"Aku kecewa."Agnia berdiri di tengah kamar Narendra di kediaman utama keluarga Widjaja. Gadis itu memandang sekeliling sambil sesekali mengambil beberapa barang yang menarik perhatiannya."Kenapa?" Narendra yang berbaring di tempat tidur langsung bangkit dan menggunakan siku sebagai tumpuan."Kamar kamu nggak jauh beda sama kontrakan petak kamu," Agnia tertawa kecil, "Kamu yakin kalau ini kamar waktu kamu remaja?""Maaf kalau aku mengecewakanmu," pria itu mengulurkan tangan seakan meminta kekasihnya untuk mendekat, "Tapi aku memang tidak pernah menyukai sesuatu secara berlebihan. Kamu pasti membayangkan kamarku penuh dengan poster klub atau semacamnya, ya?"Gadis itu mengangguk, "Atau poster band. Tahunya malah rapi banget gini.""Dari dulu aku memang tidak menyukai sesuatu secara berlebihan. Terlebih aku hanya menggunakan kamar ini sampai usiaku dua belas tahun. Belum sempat fanatik terhadap sesuatu.""Kayaknya sampai sekarang juga gitu, ya?" Agnia berdiri di antara kaki Narendra da
"Mbaak!" Sari menarik tangan Agnia seakan ingin menghentikan langkah aktrisnya yang dengan santai berlenggang memasuki salah satu restoran mewah Ibukota."Kenapa?" Agnia akhirnya berhenti dan menoleh ke arah asistennya, "Kita udah telat, lho!""Mbak yakin ngajak aku makan di sini?" Dia berbisik pelan di telinga Agnia. Ini akan sangat memalukan jika ada waitress atau pengunjung lain yang mendengar."Memangnya kenapa?" Entah mengapa Agnia ikut berbisik."Di sini mahal banget, lho, Mbak! Kemarin aku lihat selebgram makan di sini berlima habis sampai lima puluh juta! Lagian aku itu nggak cocok sama makanan yang secimit-secimit gitu! Porsiku ini porsi kuli!"Agnia tertawa mendengar celotehan asistennya, "Tenang aja. Nanti kamu bisa makan sepuas yang kamu mau. Nggak usah pikirin bayarnya. Hari ini aku yang traktir.""Tapi Mbaaak ...""Apalagi?" Agnia baru akan melangkah ketika protesan kembali terdengar dari mulut asistennya."Aku malu! Mbak nggak lihat pakaian aku? Aku kira cuma bakalan di
"Maaf," Narendra melangkah masuk bergabung dengan Abimana, Badi dan Bang Ucok di salah satu lounge mewah yang terletak tidak jauh dari gedung Widjaja Group. "Mendadak ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.""Kerjaan? Kok, lo nggak manggil gue?" Abimana langsung bereaksi ketika mendengar kata pekerjaan. Bagaimanapun dia merupakan tangan kanan Narendra. Seharusnya dia membantu dan memperingan pekerjaan sepupunya itu sekalipun sudah di luar jam kerja seperti sekarang."Bukan masalah besar," Narendra melepas kancing jas sebelum duduk di salah satu sofa bersalut kulit, "Hanya saja harus diselesaikan secepat mungkin. Sudah aku email ke kamu, besok bisa kamu periksa dan pastikan semuanya dilaksanakan.""As you wish," Abimana tersenyum lebar, "Kita udah mulai duluan kayak yang lo suruh.""Mantap kali minuman di sini. Puas kali aku dari tadi nyobain macam-macam," Bang Ucok terbahak, "Bartendernya pun pintar. Banyak dapat pengetahuan baru aku tentang minuman. Kapan-kapan aku ke sini lagi sama
"Masih ada lagi, Mbak?" Calya mengeluarkan sebotol air mineral dari kulkas. "Ada," Aruna membuka iPad yang berisi jadwal kegiatannya. Sejak remaja gadis itu terbiasa mencatat dan merencanakan kegiatannya. Jika dulu di buku catatan maka sekarang dia mencatat segalanya di Ipad, "Memilih desainer untuk gaun pengantin memang nggak mudah. Makanya aku bikin janji dengan beberapa desainer." "Kak Agnia belum capek, kan?" Setelah mengambil dua botol air mineral lagi baru Calya kembali ke sofa tempat Agnia dan Aruna berada. "Dibanding syuting ini nggak ada apa-apa," Agnia tertawa kecil untuk mencairkan suasana, "Lagian ini buat aku juga, kan?" Calya mengangguk, "Iya, dong! Yang mau nikah, kan, Kak Agnia bukan atau Mbak Aruna," dia tersenyum, "Desainer berikutnya datang jam berapa?" "Lima belas menit lagi sepertinya. Lumayan kita bisa istirahat bentar, kan?" Gadis itu mencatat sesuatu di iPadnya, "Tapi aku penasaran, deh, Kak. Kenapa Kakak nggak pakai desainer luar aja? Kakak mau siapa tingg
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad