Bastian bentar-bentar mondar-mandir di kamar, hari baru jam lima sore, dia mau ngapain sambil menunggu besok pagi. Ah, jenuh banget ... rasanya sudah kangen berat sama Rahma, temuin sebentar gak apa-apa kali ya? batinnya, dia segera keluar kamar dan bersiul dengan riang.
"Hm ... mau ke mana?" tanya Bunda Asti nyaring di belakangnya membuat Bastian berhenti melangkah, Aish ... bakalan gaswat ini ...
"Keluar sebentar, Bunda," jawabnya dengan wajah memelas, tapi Bunda Asti malah semakin memasang wajah galak.
"Pasti mau menemui Rahma, kan? Kamu tu lagi dipingit, Bas. Jangan keluyuran ke mana-mana. Pamali calon pengantin keluyuran," Kata Bunda Asti membuat Bastian jadi lemes.
"Besok juga kamu bakal ketemu dia, bahkan sudah sah jadi istrimu, mau kamu apa-apakan juga gak bakal ada yang ngelarang, malah dianjurkan," kata Pak Sagala menghampiri mereka berdua.
"Dengar ya, Bas ... kalau ada acara pingitan itu, nanti ketika ketemu sama calon pengantin kita itu
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, Bastian bangun lebih pagi dari biasanya segera dia mandi dan memakai baju pengantin. Romi banyak meledeknya, bahkan keduanya bersenda gurau tentang penampilan Bastian yang gagah memakai baju teluk belango adat sumatera.Fitri menginap di rumah Bastian, dia selalu setia mendampingi Rahma. Dia akan memastikan pernikahan sahabatnya itu berjalan dengan lancar.“Mbak, kamu cantik banget ...,” puji Fitri ketika Rahma telah selesai dirias memakai baju kebaya warna putih, dengan hiasan untaian melati di atas jilbabnya.“Benar, Mbak. Nanti Pak Bastian pasti terpukau dan terpesona,” sela Dodit.“Ah, bisa saja kamu, Dit.” Rahma tersenyum malu.“Mbak gak pernah pakai make up, sekali pakai cantiknya luar biasa,” kata Fitri memeluk Rahma dari belakang.Rahma segera meraih foto di atas nakas, dipandanginya foto itu denga
"Bawa kemari mempelai wanitanya," kata PenghuluRahma dengan gugup berjalan ke ruang tamu, didampingi Bunda Asti. Bastian nampak terperangah melihat kecantikan perempuan yang kini sudah menjadi istrinya itu. Seulas senyum menghiasi wajah cantiknya yang dipoles make up,'Ah ... kok bisa cantik banget gini?' batin Bastian tak lepas memandang wanita yang kini duduk di sampingnya.Rahma segera mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan lelaki yang telah sah menjadi suaminya, ada kehangatan yang mengalir ke peredaran darah Bastian melihat wanita itu mencium tangannya dengan takzim, terasa ada yang membasahi tangannya,' Ah ... wanitaku menangis, mungkinkah ini tangisan bahagia?'Tak tahan melihat butiran bening mengalir di sudut mata wanitanya, Bastian segera mengusap mata dan pipi Rahma, secara perlahan kening wanita itu dikecupnya, rasanya masih sama ketika pertama kali mendaratkan ciuman di kening wanita itu, ada deburan
Acara ramah tamah tengah berlangsung, para tamu tengah menikmati makan siang dari catering yang di pesan Dodit. Bastian dan Rahma ikut menikmati makan siang di meja makan yang di sewa dari catering, meja makan yang cukup panjang dengan dua puluh kursi itu tertata di taman belakang. Pihak keluarga makan di meja tersebut, keluarga Fitri juga ikut bergabung, Dodit dan keempat teman pengajian Fitri ikut bergabung dengan mereka."Wah, jadi ternyata kalian sudah dijodohkan dari kecil?" tanya Romi menanggapi cerita Papa Sagala yang menceritakan keadaan mereka saat ini."He'em," kata Bastian sambil meraih tangan Rahma dan menciumnya membuat wanita itu tersipu malu."Wow ... ini baru spektakuler. Papa hebat banget, bisa mengenali putri yang hilang," seru Romi sambil mengacungkan jempol kepada Pak Sagala."Semua skenario kehidupan sudah dirancang oleh Allah, kita tinggal menjalankan skenarionya. Kalau memang Allah sudah meridhoi mereka, itu
"Bas, ada yang ingin Papa bicarakan," kata Pak Sagala ketika pesta telah usai.Di luar tukang tenda dan tukang catering tengah membereskan peralatan mereka. Fitri dan Dodit tengah mengkoordinir mereka, sementara Rahma sudah masuk dalam kamar pengantin, berganti baju dan melakukan salat zuhur."Baik, Pa. Ayo kita ke kamar tamu," kata Bastian mengajak Papanya ke kamar tamu."Bas, Papa berencana memberikan semua saham kepemilikan PT Intisari Besi pada Rahma, dia berhak mewarisi peninggalan ayahnya," kata Pak Sagala."Ya bagus itu, Pa. Bastian setuju," kata Bastian mendengar rencana Papanya"Coba bilang sama Rahma, agar dia resign dari PNS, dia kelola sendiri perusahaan ayahnya itu," kata Pak Sagala"Wah, kalau meminta Rahma untuk resign aku setuju, Pa. Tetapi meminta Rahma mengelola perusahaan aku tidak setuju. Rahma itu nyonya Bastian, dia tidak akan kuijinkan bekerja, biar saja Direkturnya sekarang yang bekerja, Rahma hanya terima
Selagi Bastian dan Rahma mereguk malam pertama di hotel, di seberang pulau Fauzan tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Santi. Mereka akan mengadakan akad sekaligus resepsi di sebuah hotel bintang lima. Semua urusan pernikahan sudah di urus WO dengan budget tidak kalah fantastik. Tadi sore mereka selesai piting baju pengantin, malam ini mereka tengah mencatat siapa saja yang bakal diundang di pernikahannya."Kita akan mengundang dua ribu orang" kata Pak Gunadi antusias"Dikit amat dua ribu, Papa. Kalau perlu lima ribu" kata Helena tak mau kalah menimpali ucapan suaminya."Gedungnya hanya muat untuk seribu orang, Ma. Biarlah tidak perlu banyak orang yang penting temanya elegan" kata Fauzan."Aduh, Fauzan!. Kenapa kau tak sewa gedung yang cukup menampung ribuan orang?" Kata Helena protes."Ma, kita tidak perlu menghamburkan uang seperti itu. Pernikahanku tidak terlalu penting, yang penting kita harus menyiapkan Alif menjadi penerusku yang tangguh
Pak Sagala, Bunda Asti dan Romi sudah kembali ke Jakarta, sampai rumahnya pas azan Isya berkumandang. Mereka langsung mendi dan membersihkan diri masing-masing setelah itu keduanya langsung ke meja makan yang telah tersedia lauk pauk yang enak yang di masak oleh para pelayan mereka. Setelah melamar Fitri jam satu siang tadi, mereka belum sempat makan lagi. Bunda Asti lega dan bahagia, dalam waktu bersamaan kedua putranya sudah ketemu jodoh."Kau benar-benar mengikuti kata Fitri untuk menikah enam bulan lagi dan setelah menikah akan tinggal di kota itu?" Kata Bunda Asti kepada Romi"Iya, Bun. Romi akan mengelola perusahaan yang Romi dan Bastian rintis di sana, Fitri tidak akan berhenti menjadi guru, dia menyadari banyak tanggungan, ayahnya dan adik-adiknya. Dia bilang dia akan tetap bekerja, tidak mau sepenuhnya tergantung padaku," kata Romi sambil menyeruput teh manis yang terhidang di meja"Ya, sudah kalau itu keputusanmu. Papa sih berharap kau menetap di Jakar
Rahma diliputi rasa galau, semalam dia sudah salat isthikarah meminta petunjuk Allah, apakah dia harus resign atau masih mempertahankan pekerjaan yang dicapainya dengan tidak mudah. Tadi di rumah dia sudah mantap untuk resign tetapi ketika di jalan dia masih ragu lagi.Perjuangannya sampai mencapai kedudukannya saat ini banyak onak dan duri yang mengikis air matanya. Dia teringat betapa sulitnya hidup ketika dia kuliah lagi, dia harus membagi waktu berjualan mie ayam, belajar dan mengasuh Alif. Kadang lelah hingga tulang punggungnya rasanya mau patah, tetapi dia mencoba tidak menghiraukannya. Hidupnya tidak pernah memikirkan senang-senang, dia hanya terus bertahan. Kini, setelah dia memiliki pekerjaan yang mapan, kehidupan yang cukup damai, namun masalah kembali mengusiknya, Alif dipaksa meninggalkannya.Pandangan Rahma terus menatap ke depan dengan hampa. Bastian yang berada di sebelahnya mengemudikan mobil tidak ingin mengusik istrinya. Di
Bastian dan Rahma sudah kembali ke Jakarta, Papa Sagala antusias menemui pengacara perusahaan dan mengurus pemindahan aset PT Intisari Besi atas nama Rahma Riyanti sebagai pemegang sembilan puluh persen saham. Tidak menunggu waktu lama, PT Intisari Besi sudah balik nama dan rencananya akan di lepas tidak di bawah naungan BSW Group. Namun, Rahma menolak untuk melepas PT Intisari Besi dari BSW group, dia belum mengenal sepak terjang mengelola perusahaan, sehingga suaminya yang tetap menjadi CEO di sana.Bastian mengajak Rahma untuk bekerja bersamanya di perusahaan, dia menempatkan Rahma menjadi asisten pribadinya. Entah mengapa Bastian tidak tega meninggalkan Rahma di rumah. Rahma yang terbiasa sibuk, memang jenuh berada di rumah. Untuk mempersiapkan pendirian sekolah, masih tahun depan planing pengajuan ijin pendiriannya. Sebenarnya, Bastian sendiri juga tidak bisa jauh dari istrinya itu, entahlah ... jika dia tidak melihat istrinya dalam waktu dua jam saja dia sudah mulai gel
Malam itu menjadi malam paling membahagikan bagi Rahma sejak kehamilan pertamanya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan berjalan-jalan berdua dengan Bastian. Bastian sengaja mematikan ponselnya agar qualty time dengan istrinya tidak terganggu.Hingga sampai pulang seorang perawat dari rumah sakit menunggunya di rumahnya."Maaf, Pak. Saya jadinya ke mari, karena Bapak tidak bisa dihubungi, saya akan mengabarkan satu jam yang lalu, Bu Virda menghembuskan napas terakhir.""Apa?" Bastian kaget sekali mendengar kabar itu.Dia hanya berjalan-jalan dengan istrinya selama tiga jam dari kepulangannya dari rumah sakit, jika dia tahu Mamanya akan meninggal tentu dia akan bersikeras tidak meninggalkan Mamanya, walau Mama Virda memaksanya untuk pulang. Bastian terduduk lesu di sofa ruang tamu. Dia juga menyesali kenapa dia musti mematikan ponselnya"Ya, Allah ... Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun ...," u
