Agnia mengusap pinggang flase midi skirt yang dikenakannya malam ini untuk kesekian kali. Setelah itu tangannya tanpa sadar mengusap simpul pita di sisi kiri. Memastikan kalau pita masih tersimpul rapi. Dia menarik napas panjang sambil memperhatikan ujung stiletto berwarna gradasi hitam ke merah dengan sol merah yang menjadi ciri khas salah satu brand sepatu high end. Gadis itu tahu kalau dia sedang tidak baik-baik saja.Bagaimana mungkin dia dapat baik-baik saja kalau beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan hampir seluruh keluarga besar kekasihnya. Keluarga Widjaja. Malam ketika Agnia menerima lamaran Narendra, hidupnya seketika berubah. Dia terbangun dengan seluruh media membahas tentang hubungannya dan Narendra. Situasi semakin memanas ketika keluarga Widjaja merilis berita tentang pertunangan antara Agnia dan Narenda yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Ketika pertama kali mendengar kabar itu, Agnia sontak menghubungi kekasihnya karena mereka tidak pernah membicarakan
"Wow," tanpa sadar komentar itu keluar dari mulut Agnia.Bagaimana tidak, ketika Narendra mengatakan kalau pertemuan keluarga malam ini diadakan di kediaman orang tuanya, gadis itu membayangkan sebuah pertemuan sederhana. Walau dia tahu keluarga besar kekasihnya akan berkumpul tapi apa yang dilihatnya saat ini sangat jauh dari bayangannya.Beberapa meja panjang ditata mengelilingi satu meja utama dengan sembilan kursi. Sepertinya itu meja yang akan ditempati oleh keluarga utama. Setiap meja juga terlihat indah dengan dekorasi bunga segar dalam pot kristal berbagai ukuran, candlelier mewah yang tergantung di tengah halaman, dan lilin-lilin panjang yang menyala dengan api yang bergoyang pelan menambah kesan romantis. Dalam sekali pandang Agnia tahu kalau membutuhkan waktu panjang menyiapkan ini semua.Bagaimana tidak, selain meja-meja yang tertawa sempurna, halaman belakang juga semakin indah dengan lampu-lampu yang tergantung serta hiasan lain seperti pilar denganGrande. Itu yang ada
"Kamu pasti lelah," Rheinya bertanya tepat ketika asisten rumah tangga meletakkan secangkir marmalade tea di hadapan Agnia, "Menghadapi keluarga Widjaja memang tidak mudah."Selesai makan malam dan pertemuan keluarga, Rheinya tidak memperbolehkan Agnia untuk langsung pulang. Wanita itu mengundang Agnia ke ruang kerjanya untuk menikmati teh dan berbincang. Tentu saja Agnia langsung mengiyakannya. Dia selalu senang menghabiskan waktu bersama sang calon mertua. Rheinya tidak pernah menghakimi atau mengintimidasi. Wanita itu juga begitu cerdas dengan relasi yang luar biasa. Selama ini, Rheinya sudah banyak membantunya dengan menjadi teman bertukar pikiran jika Narendra sedang sibuk."Aku tidak selelah itu, Ma," Agnia tersenyum sambil meletakkan sebuah bantal ke pangkuannya.Rheinya tertawa kecil, "Aku yang sudah bertahun-tahun jadi menantu di keluarga ini masih belum terbiasa. Apa lagi kamu.""Tidak akan pernah menjadi mudah," Rheinya tersenyum penuh simpati, "Menjadi anggota keluarga Wid
"Aku kecewa."Agnia berdiri di tengah kamar Narendra di kediaman utama keluarga Widjaja. Gadis itu memandang sekeliling sambil sesekali mengambil beberapa barang yang menarik perhatiannya."Kenapa?" Narendra yang berbaring di tempat tidur langsung bangkit dan menggunakan siku sebagai tumpuan."Kamar kamu nggak jauh beda sama kontrakan petak kamu," Agnia tertawa kecil, "Kamu yakin kalau ini kamar waktu kamu remaja?""Maaf kalau aku mengecewakanmu," pria itu mengulurkan tangan seakan meminta kekasihnya untuk mendekat, "Tapi aku memang tidak pernah menyukai sesuatu secara berlebihan. Kamu pasti membayangkan kamarku penuh dengan poster klub atau semacamnya, ya?"Gadis itu mengangguk, "Atau poster band. Tahunya malah rapi banget gini.""Dari dulu aku memang tidak menyukai sesuatu secara berlebihan. Terlebih aku hanya menggunakan kamar ini sampai usiaku dua belas tahun. Belum sempat fanatik terhadap sesuatu.""Kayaknya sampai sekarang juga gitu, ya?" Agnia berdiri di antara kaki Narendra da
"Mbaak!" Sari menarik tangan Agnia seakan ingin menghentikan langkah aktrisnya yang dengan santai berlenggang memasuki salah satu restoran mewah Ibukota."Kenapa?" Agnia akhirnya berhenti dan menoleh ke arah asistennya, "Kita udah telat, lho!""Mbak yakin ngajak aku makan di sini?" Dia berbisik pelan di telinga Agnia. Ini akan sangat memalukan jika ada waitress atau pengunjung lain yang mendengar."Memangnya kenapa?" Entah mengapa Agnia ikut berbisik."Di sini mahal banget, lho, Mbak! Kemarin aku lihat selebgram makan di sini berlima habis sampai lima puluh juta! Lagian aku itu nggak cocok sama makanan yang secimit-secimit gitu! Porsiku ini porsi kuli!"Agnia tertawa mendengar celotehan asistennya, "Tenang aja. Nanti kamu bisa makan sepuas yang kamu mau. Nggak usah pikirin bayarnya. Hari ini aku yang traktir.""Tapi Mbaaak ...""Apalagi?" Agnia baru akan melangkah ketika protesan kembali terdengar dari mulut asistennya."Aku malu! Mbak nggak lihat pakaian aku? Aku kira cuma bakalan di
"Maaf," Narendra melangkah masuk bergabung dengan Abimana, Badi dan Bang Ucok di salah satu lounge mewah yang terletak tidak jauh dari gedung Widjaja Group. "Mendadak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.""Kerjaan? Kok, lo nggak manggil gue?" Abimana langsung bereaksi ketika mendengar kata pekerjaan. Bagaimanapun dia merupakan tangan kanan Narendra. Seharusnya dia membantu dan memperingan pekerjaan sepupunya itu sekalipun sudah di luar jam kerja seperti sekarang."Bukan masalah besar," Narendra melepas kancing jas sebelum duduk di salah satu sofa bersalut kulit, "Hanya saja harus diselesaikan secepat mungkin. Sudah aku email ke kamu, besok bisa kamu periksa dan pastikan semuanya dilaksanakan.""As you wish," Abimana tersenyum lebar, "Kita udah mulai duluan kayak yang lo suruh.""Mantap kali minuman di sini. Puas kali aku dari tadi nyobain macam-macam," Bang Ucok terbahak, "Bartendernya pun pintar. Banyak dapat pengetahuan baru aku tentang minuman. Kapan-kapan aku ke sini lagi sama
"Masih ada lagi, Mbak?" Calya mengeluarkan sebotol air mineral dari kulkas. "Ada," Aruna membuka iPad yang berisi jadwal kegiatannya. Sejak remaja gadis itu terbiasa mencatat dan merencanakan kegiatannya. Jika dulu di buku catatan maka sekarang dia mencatat segalanya di Ipad, "Memilih desainer untuk gaun pengantin memang nggak mudah. Makanya aku bikin janji dengan beberapa desainer." "Kak Agnia belum capek, kan?" Setelah mengambil dua botol air mineral lagi baru Calya kembali ke sofa tempat Agnia dan Aruna berada. "Dibanding syuting ini nggak ada apa-apa," Agnia tertawa kecil untuk mencairkan suasana, "Lagian ini buat aku juga, kan?" Calya mengangguk, "Iya, dong! Yang mau nikah, kan, Kak Agnia bukan atau Mbak Aruna," dia tersenyum, "Desainer berikutnya datang jam berapa?" "Lima belas menit lagi sepertinya. Lumayan kita bisa istirahat bentar, kan?" Gadis itu mencatat sesuatu di iPadnya, "Tapi aku penasaran, deh, Kak. Kenapa Kakak nggak pakai desainer luar aja? Kakak mau siapa tingg
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan