Beberapa bulan berlalu dengan sangat tenang, hingga hari kelulusan tiba.
Setelah semua prosesi sakral yang dilakukan di lapangan terbuka itu, akhirnya Elara lulus.
Gadis itu terdiam sesaat dengan mata mengelilingi sekitarnya.
Pemandangan di luar gedung kampus begitu indah. Elara tersenyum dalam diam nya, ketika menangkap berbagai tingkah serta seruan dari sekian ratus orang yang ada di sana.
Semua teman-temannya --kecuali dirinya, tengah dipeluk bangga dan berbincang gembira oleh keluarga mereka.
Entah itu kedua orangtua yang lengkap, atau hanya ibu saja, ayah saja, bahkan ada pasangan paman dan bibi yang memberikan selamat kepada keponakan mereka.
Wajah-wajah bahagia dan gembira yang menguar kuat, menularkan senyum di diri Elara.
Gadis bersurai cokelat madu itu pun ikut tersenyum --mungkin tidak selebar mereka semua, namun ia secara tulus ikut berbahagia bersama mereka.
Kaki Elara bergerak menapaki anak tangga setelah melewati
Arion sungguh tidak mengira dirinya akan terjebak berada di dalam angkutan umum seperti ini.Pria itu melirik gadis di sebelahnya yang terlihat santai memandang ke arah luar jendela.Demi apa, dirinya telah mengenakan pakaian formal --meskipun ia memesan setelan jas paling murah dan paling sederhana.Itu hanya seperempat harga dari yang biasa Arion miliki. Tidak kurang dari empat puluh ribu dolar untuk setiap set jas yang ia miliki dalam koleksinya.Dan kini, ia ada dalam satu bus, dengan hunjaman tatapan dari berpasang mata pada dirinya.Arion memang sangat menarik perhatian. Tubuh tinggi tegap itu benar-benar pencuri kekaguman. Terbalut sempurna di tubuh proporsionalnya serta ditunjang wajah tegas nan tampan.Pria bermanik kelabu itu mengembus napas. Merasa risih dengan sekeliling yang tidak biasa ini.Elara pun menyadari keresahan Arion lalu menoleh pada pria tampan itu.“Mengapa kau terlihat begitu gugup? Apa ini pertama kali bagimu naik bus?”Arion mengangguk spontan dan itu menge
Arion ingin dengan leluasa mengatakan pada gadis itu bahwa dirinya bebas meminta apapun yang ada di dunia ini.Jika Elara terpesona dengan kerlip cahaya dari kapal-kapal di kejauhan sana, ia akan membelikannya kapal-kapal itu.Jika Elara menyukai tempat yang berada di tepi pantai, maka ia akan membangun istana untuknya di pulau yang dikelilingi lautan.Jika Elara mengatakan gaun yang dikenakan wanita lain itu indah, maka ia akan mendatangkan semua designer ternama hanya untuk mengukur langsung dan membuatkan gaun haute couture untuknya.Ia akan melakukan semuanya.Semua, untuk gadis bernetra zamrud dan bersurai madu itu. Karena gadis itu adalah istrinya.Ya. Istrinya.Bukan dengan alasan lain.Menjadi istri seorang Arion Ellworth dan menyandang nama Ellworth di belakangnya, sudah menjadi satu-satunya alasan paling tepat ia akan melakukan semua itu untuk Elara.Arion berdeham.Mungkin ini waktu yang tepat untuk men
“Oh, my Dear! Betapa kebetulan!”Arion yang terhenti dari perkataannya karena panggilan itu, mengangkat wajah dan mendapati seorang perempuan menatapnya takjub dan kaget.Pandangan pria tampan itu bergeser dan melihat Isabelle di sana --bersama perempuan itu. Seketika air muka tampan itu berubah. “Nona Goldwin…” Elara berujar lirih.“Kau mengenalnya?” Arion langsung mengernyit mendengar Elara menyebut nama Isabelle.“Ah iya,” Elara mengangguk. “Aku bertemu dengan Nona Goldwin di pesta Nona May Shalya.”“Ini benar-benar kebetulan yang luar biasa, Tuan Mu--”“Apa kalian hendak makan? Atau akan keluar?” Arion memotong ucapan perempuan di samping Isabelle dengan tatapan tajam.Perempuan itu tentu tidak sanggup melawan tatapan Arion lalu beralih pada Isabelle. “Ini… aku… datang bersama Nona Goldwin dan kami baru mau
“Aku perlu bicara padamu.” Suara Arion membuat Elara menghentikan sejenak kegiatannya membuat adonan pancake untuk sarapan mereka pagi ini. Lebih seperti ‘brunch’ (breakfast lunch). Karena bukan benar-benar sarapan, saat ini hampir jam sebelas siang.“Bicaralah,” balas Elara lalu langsung melanjutkan lagi kegiatannya yang tadi sempat terhenti.“Tinggalkan dulu itu,” Arion lalu berbalik meninggalkan area pantri dan menuju ruang depan.Elara menoleh dan menatap punggung Arion sebelum ia kemudian meletakkan spatula dan melepas apron dari tubuhnya.“Apa yang ingin kau bicarakan? Tampaknya penting?” Elara bertanya dengan nada sedikit menggoda.Arion sebelumnya memang tidak pernah mengajaknya bicara serius. Pria itu --dalam pandangan Elara, selalu melakukan apapun sesukanya.Namun pria itu kini mengajaknya bicara. Mungkin ini benar-benar hal serius dan penting.Elara mengambil temp
