jaga baik-baik istrimu dan anakmu, ya?""Iya, itu pasti," Bastian mencium punggung tangan Bunda Asti."Bunda, do'akan kehamilan Rahma lancar dan sehat ya ... Do'akan juga Alif cepat sembuh dan cepat berjalan dan tolong do'akan juga suamiku agar ingatannya kembali lagi," Rahma memeluk Bunda Asti."Iya, sayang ... Semua keluarga Bunda nanti Bunda do'akan satu persatu.""Aku berangkat dulu, Bro. Nanti akan aku do'akan agar ingatanmu cepat kembali. Agar kau bisa mengingat kembali momen di mana kau bucin banget sama istrimu itu, agar kau bisa mengingat malam pertama kalian," kata Romi sambil terkekeh.Bastian memeluk saudaranya itu dan
"Bunda ... Bunda dari mana?" suara Alif menyambut kedatangan Rahma dan Baatian dari rumah sakit."Alif? Kenapa belum tidur, Nak? Ini sudah malam loh," kata Bastian membelai rambut Alif.Alif terpukau dengan perkataan Bastian, lelaki itu biasanya selalu bersikap masa bodoh, cuek bahkan menampakkan wajah tak ramah padanya. Namun, sekarang lelaki dihadapannya ini rela berlutut hingga wajahnya bisa menatapnya dengan jelas, mata lelaki itu penuh kehangatan seperti Ayah Bastian yang dulu."Alif belum ngantuk, Yah. Ayah Sama Bunda dari mana?""Ayah sama Bunda dari Rumah sakit" jawab Rahma"Ke Rumah sakit? Siapa yang sakit, Bun?""Yang sakit Mamanya Ayah," jawab Bastian."Maksudnya Nenek Bunda Asti? Dia di rumah kok," kata Alif polos"Bukan sayang, Ayah juga sama dengan Alif, punya dua orang Ibu. Yang sakit itu Mama kandung Ayah, seperti Mama Santi, dia ibu kandung Alif, kan?""OOO gitu? Ternyata kita punya nasib yang sama
"Nanti malam kita makan di luar, yuk? Untuk meresmikan hari jadian kita," kata Bastian setelah salat AsharRahma yang tengah membereskan tempat tidur tersenyum ceria."Hari inikan bukan hari jadi kita? Kita menikah baru dua bulan, Mas!""Bukan hari pernikahan kita, tetapi hari jadian kita saat aku Amnesia, kalau kenangan masa lalu bersamamu aku lupa, maka mulai hari ini aku akan membuat kenangan baru, ingatan baru bersamamu," Bastian memeluk Rahma dari belakang.Derrrttt ... Derrrrtttt ...."Mas, itu ponselmu bergetar," seru Rahma menunjuk ponsel Bastian di atas nakas.Bastian segera mengambil ponselnya dan menggeser tanda panggilan di layar."Halo? Iya ... Apa? Oiya ... Iya, saya akan segera ke sana,"Bastian menutup teleponnya dengan menghembuskan napas berat."Ada apa, Mas? Siapa yang nelpon?" tanya Rahma penasaran."Dari rumah sakit, katanya Mama pingsan dan sekarang masuk rumah sakit."
Suasana sore itu membuat mereka tertidur sambil berpelukan. Semua baju basah mereka ditumpuk di kamar mandi. Rahma terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara ramai.'Ah, mereka pasti sudah pulang dari belanja,' batinnya.Rahma segera bangkit dari pembaringan dan memakai pakaian lengkap, tak lupa memakai jilbab kaosnya. Diperhatikan dengan seksama suaminya yang tengah terlelap dengan tubuh ditutupi selimut tebal. Rahma harus segera ke kamar lelaki itu untuk membawa baju ganti. Dia segera keluar dari kamar tak lupa mengunci kamarnya dari luar."Alif sudah pulang?" tanya Rahma antusias melihat putranya tengah membawa mobilan remot."Bunda, lihat deh. Om Romi membelikan Alif mobil-mobilan remote," serunya"Iya, bagus ya? Sudah bilang terima kasih belum?""Sudah.""Sekarang Alif mandi, sudah itu salat Ashar. Selanjutnya makan ya?"
"Rahma, kamu kenapa, Sayang?" seru Bunda Asti ketika melihat Rahma muntah-muntah di kamar mandi."Nggak tahu, Bunda. Perutku rasanya mual banget," kata Rahma."Ya, Ampun ... Kamu sudah mulai emesis. Ya sudah kamu istirahat saja, tidak usah ikut belanja. Nanti biar Bik Wati menemanimu.""Iya, Bunda ... Aku gak bisa ikut, takutnya mualku kambuh di sana."Ketika mau berangkat, Alif ternyata bersikeras untuk ikut. Rahma meminta Bik Wati agar ikut belanja bersama mereka, untuk membantu keperluan Alif. Walau Romi dan Fitri bersikeras mereka yang akan menjaga Alif, namun Rahma ingin agar pasangan muda itu lebih bebas menjalin kedekatan diantara mereka.Setelah mereka pergi, Rahma hanya berbaring di ranjang sembari membaca novel.****Setelah jam makan siang tiba, Bastian tidak sabar membuka bekal makan siangnya. Setelah dibuka, aromanya tercium begitu sedap
Hari ini terpaksa Bastian menghubungi Romi, untuk mengantarnya menjemput Rahma. Dia menduga Romi akan mengejeknya habis-habisan tetapi ternyata tidak. Saudaranya itu malah antusias menemaninya, dia berulang kali bersyukur karena Allah telah menyadarkannya.Sesampainya di rumah Rahma, Romi segera menyampaikan maksudnya disaksikan Fitri, sedang Bastian hanya menundukkan kepala tidak berani menatap kedua wanita itu."Maksud Abang ke sini mau menjemputmu, Rahma. Pulanglah ke rumah suamimu sekarang, dia memintamu. Iya kan, Bas?"Bastian hanya mengangguk pelan."Kok Bang Romi yang bilang? Kenapa bukan suaminya langsung," kata Fitri.Mendengar perkataan Fitri, Bastian spontan mendongakkan kepalanya menatap kedua wanita di hadapannya dengan tatapan jengah."Iya, pulanglah." Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Bastian."Apa? Cuma gitu? Kemaren waktu ngusir panjang lebar, gak ada permintaan maaf, gitu? Apa ...," gerutu Fitr
Yadi datang setelah lima tujuh menit berlalu. Bastian segera masuk dan duduk di sampingnya."Kita mau ke mana, Pak?""Ke cafe atau apapun, cari tempat sepi buat mengobrol," kata Bastian."Bapak janji mau bertemu seseorang?""Tidak, saya hanya ingin membicarakan beberapa hal denganmu.""Tentang masalah apa, Pak?" ucap Yadi, dia merasa kuatir, selama ini Bosnya tidak pernah ingin berbicara dengannya, apakah ini soal pekerjaannya?"Tidak perlu kuatir, ini bukan tentang kamu, ini tentang diriku sendiri," kata Bastian seolah tahu apa yang dipikirkan Yadi.Yadi tersenyum lega, dia segera membawa bosnya di warung Bakso di dekat taman. Mereka memilih duduk di bangku taman yang agak sepi."Ada apa, Pak?" tanya Yadi membuka percakapan."Yadi ... Aku mengenalmu, kau sudah bekerja pada Papa berapa lama?" tanya Bastian memastikan."Sudah hampir dua tahun, Pak. Makanya Bapak mengenal saya, Bapak hanya lupa peristiwa
"Ini Pak rumahnya," kata Yadi"Kamu yakin ini rumahnya?""Yakin dong, Pak. Saya sudah sering kemari mengantar Bu Rahma. Ini rumah peninggalan Almarhum Ayahnya, Pak.""Oo" hanya itu yang keluar dari mulut Bastian.Bastian tidak menyangka kalau Rahma memiliki rumah warisan yang begitu mewah, berarti benar kata Bunda, Rahma anak orang kaya."Pak Yadi pulang saja, saya tidak mau Rahma mengetahui saya datang jika pakai mobil," kata Bastian,Sebenarnya dia hanya ingin tahu ada perlu apa Santi menemui Rahma, jika dia masuk memakai mobil, pasti tidak bisa menyelidiki semua itu."Terus Bapak nanti pulangnya bagaimana? Atau Bapak mau menginap?" kata Yadi tersenyum simpul."Nanti kukabari." Bastian segera turun dari mobil dan memencet bel pagar.Dari dalam muncul seorang Satpam dan segera membuka pintu pagar