Milla ingat sekali bagaimana perasaannya ketika mengetahui pacarnya itu berdusta. Dia merasa seakan langitnya runtuh sebab, semuanya terjadi di saat Milla sedang berduka karena kehilangan ayah dan sahabat terbaiknya. Saat itu dia benar-benar merasa sendirian, tidak punya orangtua dan kerabat, tidak ada tempat untuk mencurahkan kesedihan, bahkan Milla pun sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri namun, dia ingat bahwa laki-laki itu tidak cukup berharga untuk membuatnya mengorbankan nyawa. "Jangan sedih, masih banyak pria baik-baik yang bisa dijadikan pendamping dan akan melindungi Kamu seumur hidup," hibur Eddy. Milla tertawa sumbang. "Apakah menurutmu Aku masih ada minat untuk kembali menjalin cinta dengan laki-laki lain?" tanya Milla sambil memutar bola matanya bosan. "Semuanya mungkin-mungkin saja, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apakah Kamu tidak pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa hati yang terluka dapat disembuhkan dengan hati yang baru?" kat
Hampir saja Eddy keceplosan bilang ke Milla kalau dirinya cepat-cepat pulang ke vila karena khawatir kepadanya. "Karena?" tanya Milla penasaran. "Karena Aku ingat Aku belum menyalakan listrik di vila ini. Tidak tahunya listrik di sini akan hidup dan mati secara otomatis," kata pemuda itu berbohong sambil menggaruk kepalanya tidak gatal. Milla kembali ke kursinya dan tersenyum. Tapi tatapan sedih itu tetap menghiasi matanya. Hal itu benar-benar membuat Eddy jadi merasa tidak enak. Di dalam hati Eddy menyesali mengapa dari sekian banyak pembicaraan dia dan Milla harus terjebak dalam kisah sedih seperti itu. Walaupun itu baik karena akhirnya dia dapat mengetahui sisi lain Milla, tetap saja ini bukan saat yang tepat untuk berbagi kisah yang terlalu dalam. 'Pantas saja tadi Dia merasa ragu untuk mengatakannya kepadaku. Ini semua salahku karena sudah membuat Dia jadi teringat pada kemalangannya. Aku harus menghentikan pembicaraan ini,' putus Eddy di dalam hati. Eddy merasa pasti meny
Milla memasuki kamar Shasha yang semasa hidupnya sangat dekat dengan Milla hingga seperti anak kembar dan kemana-mana selalu bersama. Hanya pada saat Milla kuliah di Jakarta saja mereka mulai berpisah. Namun, masih tetap berhubungan lewat medsos dan hubungan telepon. Selain ruang keluarga, kamar tidur adalah ruangan favorit mereka berdua karena di kedua ruangan itu mereka biasa belajar bareng dan bertukar cerita. Mulai dari masalah umum hingga masalah pribadi yang mereka lihat dan alami. "Shasha, semoga Kamu bahagia di sana, doaku selalu menyertaimu," gumam Milla dengan suara bergetar. Milla menghela napas panjang dan mulai berjalan mengelilingi kamar sahabatnya untuk mencari dan mengingat memori apapun tentang kenangan indahnya bersama Shasha. Milla membuka laci meja belajar Shasha, di situ dia melihat sekumpulan fotonya dan almarhum sahabatnya selain yang terpajang rapi di dinding kamar. Gadis itu tersenyum melihat dirinya dan Shasha berfoto mengenakan seragam sekolah menengah
Pemuda itu mengusap tangannya berusaha untuk mengurangi rasa merinding yang saat ini dirasakannya. Dia perlahan menegakan tubuhnya, tidak lagi menyandar pada pilar di belakangnya, seolah ingin menunjukan bahwa dia berani dan tidak takut. "Arrgh!" Eddy berteriak kaget ketika melihat wanita berbaju putih dengan rambut panjang tergerai dan wajah yang menghitam ketika menoleh ke arah samping kanannya. Pemuda itu menepuk-nepuk dadanya meredakan rasa kaget yang membuat jantungnya melonjak dan berdebar keras. "Apakah Aku mengejutkanmu?" tanya Milla kepada Eddy sambil menatap ke sekeliling mereka. Tadi saat menggeledah kamar sahabatnya, Milla menemukan masker yang biasa dipakai olehnya dan Shasha ketika sedang menginap di vila. Dia sama sekali tidak menyangka kalau sahabatnya itu masih menyimpan ramuan masker alami yang masih baru dan tersegel di laci meja riasnya. Milla pikir Eddy sudah tidur. Maka dia dengan berani keluar rumah mencari udara segar sambil memakai masker dan menunggu wa
"Harum sekali, beruntung Aku sebelum pulang ke sini sempat membeli sekotak teh kesukaanku di Jakarta, kalau tidak akan sangat sulit sekali untuk mendapatkannya di sini karena teh ini hanya di jual di perkotaan saja," kata Milla kepada dirinya sendiri merasa bangga pada keputusan awalnya membeli teh di Jakarta. Gadis itu duduk dan menaruh tehnya perlahan di meja makan, di sana sudah ada toples berisi camilan yang berisi tinggal separuh. Milla menghirup teh manisnya dan menikmati perasaan hangat yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnya. Dia lalu membuka toples camilan dan memakannya secara perlahan sambil kembali menghirup teh hangatnya. Selesai minum teh dan ngemil, Milla bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan memulai aktifitasnya kembali. Udara pagi masih terasa segar dan bersih ketika Milla keluar dari pondoknya. Gadis itu melihat sinar matahari memantul dari genangan air dan embun di pepohonan yang memberikan efek berkilauan dan sangat in
Sudah jadi perjanjian antara Milla dan tukang kebun bahwa jam dua belas sampai jam dua siang itu adalah waktu istirahat bagi tukang kebun agar mereka memiliki waktu yang cukup untuk makan siang dan melakukan ibadah. Perlahan Eddy mendekati gadis yang sedang termenung itu. 'Apa yang Dia pikirkan sampai tidak menyadari kehadiranku? Dasar gadis sembrono bagaimana kalau yang berada di belakangnya sekarang adalah orang jahat?' pikir Eddy sambil ikut menatap ke arah mana Milla menatap. Tidak ada yang bisa dilihat selain tanah kosong melompong di bekas taman mawar milik almarhum ibunya. 'Apakah Dia sedang melamun? Apa yang dilamunkannya?' pikir Eddy sambil mengerutkan alisnya tidak mengerti. "Apa yang sedang Kamu pikirkan dengan ekspresi wajah yang seperti itu?" Tiba-tiba suara Eddy yang berat mengejutkan Milla yang sedang termenung. Milla menepuk dadanya untuk menghilangkan efek kaget yang diberikan akibat teguran mendadak Eddy dari arah belakangnya. Gadis itu lalu membalikkan badanny
Ini adalah pengalaman baru baginya. Selama ini Eddy sama sekali tidak pernah merasakan perasaan seperti yang dialaminya sekarang. 'Apakah perasaan ini yang dinamakan jatuh cinta? Apakah mungkin Aku jatuh cinta pada gadis yang saat ini ada di hadapanku ini? Kami baru saja bertemu, apakah mungkin untuk cinta pada pandangan pertama?' tanya Eddy dalam hati bingung. Dia merasakan manis, bahagia dengan jantung yang berdebar kencang serta ada perasaan seperti naik turun yang membuatnya senang berada di dekat Milla. Dia merasa seperti sedang menghadapi sebuah tantangan dan masih banyak perasaan-perasaan baru yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan saat berhadapan dengan gadis lainnya. "Bagaimana perasaan Kamu memakai pakaian yang sama denganku?" tanya Eddy berusaha mengalihkan perasaan campur aduknya dengan mengajak Milla berbicara. "Hanya sedikit aneh, kenapa bisa benar-benar sama," sahut Milla sambil mengamati kembali cara berpakaian Eddy. "Tapi ada yang membedakan," kata Eddy sambil
"Kenapa tidak disamakan saja dengan yang sebelumnya?" tanya Eddy bingung. Mengapa hal remeh seperti itu sampai membuat gadis di sampingnya mengerutkan kening dan berpikir dengan sangat keras seperti sedang ujian. "Tanah di sini sudah tidak subur lagi untuk bisa ditanami bunga mawar karena mereka mudah sekali rapuh dan pertumbuhan mereka juga tergantung pada cuaca," jelas gadis itu sambil menghembuskan napas kencang merasa sangat menyayangkan terjadinya hal tersebut. Milla merasa tidak mungkin untuk menanami tanah pekarangan vila dengan tanaman bunga mawar lagi karena itu akan sangat merepotkan sekali. Dia dan para tukang akan memerlukan waktu ekstra untuk membalik tanah dan memupuknya terlebih dahulu agar tanah itu kembali menjadi subur seperti sediakala, barulah tanaman bunga mawar bisa ditanam kembali di tanah tersebut. "Aku heran setelah mendengar penjelasan Kamu, menanam bunga mawar itu sepertinya rumit sekali tapi anehnya mengapa banyak sekali wanita yang tergila-gila untuk
Namun, semua itu berusaha ditepis olehnya karena rasanya tidak mungkin kalau salah satu di antara mereka mandul ... baik dirinya dan Eddy, mereka berdua benar-benar sehat dan bugar."Para tetua di keluarga suamiku mengatakan kalau kita kebanyakan melakukan hubungan suami istri kabarnya bisa membatalkan pembuahan," kata Nining seolah bisa membaca pikiran Milla."Ah! Benarkah?" tanya Milla membelalakkan matanya terkejut.Apakah dia lama tidak hamil karena dirinya dan Eddy terlalu banyak berhubungan? 'Jika benar seperti itu, Aku harus mengingatkan Eddy agar lebih menahan diri,' tekad Milla dalam hati.Mungkin mereka harus puasa selama beberapa hari dulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Nining tidak tahu kalau informasi yang dia katakan kepada Milla itu pada akhirnya akan membuat Milla menyiksa suaminya sendiri dengan menyuruhnya menahan.Sikap Milla yang selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri benar-benar membuat Eddy kacau.Semua orang di kantor terkena imbasnya t
"Tante?" potong Eddy bertanya heran.Dia cemberut mengingat Sinta. Apakah wanita itu yang melaporkan dirinya dan Milla?"Iya, Dia mengaku sebagai Tante dari Nona Milla, Dia bilang Dia adik dari papanya Nona Milla.""Ck! Wanita itu hampir ditangkap polisi karena mengaku-ngaku sebagai kerabat istriku sementara istriku sama sekali tidak mengenalnya dan Dia juga tidak memilki bukti yang menunjukkan kalau Dia benar-benar adik dari almarhum papa mertuaku.""Jadi Dia penipu?" "Iya, istriku tinggal di sini sejak lahir dan orang yang mengaku kerabat itu sama sekali tidak pernah muncul bahkan di hari pemakaman kedua orang tua istriku ... Entah apa ide yang ada di dalam pikiran wanita itu hingga tiba-tiba datang ke sini dan mengaku sebagai Tante istriku.""Maaf, Kami benar-benar tidak tahu kalau wanita itu adalah seorang penipu.""Tidak apa, Aku dan istriku memang baru saja menikah dan belum sempat membuat acara pesta ... kejadian ini mengingatkan kami untuk segera menggelar acara pesta agar ti
"Maaf ini hanya kesalahpahaman semata, kami mengakui orang yang salah ... kami akan pergi dari sini sekarang juga," katanya sambil memegang tangan Sinta dan Leni, bersiap untuk berlalu dari tempat itu."Apakah anda ingin meneruskan kasus ini?" tanya polisi kepada Eddy."Kalau mereka tetap bersikeras, Aku akan meneruskan masalah ini hingga ke meja hijau," kata Eddy mendominasi."Tidak! ... kami tidak akan lama-lama di sini, sekarang juga kami akan pamit," kata Romy tegas. "Jaga dirimu baik-baik," katanya lagi kepada Milla.Eddy dan Milla hanya memutar bola matanya bosan. Apakah sudah tidak terlambat untuk mengkhawatirkan Milla? Kemana saja mereka selama ini?"Jangan mengkhawatirkan istriku, Aku lebih tau cara menjaganya ketimbang orang-orang yang mengaku sebagai kerabatnya seperti kalian!" kata Eddy sinis.Romy mengakui kebenaran kata-kata Eddy, tanpa banyak kata dia meninggalkan tempat tersebut dengan membawa istri dan anaknya di kedua tangannya."Apakah ada yang lain yang bisa kami
"Ck! Sepertinya mereka tidak akan mau pergi secara sukarela," kata Eddy kepada Milla tidak bisa menyembunyikan nada sinis dalam suaranya."Sepertinya begitu, apakah Kamu punya ide?" tanya Milla serius."Aku akan menelepon polisi untuk mengeluarkan mereka dari sini."Eddy mengambil ponselnya dari kantong."Stop! Jangan menelepon polisi, kami akan keluar sekarang juga," kata Romy berusaha mencegah Eddy menghubungi polisi.Jika Meraka sampai di usir dengan menggunakan aparat itu pasti akan sangat memalukan sekali.Walaupun dirinya hanya pengusaha kecil tapi ini semua menyangkut nama baiknya, apa kata klien dan koleganya jika dia bersama keluarganya sampai diusir dengan tidak hormat dari vila keponakannya sendiri?"Pa!"Sinta dan Leni memprotes kata-kata Romy dengan nada tidak puas."Apa? Apa kalian ingin diangkut oleh pihak kepolisian karena tidak mau keluar dari sini?" tanya Romy melotot kesal."Dia tidak akan berani, itu hanya ancaman, bagaimanapun Aku tante kandungnya, apa kata tetang
Leni yang terlalu yakin pada kemampuannya sendiri sama sekali tidak menyadari kalau dia benar-benar tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk merebut Eddy dari Milla karena sepupunya itu tidak akan pernah membiarkan dia tinggal di vila miliknya.Eddy sendiri sebagai targetnya merasa sangat muak dan jijik mendapati tatapan Leni kepada dirinya. Selain Milla di mata Eddy semua perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki.Dia benar-benar tidak menyukai wanita yang mengaku sebagai sepupu istrinya ini."Milla sayang, bolehkah kami menginap di sini barang seminggu dua Minggu? Tante tahu Kamu tidak mengingat kami tapi siapa tahu dengan menginapnya kami di sini Kamu akan kembali mengingat kami," bujuk Sinta tanpa malu-malu.Eddy cemberut mendengar keluarga istrinya yang entah datang dari mana ini meminta tinggal di vila yang telah diberikannya kepada Milla.Dia menoleh ke arah istrinya untuk melihat keputusan apa yang akan diambil olehnya saat ini. Walaupun dirinya tidak menyukai keluarga
Milla dan Eddy kembali ke vila dan menemui orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Milla."Ah! Milla ... syukurlah Nak, Kamu sehat-sehat saja ...."Milla mengerutkan kening ketika wanita setengah baya yang datang ke rumahnya dengan penuh semangat memeluk dirinya.Eddy melepaskan Milla dari pelukan wanita tersebut dan membiarkannya berada di belakang dirinya."Siapa Kamu?" tanya Eddy tanpa membunyikan rasa tidak sukanya."Aku tantenya ... Milla ini Tante sayang, masa Kamu lupa sama Tante Sinta," kata wanita setengah baya itu dengan nada mengeluh sedih."Tante?" tanya Eddy sambil mengangkat sebelah alisnya.Eddy menoleh ke arah istrinya dan melihat Milla tampak tidak bergeming ataupun mengakui kalau dia mengenal wanita yang mengaku bernama Sinta tersebut."Iya, Aku adik Papa Milla ... lalu siapa Kamu?" tanya Sinta sambil menatap Eddy serius.Sinta merasa pria muda yang berbicara dengannya ini sepertinya bukan pria biasa-biasa saja. Auranya benar-benar membuat Sinta harus berpikir ber
Milla rasanya ingin memukul Eddy untuk keinginan yang tidak pernah ada habisnya itu. Namun, selalu saja dia menjadi luluh ketika suaminya mengeluh pusing jika tidak dapat melepaskan seluruh hasratnya kepada Milla. Beberapa jam kemudian pondok itu kembali dipenuhi suara-suara ambigu dari pergulatan musim semi Milla dan Eddy. Milla rasanya ingin pingsan saja dari pada terus merasakan kegembiraan suaminya yang tidak pernah ada puasnya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu pondok, Milla mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari cengkraman suaminya. "Ada orang!" kata Milla sambil mendorong Eddy. "Biarkan!" kata Eddy tidak peduli dan meneruskan kegiatannya memegangi Milla. "Tidak! Bagaimana kalau itu penting? ... Ahh!" kata Milla terbata-bata di sela serangan Eddy pada titik-titik sensitifnya. "Bu Milla, Pak Eddy! Permisi ... apakah kalian ada di dalam? Di vila utama ada kerabat Bu Milla yang ingin bertemu!" kata tukang taman dari luar pondok. Eddy dan Milla menghenti
Tidak lama kemudian dari arah kamar mandi terdengar suara-suara yang membuat telinga siapapun memerah. Milla merasa hampir pingsan karena harus merasakan serangan suaminya dengan berbagai posisi yang membuat wajahnya memerah karena malu. Milla sampai ke puncak dengan tubuhnya yang bergetar hebat sementara Eddy masih dengan telaten membersihkannya. Malam ini terasa sangat melelahkan bagi Milla dan terasa sangat panjang karena suaminya sama sekali tidak ingin melepaskannya sedikitpun. Setelah dari kamar mandi, Eddy bukannya berhenti malah melanjutkan kembali kegiatan musim semi mereka di atas tempat tidur hingga membuat Milla mengeluh dan memprotes karena tidak tahan lagi terus menerus diombang ambingkan oleh suaminya. "Sudah cukup ...," keluh mila tanpa daya. "Sekali lagi ...." "Kamu pendusta!" kata Milla mengeratkan gigi grahamnya kesal karena Eddy terus berkata sekali lagi dan lagi. Eddy baru benar-benar melepaskan Milla setelah dirinya merasa puas. Dia menatap istrinya yang p
Milla yang kekurangan kasih sayang keluarga merasa hidupnya kini sangat penuh dan bahagia karena Eddy pria yang dicintainya, ternyata sangat mencintainya juga. Sekarang mereka telah menikah, salahkah jika Milla masih belum ingin berbagi kasih sayang suaminya dengan yang namanya anak? Sekalipun itu adalah anak kandungnya sendiri. Dia ingin ketika dia hamil dan melahirkan nanti, dirinya sudah benar-benar siap untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Untuk saat ini dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Eddy tanpa gangguan siapa pun. Jika mereka memiliki anak, pasti perhatian dan kasih sayang mereka akan terpecah menjadi dua, antara pasangan dan anak-anak mereka. "Bolehkah jika Aku ingin menunda untuk memiliki anak?" tanya Milla kepada Eddy. "Mengapa?" tanya Eddy tidak mengerti. Bukankah setiap perempuan biasanya setelah menikah ingin cepat-cepat memiliki anak? Mengapa Milla malah ingin menundanya? Eddy benar-benar tidak mengerti mengapa istrinya ini ingi