“Pelan-pelan!”Peringatan Arion tidak digubris Elara yang langsung berlari masuk ke dalam kantor polisi, begitu mobil yang dikendarai Arion berhenti di depan bangunan itu.Elara menengok kanan kiri mencari keberadaan sahabatnya yang beberapa saat lalu mengabari dirinya berada di kantor polisi.Arion telah menyusul Elara dan kini berdiri di belakang gadis yang terlihat panik itu.“Di sana,” tunjuk Arion ke satu arah.Elara mengikuti petunjuk itu dan melihat Jeanne yang duduk diam di sana dengan kepala tertunduk.“J!” Elara setengah berlari menghampiri sahabatnya yang langsung mendongak dan berdiri dengan mata terkejut sekaligus lega melihat kedatangan Elara.Ia memiringkan kepala dan mendapati sosok lain ikut berjalan mendekat ke arahnya. “Kau bersama Arion?”Elara mengangguk. “Dia tidak mengijinkanku pergi sendiri.”“How sweet,” ledek Jeanne. “Kalian seperti pasangan yang sudah menikah saja.”“We are,” jawab Arion acuh.Elara membulatkan mata dan menoleh cepat ke sisi kanannya, di mana
“Oh diamlah!” Elara berdecak kesal. “Tidak seperti itu, J!”“Hohoho baiklah, Miss Saint (Nona Suci).” Jeanne menyandarkan punggungnya ke belakang. “Ingat El. Kau berhutang penjelasan padaku.”“Aku tahu! Sudah, diamlah saja.”Jeanne terkekeh mendengar omelan Elara.Beberapa waktu kemudian, SUV yang dikendarai Arion tiba di blok apartemen Jeanne.Gadis itu turun, dan membungkuk di sisi jendela Elara.“Thanks atas bantuan kalian hari ini.” Ia lalu beralih ke Arion. “Mr. Arion, aku tahu Elara sedikit galak dan cuek. Tapi hatinya sangat mudah tersentuh. Kalian baik-baiklah dan segera buat anak.”“J!” Elara membentak dengan wajah bersemu merah muda.Jeanne terkekeh lalu berpamitan dan melambaikan tangan pada keduanya.Elara melirik Arion yang terlihat santai. Gadis bernetra zamrud itu berdeham untuk mengusir kecanggungan.“Kau bilang apa pada polisi tadi?” Ia menoleh ke arah Arion yang baru memindahkan tuas ke mode drive lagi.“Aku bilang saja, dia baru dikhianati calon tunangannya dan tidak
“Kita akan lanjutkan meeting jam tiga nanti.” Arion menutup pertemuan di siang hari itu.Ia berada di kantor Triton Land Inc di San Francisco, sejak pagi tadi.Semua peserta pertemuan bergegas keluar untuk mengerjakan apa yang telah di instruksikan oleh Arion pada pertemuan mereka pagi itu.Pria bermanik kelabu itu kini berada di ruangannya.Ia adalah pemilik dari Triton Land Inc, pengembang dan pengelola real estate terkemuka di California yang terdiversifikasi di segmen real estate ritel, komersial, dan perumahan.Triton Land Inc memiliki model pengembangan properti terintegrasi, dan terkenal sebagai pelopor pengembangan superblock di seluruh negara bagian California.Proyek landmark Triton Land Inc terkenal berkualitas tinggi mulai dari township hingga proyek super luxury premium.Triton Land Inc termasuk salah satu perusahaan di bawah AE Group.Meski demikian, Arion terlihat serius menangani Triton Land Inc dibandingkan dengan perusahaan AE Group lainnya.Pada tiga tahun lalu, Ario
“Apa yang kau lakukan di sini, Lucas?” Isabelle menampakkan wajah terkejutnya saat melihat Lucas di depan pintu suite.Bukan karena Lucas yang mendapat akses masuk ke lantai atas, tapi karena Lucas yang tiba-tiba berada di San Francisco setelah kemarin siang berbicara dengannya di telepon.Bukan hal yang aneh, jika Lucas memiliki akses ke lantai yang berisi presidential suite karena keluarga Enzo memiliki saham atas hotel tersebut.Lucas memang berasal dari keluarga kelas atas di Sacramento --seperti halnya Goldwin.Moon Park Hotel memang dibangun Triton Land Inc, namun Goldwin dan Enzo memiliki saham di sana.Lucas dan Isabelle saling mengenal sejak kecil kemudian Arion masuk dalam lingkungan mereka sejak remaja.“Mengapa kau ada di sini?” Isabelle mengulang pertanyaannya setelah ia memiringkan tubuh dan membiarkan Lucas masuk ke suite-nya.“Aku tidak tenang, Ella.” Lucas mengambil tempat di sofa tengah suite. Ia mengempas tubuhnya dengan kasar di sana. Wajahnya pun sedikit terlihat k
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e