Share

Bab 65

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2024-04-27 01:34:30

Sesampainya di depqn kantor polisi Pak tua yang bernama Udin Itu menghentikan motornya, "Berhenti di sana saja yah, motor saya bodong takut di ambil," ucap Udin tersebut sambil melihat dengan waspada ke arah pintu kantor polisi yang terasa sepi.

"Yasudah pak, gak papa," ucap Ezra sambil turun dari motornya.

"Saya pamit yah," ucap Udin sambil melajukan motornya dengan cepat meninggalkan kantor polisi dan juga Ezra yang menatap kepergian Udin tanpa ekspresi.

Dengan langkah gontai karena Ezra masih merasa lemas pada tubuhnya meskipun di jalan tadi ia sempat istirahat di rumah makan sekedar menghilangkan lapar dan dahaga sejak semalam, tapi tenaganya memang belum pulih sepenuhnya.

Ezra sedikit takut melangkah ke dalam kantor polisi karena ini tempat ia awal di tahan karena kasus Laura, yah Ezra sengaja menyuruh Udin agar mengantarkannya langsung ke sini ia ingin menebus semua kesalahannya termasuk membebaskan adik dan juga ibunya yang di tahan oleh mereka untuk menakut-nakutu Ezra.

Ezra m
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Teror Mantan   Bab 66

    Pov Bianca"Sialan di mana Ezra?" Teriak ku sambil melihat ke sudut ruangan di mana iya menyekap Ezra, tapi tak ada siapapun di sini."Di mana dia Hans?" Tanya Ku pada Hans yang berdiri di belakang ku sambil memegang kursi roda karena dia yang mendorong ku ke ruangan di mana Ezra berada.Tak ada jawaban dari Hans, yang ada hanya teriakan dia memanggil anak buahnya yang berjaga semalam di sini."Iya bos ada apa?" Jawab dua orang anak buah Hans yang datang dengan nafas tak beraturan seperti habis berlari."Kalian dari mana saja?" Bentak Hans."Gue bayar kalian buat ngejagain satu bocah doang, lo berdua kagak becus," lanjut Hans lagi.Sementara Boby dan Pian hanya busa menundukan kepalanya yak berani melihat ke arah Hans yang terlihat seram sekali ketika marah."Jawab, lo berdua kagak budeg kan," teriak Hans murka, karena belum mendapat jawaban dari mereka berdua."Ma...af bos," jawab Boby dengan terbata-bata."Anjing lo pada," maki Hans.Bugh bugh bughHans melayangkan pukulan pada mere

    Last Updated : 2024-05-04
  • Teror Mantan   Bab 67

    "Syukurlah jika dalang dari semua masalah ini sudah tertangkap, aku sangat lega," Sinta tersenyum lega setelah menerima kabar tersebut dari Dimas lewat telepon, ia tak henti-hentinya tersenyum senang sambil berjalan dengan riang, menelusuri lorong rumah sakit, yah sinta baru saja sampai ke rumah sakit untuk melihat Laura."Mereka pasti akan akan bahagia jika aku beritahu kabar ini," Sinta tersenyum membayangkan wajah bahagia Laura dan Anita nanti.Beberapa menit kemudian, Sinta sudah berdiri di depan ointu kamar inap Laura.Tok tok tokLalu membuka pintu kamar tersebut, terlihat di sana ada Anita Laura yang sedang berbaring dan juga Rio yang sedang bersiap-siap dengan tergesa-gesa seperti akan pergi."Mau kemana?" Tanya Sinta sambil melihat ke arah Rio lalu ke arah Anita."Kami dapat kabar bahwa dalang dari kejadian Laura sudah di tangkap tadi,""Jadi mas Rio akan pergi ke kantor polisi sekarang," jawab Anita dengan wajah yang terlihat lega."Aku pergi dulu yah," pamit Rio lalu pergi

    Last Updated : 2024-05-08
  • Teror Mantan   Bab 68

    "Tapi bunda siapa dalang dari penculikan Laura?" Tanya Laura setelah beberapa saat terdiam, ia baru saja ingat jika ia belum mengetahui siapa orang tersebut, kenapa ia sampai bisa melakukan hal keji tersebut padaku, apakah aku pernah punya salah sampai dia melakukan hal tersebut? Sinta dan Anita saling tatap dalam Diam, mereka saling mengalihkan tatapannya dari Laura dengan raut wajah yang bingung. "Kenapa bun?" Tanya Laura dengan kening berkerut, "Jangan menutupi apapun dari ku, Laura juga berhak tahu siapa dalangnya!" Lirih Laura dengan mata yang mengiba dan berkaca-kaca. "Jangan karena rasa sayang kalian pada Laura, bunda dan momy menutupi hal ini," lanjut Laura lagi sambil melihat ke arah Sinta dan Anita secara bergantian. "Bunda dan momy cuman gak tega ngeliat kamu terluka lagi," Sinta dan Anita berjalan mendekat ke arah Laura. "Laura lebih terluka jika bunda dan momy menutupi hal ini dari Laura," aku melihat ke arah bunda yang melihat ku dengan raut wajah yang penuh kek

    Last Updated : 2024-05-20
  • Teror Mantan   Bab 69

    Hari yang penuh ketegangan akhirnya tiba untuk Laura Langkahnya menuju sel tahanan Bianca mungkin terasa berat, tetapi juga penuh dengan harapan untuk mendapatkan jawaban. Setelah semua yang terjadi, alasan apa yang akan Bianca berikan? Apakah itu sekadar pembelaan, penyesalan? Bagi Laura, momen ini bukan hanya tentang mendapatkan penjelasan, tetapi juga tentang keberanian menghadapi rasa sakit dan mencari kebenaran, Laura tidak datang sendiri, ia di temani kedua orangtuanya dan juga kedua orang tua Alex termasuk Alex yang sendiri yang ikut hadir, Dimas yang seorang kepala Polisi memudahkan Laura untuk bertemu dengan Bianca di sel tahanan tanpa hambatan. Saat Laura melangkah masuk ke ruangan itu, suasana terasa tegang dan berat. Di tengah ruangan, Bianca duduk dengan tangan terborgol, namun sorot matanya tajam, penuh dengan dendam dan kebencian yang hampir membakar. Tidak ada tanda penyesalan di wajahnya, hanya aura kebencian yang membuat udara di sekitar terasa semakin dingin.

    Last Updated : 2025-02-15
  • Teror Mantan   Bab 70

    Setelah pertemuan yang menguras emosi dengan Bianca, Aruna dan keluarganya akhirnya tiba di rumah. Suasana hening menyelimuti sepanjang perjalanan, dan kini di kediaman mereka, keheningan itu terasa semakin berat.Aruna duduk di sofa, menatap lurus ke depan tanpa fokus, pikirannya melayang-layang. Sejak pembicaraan dengan Bianca, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Rasa sakit dan kebingungan memenuhi hatinya, membuatnya sulit untuk memproses semuanya.Bunda mencoba mendekatinya dengan lembut. "Nak, kamu tidak apa-apa? Kalau kamu butuh cerita, kami di sini," ucapnya dengan nada penuh kasih.Namun, Aruna hanya menggeleng pelan tanpa menoleh. Bibirnya terbuka sedikit, seakan ingin berkata sesuatu, tapi tak ada suara yang keluar.Alex, yang juga berada di sana, menatap Aruna dengan penuh kekhawatiran. Ia merasa bersalah meski tahu ini bukan salahnya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi takut malah memperburuk keadaan.Sementara itu, ayah Aruna memecah kesunyian. "Aruna, apa pun yang kamu

    Last Updated : 2025-02-15
  • Teror Mantan   71

    "Hallo raf, lo di mana?" tanya Alex pada Rafa di seberang telepon sana."Gue lagi jalan-jalan sama Agatha, kenapa, Lex?" tanya Rafa kembali."Gue perlu bicara sama kalian berdua, tentang Laura," jawab Alex dengan nada serius."Kenapa sama Laura?" tanya Rafa, mulai khawatir."Dia kambuh lagi?" lanjut Rafa, menebak keadaan."Bukan. Laura udah pulang, cuma dia masih sedih. Gue butuh bantuan kalian buat ngehibur dia," jelas Alex.Rafa terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja disampaikan oleh Alex. "Oke, gue dan Agatha bakal ke sana, Lex. Tenang aja, kita bantu. Laura nggak sendiri," jawabnya dengan penuh perhatian.Alex menghela napas panjang. "Makasih, Raf. Gue nggak tahu lagi harus gimana, tapi jangan ke sini sekarang, besok pagi aja, Kalau sekarang Laura udah istirahat, "Rafa mengangguk, meskipun Alex tidak bisa melihatnya. "Oke, besok pagi kita datang. Jangan khawatir, kita pasti bantu. Laura nggak akan sendirian," jawabnya dengan yakin."Makasi, Raf. Gue bener-bener nggak tahu h

    Last Updated : 2025-02-18
  • Teror Mantan   72

    Di perjalanan menuju Dufan, Laura hanya duduk diam di kursi belakang, mendengarkan candaan Rafa dan Alex yang seperti biasa tak ada habisnya. Sesekali, ia tersenyum kecil saat Agatha memutar lagu-lagu favorit mereka. Namun, senyum itu segera pudar, tergantikan oleh perasaan ragu—apakah ia benar-benar pantas menikmati momen ini?"Lo nggak ikut nyanyi, Ra? Padahal ini lagu kesukaan lo. Meski... suara lo nggak bagus-bagus amat sih," ejek Agatha sambil melirik Laura di kaca spion.Laura mendengus pelan, "Gue lagi nggak mood.""Meskipun suara Laura nggak bagus-bagus amat, tapi dia tetap juara di hati gue," timpal Alex dengan nada menggoda.Rafa tertawa keras. "Aduh, Lex. Jadi mantan aja gombalnya nggak hilang-hilang!"Candaan itu membuat Laura tersenyum kecil lagi, meski ia berusaha menyembunyikannya. Ada kehangatan di antara mereka, sesuatu yang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, walau hanya sesaat.---Setibanya di Dufan, suara ramai langsung menyambut mereka. Anak-anak berlari kegi

    Last Updated : 2025-02-19
  • Teror Mantan   73

    Alex turun dari mobilnya, diikuti oleh Rafa dan Agatha. Karena keduanya datang dengan motor, Alex tidak akan mengantar mereka pulang ke rumah masing-masing. Setelah memastikan Rafa dan Agatha sudah pergi, Alex bergegas masuk ke rumahnya." "Kamu sudah pulang, Lex?" tanya Anita yang tampak akan pergi keluar rumah. "Iya. Mau ke mana, Mom?" balas Alex. "Mau ke rumah Laura. Papa juga sudah ada di sana. Ada hal yang mau Papa bicarakan dengan orang tuanya Laura, soal masalah persidangan nanti. Makanya Momy mau ke sana juga, buat nenangin Laura," jelas Anita. "Mom, emang harus, ya? Apa nggak bisa persidangannya tanpa Laura? Momy tahu sendiri kan, kondisi Laura belum pulih sepenuhnya," ujar Alex dengan nada khawatir. "Lex, Momy tahu," Anita menjawab dengan nada lembut tapi tegas. "Tapi Momy juga nggak bisa berbuat apa-apa, termasuk Papa. Ini sudah keputusan hukum. Kamu mau kan, Ezra sama Bianca mendapatkan hukuman yang setimpal?" Alex terdiam, hatinya bergejolak antara rasa kasihan

    Last Updated : 2025-02-22

Latest chapter

  • Teror Mantan   Alasan Ezra

    Setelah perbincangan selesai, Burhan pamit. Ada pekerjaan di sekolah yang harus ia selesaikan, sementara Daniel tetap tinggal di kantor polisi. Masih ada seseorang yang harus ia temui—seseorang yang mungkin bisa memberinya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya.Daniel kini berada di ruang interogasi, duduk berhadapan dengan Ezra, seorang remaja yang tertangkap karena membantu Bianca, putri Daniel, dalam aksi kejahatan yang mencoreng nama keluarganya sekaligus membuatnya bingung.Daniel menatap Ezra dengan tatapan tajam, mencoba menembus lapisan kebingungan dan rasa bersalah yang terlihat di wajah anak itu. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya—apa alasan Ezra mau terlibat dalam kekacauan ini?“Aku nggak habis pikir, Ezra,” suara Daniel terdengar dingin dan tegas. “Kenapa kau mau membantu putriku melakukan hal seburuk itu? Kau tahu apa akibatnya, kan?”Ezra menunduk, kedua tangannya saling meremas dengan gelisah. Suaranya terdengar pelan, hampir seperti bisikan.

  • Teror Mantan   Ayah Bianca

    Di ruangan sempit berukuran 3x3 itu, Bianca duduk tertunduk, meskipun sorot matanya tetap tajam dan penuh sinis. Di depannya, Daniel, ayahnya, duduk dengan wajah lelah dan frustrasi. Ia menatap putrinya dengan campuran kecewa dan marah yang sulit ia sembunyikan. "Kenapa sih, Bi? Kamu selalu susah dibilangin," ucap Daniel dengan nada penuh penyesalan. "Andai sejak awal kamu pilih ikut Papi ke luar negeri, kamu nggak bakal ada di sini sekarang." Bianca mendongak sedikit, bibirnya tersenyum dingin. "Dan hidup jadi boneka Papi di sana? Maaf, nggak tertarik," balasnya dengan nada sarkastik, meski suaranya terdengar lemah. Daniel mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menahan amarah. "Bianca, ini bukan soal kontrol atau apa yang kamu pikirkan. Ini soal masa depanmu. Kalau kamu dengar dari dulu, hidupmu nggak akan berantakan seperti ini!" Bianca menghela napas panjang, lalu membuang pandangannya ke dinding. "Berantakan? Hidupku berantakan karena aku yang pilih jalanku sendiri, b

  • Teror Mantan   Kabar Baik

    Setelah Bu Arsy pergi lebih dulu, suasana di ruang kepala sekolah terasa lebih tenang, meskipun beban suasana masih terasa menggantung. Kini hanya ada Sinta, kepala sekolah, dan beberapa guru yang tetap duduk di tempat mereka masing-masing.Kepala sekolah akhirnya membuka suara, memecah keheningan. "Bu Sinta, saya tahu ini bukan situasi yang mudah, baik untuk Anda maupun untuk sekolah. Kami benar-benar menyesalkan apa yang terjadi, dan kami akan memastikan bahwa tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa depan."Sinta mengangguk pelan, meskipun raut wajahnya masih terlihat tegang. "Apa yang saya inginkan hanyalah keadilan untuk Laura. Anak saya sudah menderita cukup banyak. Dan saya ingin memastikan bahwa Ezra mendapatkan hukuman yang setimpal. Jika sekolah bisa membantu proses ini, saya akan sangat menghargainya."Salah satu guru, Bu Endang, yang sebelumnya ikut berbicara, menatap Sinta dengan sorot mata penuh pengertian. "Bu Sinta, kami juga akan berusaha membantu Laura. Jika dia i

  • Teror Mantan   Permintaan Sinta

    “Ya, memang seharusnya begitu, Pak Kepala Sekolah. Kasus Ezra ini sudah termasuk tindakan kriminal. Di usia dia yang seharusnya digunakan untuk belajar dan menjadi teladan, kenapa dia malah melakukan tindakan sekejam itu?” ujar Sinta dengan nada marah, meskipun berusaha mengendalikan emosinya. “Apalagi dia adalah ketua OSIS di SMA Harapan ini. Bukankah itu membuat segalanya semakin buruk? Bagaimana bisa seorang pemimpin siswa melakukan hal seperti ini?”Kepala sekolah mengangguk pelan, raut wajahnya penuh rasa bersalah. “Kami sangat menyesal atas apa yang terjadi, Bu Sinta. Mungkin Ezra khilaf hingga melakukan perbuatan tersebut. Tapi kami pastikan, sebagai pihak sekolah, kami akan mengambil langkah tegas. Ezra akan dikeluarkan dari sekolah ini,” katanya tegas.Ia melanjutkan, “Untuk Laura, kami ingin memastikan dia tahu bahwa dia adalah korban dan tidak bersalah dalam situasi ini. Kami akan memberikan dukungan penuh untuk membantunya kembali bersekolah di sini, jika itu menjadi keput

  • Teror Mantan   Ruang kepala sekolah

    Jam menunjukkan pukul 9 pagi, Sinta sudah siap untuk pergi ke sekolah Laura, memenuhi panggilan dari kepala sekolah.“Kamu yakin gak mau ikut?” tanya Sinta lagi, untuk yang kesekian kalinya.“Gak, Bun. Buat apa Laura ikut,” jawab Laura sambil memandangi ibunya yang sibuk bersiap-siap.“Ya sudah, kalau kamu gak mau, Bunda berangkat sekarang,” ujar Sinta sambil mengambil tasnya dan melangkah menuju pintu.“Iya, Bun,” sahut Laura pelan, menatap punggung ibunya yang semakin menjauh...... Sesampainya di sekolah, waktu istirahat para siswa dan siswi tengah berlangsung. Sinta melangkah masuk dengan tubuh tegap, meskipun ia menyadari tatapan-tatapan penuh rasa ingin tahu yang tertuju padanya. Bisikan-bisikan dan hinaan terdengar samar dari arah kelompok siswa yang berkumpul, namun Sinta tetap melangkah tanpa goyah. Baginya, ucapan para remaja itu tak berarti apa-apa. Mereka hanya anak-anak yang belum mengerti apa-apa.Sudah beberapa kali ia datang ke sekolah ini, jadi Sinta tahu betul di ma

  • Teror Mantan   Pelukaan Ibu

    Pagi telah berlalu, dan Alex terbangun dari tidurnya karena dering ponsel yang memecah keheningan. Suara itu begitu mengganggu, membuatnya mengerutkan dahi dengan kesal.Dengan mata yang masih berat, Alex meraih ponselnya di meja samping tempat tidur. Tanpa melihat siapa yang menelepon, ia langsung menjawab dengan suara serak, "Halo?"Suara yang tak asing terdengar di seberang, nadanya terdengar tergesa-gesa. "Alex, lo udah liat berita yang lagi viral sekarang?"Alex mengernyit, mencoba memahami maksudnya. "Berita apa?" Ia melirik layar ponsel, baru menyadari nama Rafa tertera di sana."Mendingan lo buka Instagram sekarang," suruh Rafa dengan nada cemas yang sulit disembunyikan.Alex menghela napas berat, bingung sekaligus penasaran. Ia membuka aplikasi Instagram seperti yang diminta. Matanya membelalak saat melihat unggahan yang viral di Instagram. Judulnya jelas: "Terbongkar! Pelaku Kejahatan Terhadap Laura Akhirnya Terungkap."Alex mengusap wajahnya dengan gelisah. Ia memang beren

  • Teror Mantan   Tekad Alex

    "Bunda," panggil Alex saat memasuki rumah Laura yang tampak sepi.Ia melihat ke sana kemari, tapi tak menemukan siapa pun di lantai bawah."Oh, kamu, Lex," sahut Sinta sambil keluar dari kamar."Sepi banget, Bun. Om ke mana?" tanya Alex penasaran."Ayah Laura ada pekerjaan mendadak di luar kota. Mungkin satu atau dua hari baru balik," jelas Sinta. "Kalau Laura, paling dia di kamarnya."Alex terkekeh kecil. "Aku tahu kok dia di kamar, tadi aku lihat dari jendela. Lucu banget, dia kelihatan salah tingkah pas ngintip."Kamu pasti jahilin Laura lagi, ya?" tuduh Sinta sambil melangkah mendekati Alex."Ah, Bunda, enggak kok. Cuma manggil doang," jawab Alex sambil terkekeh kecil, mencoba membela diri."Alex ke sini mau ngasih surat buat Bunda, dari sekolah. Ini panggilan untuk orang tua Laura," ucap Alex sambil menyerahkan surat tersebut kepada Sinta.Sinta menerima surat tersebut dan membacanya sekilas. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Alex dengan penuh rasa khawatir. "Ini tentang

  • Teror Mantan   Sinar Harapan

    Aku masuk ke dalam kamar dengan langkah gontai. Pintu kututup perlahan, tapi rasanya seperti ada beban berat yang mengunci semua energi di tubuhku. Aku duduk di sudut ranjang, memeluk lututku sendiri.Meskipun Ayah dan Bunda tadi memberikan dukungan penuh, aku tahu mereka pasti kecewa. Bagaimana tidak? Anak perempuan mereka yang diharapkan bisa menjadi kebanggaan malah menjadi beban. Aku bahkan tidak bisa bicara dengan pengacara tadi. Aku gagal lagi.Aku menunduk, menatap lantai kosong. Hidupku sudah hancur. Semua yang kubangun, semua yang kucita-citakan, rasanya sirna dalam sekejap. Masalah ini bukan hanya menghancurkan masa depanku, tapi juga mencoreng nama baik keluargaku.Air mata mulai jatuh tanpa bisa kuhentikan. Suara isakan kecil memenuhi keheningan kamar. Aku tahu Ayah dan Bunda mencoba menguatkanku, tapi aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Bagaimana mereka bisa bangga pada anak perempuan seperti aku—yang bahkan tidak punya keberanian untuk menghadapi semuanya?Aku merem

  • Teror Mantan   Kamu Gak Sendiri

    Sementara itu, di rumah Laura, suasana terasa canggung. Seorang pria berjas rapi, pengacara yang dipanggil oleh ayah Laura, duduk di ruang tamu bersama mereka. Ia membawa sebuah tas kerja dan setumpuk dokumen yang diletakkannya di atas meja.“Silakan diminum, Pak, tehnya,” ujar Sinta dengan senyum ramah sambil menyodorkan cangkir teh."Terima kasih, Bu," jawab pengacara itu sopan sebelum menyesap teh hangat tersebut.Namun, berbeda dengan kehangatan Sinta, Laura justru duduk di sudut sofa dengan kepala tertunduk. Jemarinya sibuk memainkan ujung sweater yang ia kenakan, mencerminkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.Ayah Laura, yang duduk di sebelah pengacara itu, berdehem kecil, mencoba mencairkan suasana. “Jadi, Pak Adrian, bagaimana langkah awal yang bisa kita ambil untuk membantu Laura keluar dari masalah ini?”Adrian meletakkan cangkir tehnya, lalu membuka map di hadapannya. “Saya sudah membaca berkas-berkas yang Bapak kirimkan sebelumnya. Situasinya cukup rumit, tapi tida

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status