"Bunda pergi dulu, ya ... Jagalah Mama kalian dengan baik," kata Bunda Asti ketika berada di Bandara.Bastian, Rahma, Fitri dan Alif turut mengantar kepergian mereka ke tanah suci."Bunda ... Tolong do'akan agar Mama lekas sembuh," kata Bastian."Iya, tentu saja Bunda akan mendo'akan Mama Virda. Jaga baik-baik istrimu dan anakmu, ya?""Iya, itu pasti," Bastian mencium punggung tangan Bunda Asti."Bunda, do'akan kehamilan Rahma lancar dan sehat ya ... Do'akan juga Alif cepat sembuh dan cepat berjalan dan tolong do'akan juga suamiku agar ingatannya kembali lagi," Rahma memeluk Bunda Asti."Iya, sayang ... Semua keluarga Bunda nanti Bunda do'akan satu persatu.""Aku berangkat dulu, Bro. Nanti akan aku do'akan agar ingatanmu cepat kembali. Agar kau bisa mengingat kembali momen di mana kau bucin banget sama istrimu itu, agar kau bisa mengingat malam pertama kalian," kata Romi sambil terkekeh.Bastian memeluk saudaranya itu dan
"Bunda ... Bunda dari mana?" suara Alif menyambut kedatangan Rahma dan Baatian dari rumah sakit."Alif? Kenapa belum tidur, Nak? Ini sudah malam loh," kata Bastian membelai rambut Alif.Alif terpukau dengan perkataan Bastian, lelaki itu biasanya selalu bersikap masa bodoh, cuek bahkan menampakkan wajah tak ramah padanya. Namun, sekarang lelaki dihadapannya ini rela berlutut hingga wajahnya bisa menatapnya dengan jelas, mata lelaki itu penuh kehangatan seperti Ayah Bastian yang dulu."Alif belum ngantuk, Yah. Ayah Sama Bunda dari mana?""Ayah sama Bunda dari Rumah sakit" jawab Rahma"Ke Rumah sakit? Siapa yang sakit, Bun?""Yang sakit Mamanya Ayah," jawab Bastian."Maksudnya Nenek Bunda Asti? Dia di rumah kok," kata Alif polos"Bukan sayang, Ayah juga sama dengan Alif, punya dua orang Ibu. Yang sakit itu Mama kandung Ayah, seperti Mama Santi, dia ibu kandung Alif, kan?""OOO gitu? Ternyata kita punya nasib yang sama
"Nanti malam kita makan di luar, yuk? Untuk meresmikan hari jadian kita," kata Bastian setelah salat AsharRahma yang tengah membereskan tempat tidur tersenyum ceria."Hari inikan bukan hari jadi kita? Kita menikah baru dua bulan, Mas!""Bukan hari pernikahan kita, tetapi hari jadian kita saat aku Amnesia, kalau kenangan masa lalu bersamamu aku lupa, maka mulai hari ini aku akan membuat kenangan baru, ingatan baru bersamamu," Bastian memeluk Rahma dari belakang.Derrrttt ... Derrrrtttt ...."Mas, itu ponselmu bergetar," seru Rahma menunjuk ponsel Bastian di atas nakas.Bastian segera mengambil ponselnya dan menggeser tanda panggilan di layar."Halo? Iya ... Apa? Oiya ... Iya, saya akan segera ke sana,"Bastian menutup teleponnya dengan menghembuskan napas berat."Ada apa, Mas? Siapa yang nelpon?" tanya Rahma penasaran."Dari rumah sakit, katanya Mama pingsan dan sekarang masuk rumah sakit."
Suasana sore itu membuat mereka tertidur sambil berpelukan. Semua baju basah mereka ditumpuk di kamar mandi. Rahma terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara ramai.'Ah, mereka pasti sudah pulang dari belanja,' batinnya.Rahma segera bangkit dari pembaringan dan memakai pakaian lengkap, tak lupa memakai jilbab kaosnya. Diperhatikan dengan seksama suaminya yang tengah terlelap dengan tubuh ditutupi selimut tebal. Rahma harus segera ke kamar lelaki itu untuk membawa baju ganti. Dia segera keluar dari kamar tak lupa mengunci kamarnya dari luar."Alif sudah pulang?" tanya Rahma antusias melihat putranya tengah membawa mobilan remot."Bunda, lihat deh. Om Romi membelikan Alif mobil-mobilan remote," serunya"Iya, bagus ya? Sudah bilang terima kasih belum?""Sudah.""Sekarang Alif mandi, sudah itu salat Ashar. Selanjutnya makan ya?"
"Rahma, kamu kenapa, Sayang?" seru Bunda Asti ketika melihat Rahma muntah-muntah di kamar mandi."Nggak tahu, Bunda. Perutku rasanya mual banget," kata Rahma."Ya, Ampun ... Kamu sudah mulai emesis. Ya sudah kamu istirahat saja, tidak usah ikut belanja. Nanti biar Bik Wati menemanimu.""Iya, Bunda ... Aku gak bisa ikut, takutnya mualku kambuh di sana."Ketika mau berangkat, Alif ternyata bersikeras untuk ikut. Rahma meminta Bik Wati agar ikut belanja bersama mereka, untuk membantu keperluan Alif. Walau Romi dan Fitri bersikeras mereka yang akan menjaga Alif, namun Rahma ingin agar pasangan muda itu lebih bebas menjalin kedekatan diantara mereka.Setelah mereka pergi, Rahma hanya berbaring di ranjang sembari membaca novel.****Setelah jam makan siang tiba, Bastian tidak sabar membuka bekal makan siangnya. Setelah dibuka, aromanya tercium begitu sedap
Hari ini terpaksa Bastian menghubungi Romi, untuk mengantarnya menjemput Rahma. Dia menduga Romi akan mengejeknya habis-habisan tetapi ternyata tidak. Saudaranya itu malah antusias menemaninya, dia berulang kali bersyukur karena Allah telah menyadarkannya.Sesampainya di rumah Rahma, Romi segera menyampaikan maksudnya disaksikan Fitri, sedang Bastian hanya menundukkan kepala tidak berani menatap kedua wanita itu."Maksud Abang ke sini mau menjemputmu, Rahma. Pulanglah ke rumah suamimu sekarang, dia memintamu. Iya kan, Bas?"Bastian hanya mengangguk pelan."Kok Bang Romi yang bilang? Kenapa bukan suaminya langsung," kata Fitri.Mendengar perkataan Fitri, Bastian spontan mendongakkan kepalanya menatap kedua wanita di hadapannya dengan tatapan jengah."Iya, pulanglah." Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Bastian."Apa? Cuma gitu? Kemaren waktu ngusir panjang lebar, gak ada permintaan maaf, gitu? Apa ...," gerutu Fitr
Yadi datang setelah lima tujuh menit berlalu. Bastian segera masuk dan duduk di sampingnya."Kita mau ke mana, Pak?""Ke cafe atau apapun, cari tempat sepi buat mengobrol," kata Bastian."Bapak janji mau bertemu seseorang?""Tidak, saya hanya ingin membicarakan beberapa hal denganmu.""Tentang masalah apa, Pak?" ucap Yadi, dia merasa kuatir, selama ini Bosnya tidak pernah ingin berbicara dengannya, apakah ini soal pekerjaannya?"Tidak perlu kuatir, ini bukan tentang kamu, ini tentang diriku sendiri," kata Bastian seolah tahu apa yang dipikirkan Yadi.Yadi tersenyum lega, dia segera membawa bosnya di warung Bakso di dekat taman. Mereka memilih duduk di bangku taman yang agak sepi."Ada apa, Pak?" tanya Yadi membuka percakapan."Yadi ... Aku mengenalmu, kau sudah bekerja pada Papa berapa lama?" tanya Bastian memastikan."Sudah hampir dua tahun, Pak. Makanya Bapak mengenal saya, Bapak hanya lupa peristiwa
"Ini Pak rumahnya," kata Yadi"Kamu yakin ini rumahnya?""Yakin dong, Pak. Saya sudah sering kemari mengantar Bu Rahma. Ini rumah peninggalan Almarhum Ayahnya, Pak.""Oo" hanya itu yang keluar dari mulut Bastian.Bastian tidak menyangka kalau Rahma memiliki rumah warisan yang begitu mewah, berarti benar kata Bunda, Rahma anak orang kaya."Pak Yadi pulang saja, saya tidak mau Rahma mengetahui saya datang jika pakai mobil," kata Bastian,Sebenarnya dia hanya ingin tahu ada perlu apa Santi menemui Rahma, jika dia masuk memakai mobil, pasti tidak bisa menyelidiki semua itu."Terus Bapak nanti pulangnya bagaimana? Atau Bapak mau menginap?" kata Yadi tersenyum simpul."Nanti kukabari." Bastian segera turun dari mobil dan memencet bel pagar.Dari dalam muncul seorang Satpam dan segera membuka pintu pagar