Setelah Nining dan Eddy pergi, Milla merasa tidak ada mood lagi untuk kembali meneruskan mengawasi para tukang. Dia hanya memberikan pengarahan saja untuk hal-hal yang harus dikerjakan hari ini, setelah itu Milla keluar vila menuju taman. Dia duduk di kursi taman dan menyandarkan tubuhnya sambil menghela napas panjang. Milla merasa hari-harinya terakhir ini benar-benar sangat berat. Setelah kehadiran Nining, terakhir kali dirinya dan Eddy bersama adalah ketika kekasihnya itu berjanji akan memberitahukan kepada Nining soal hubungan mereka berdua. Namun, sepertinya Eddy tidak akan pernah mengatakan hal tersebut kepada tunangannya itu. Milla menundukkan wajah dan merasakan air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Dia berusaha untuk kuat tapi rasanya berat sekali. 'Apa yang harus Aku lakukan? Apakah Aku akan terus menjadi obat nyamuk di antara mereka?' keluh Milla dalam hati merasa sedih. Dia mulai terisak meratapi nasibnya yang selalu sial dalam hubungannya dengan lawan jenis. Mil
Mereka sampai di vila dan mendapati vila tersebut dalam keadaan kosong. Eddy bergegas mencari ke kamar Milla dan mendapati kamar itu sangat rapi dan kosong. Tidak ada tas pakaian milik kekasihnya yang biasa dia tempatkan di samping tempat tidur. "Kemana Dia?" gumam Eddy seolah bertanya pada dirinya sendiri dengan cemas. "Apakah mungkin Dia pulang ke rumah keluarganya?" tanya Nining kepada Eddy. "Tidak, Dia sama sekali tidak memiliki keluarga, Dia yatim piatu." Nining duduk di tepi kasur dan menatap tunangannya yang tampak bingung dan cemas. Dia bertanya-tanya di dalam hati. Apakah hubungan antara Eddy dan Milla benar-benar hanya hubungan biasa yang tidak istimewa? Kalau iya mengapa Eddy sedemikian cemasnya mendapati gadis itu tidak lagi berada di dalam vilanya? "Aku keluar dulu, Aku harus memastikan keberadaan Milla agar hatiku menjadi lebih tenang," kata Eddy kepada Nining. "Silahkan." Nining menatap tunangannya yang tampak tergesa-gesa keluar vila untuk mencari gadis lain
Nining mendengar suara Eddy memasuki rumah dan masuk ke dalam kamarnya di lantai bawah. Dia menutup mulutnya agar Isak tangisnya tidak sampai terdengar oleh Eddy. Nining mulai mengingat bagaimana khawatir dan cemasnya Eddy terhadap Milla. Bagaimana dengan dirinya, apakah Eddy tidak sedikitpun menaruh rasa simpati kepadanya, apakah Eddy merasa kalau hatinya terbuat dari batu, sehingga bisa bersabar melihat pria yang menjadi tunangannya mencari dan memperhatikan wanita lain? Nining sadar kalau dirinya adalah wanita yang dipilihkan oleh kakeknya untuk Eddy. Tapi mengapa Eddy tidak menolak ketika dijodohkan dengan dirinya? Dia telah menutup mata dan hatinya untuk pria-pria lain, hanya memfokuskan diri untuk mempelajari apa yang menjadi kesukaan Eddy yang merupakan calon suaminya. Tapi apa yang dia dapat dari semua usahanya tersebut? Semua itu hanya sia-sia belaka. Apa yang dilakukannya sungguh tidak sebanding dengan Milla yang sepertinya telah berhasil menguasai hati Eddy. Sement
Milla membalikkan badan untuk menyembunyikan kesedihannya. Dia berjalan gontai menuju ruang tengah tempat tukang-tukang mulai bekerja. Saat ini adalah waktunya finishing setelah semua ini selesai maka tugasnya merenovasi vila ini juga otomatis akan selesai. Bayarannya telah di transfer oleh Eddy ke rekening pribadinya. Sedang untuk para tukang, Eddy sudah mengatakan akan memberikan bayaran tersendiri kepada mereka secara pribadi. Milla memutuskan untuk mengarahkan tukang-tukang itu sekaligus hingga mereka mengerti melakukan tugasnya sampai selesai, sehingga mereka tidak lagi memerlukan dirinya untuk terus ikut mengawasi pekerjaan mereka. Di meja makan, Eddy tampak serba salah dan bingung mana dulu dari kedua wanita ini yang ingin dia bujuk, Milla pasti marah mendengar apa yang telah dia ucapkan tadi. Padahal semalam dia sudah berjanji akan mengatakan yang sesungguhnya kepada Nining. Namun, kenyataannya dia malah mengatakan hal yang berlainan dengan apa yang dia janjikan tadi malam
Eddy bergegas bangkit dari tempat tidur dan tergesa-gesa ke luar dari kamarnya menuju ke luar vila. Dia tidak lagi merasa cemas kalau sikapnya itu akan di lihat oleh Nining. Dia berlari ke pondok Milla dengan kalap. Ada rasa sedih dan putus asa di dalam dadanya. Eddy berharap apa yang dilihatnya di medsos hanyalah sebuah kesalahan. Namun, sesampainya di depan pondok Milla yang dia lihat hanyalah lampu luar pondok yang sudah menyala padahal hari masih sore. Eddy juga melihat ada sepucuk surat terselip di bawah pintu pondok kekasihnya tersebut. Ternyata Milla benar-benar pergi! Eddy perlahan menghampiri pintu pondok, dengan tangan gemetar dia mengambil surat yang terselip di sana dan merobek amplopnya lalu mulai membaca surat tersebut. Setelah membaca surat Milla, Eddy tampak duduk merosot di teras pondok dan merasa ada yang hilang dari dalam hatinya. Nining yang melihat bagaimana kalapnya Eddy keluar dari vila dan mencari Milla mulai mengikutinya sampai ke pondok milik gadis it
Di suatu tempat eksotis di pinggir pantai Milla tampak duduk termenung menatap lautan. Rambutnya berkibar liar tertiup angin dan terkadang menyapu wajahnya. Namun, gadis itu masih tidak merasa terganggu sedikitpun. Matanya tampak sayu dan kosong tanda hatinya sangat berduka dan terluka. Sepanjang perjalanan ketika ia menuju pantai ini, Milla melihat-lihat medsos dan banyak sekali mendapatkan kata-kata bijak tentang masalah yang sedang dihadapinya saat ini. Dia merasa apa yang dikatakan oleh sebagian besar kata-kata bijak itu memang benar adanya. Ada salah satu kata bijak yang sangat mengena di hatinya yang mengatakan Jika tidak ingin sakit hati dan terluka kembali maka beranilah untuk melepaskan. Semakin mudah untuk memaafkan semakin mudah pula kita disepelekan. Milla merasa mungkin selama ini dia terlalu mudah memaafkan Eddy hingga pria itu bolak balik melukainya dengan sikap plin-plan antara dirinya dan Nining. "Aku harus bisa melupakannya!" gumam Milla penuh tekad. Mill
Eddy terdiam mendengar apa yang dikatakan Nining di sela Isak tangisnya. Tiba-tiba saja dia merasa sangat menyesal mengapa sebelumnya dia mau dijodohkan dengan Nining oleh kakeknya. Seandainya dulu dia tidak pernah menerima perjodohan itu, mungkin dia tidak akan bingung seperti sekarang ini. Ada juga yang membuat Eddy sangat linglung saat ini. Mengapa ketika melihat Milla menangis hatinya seperti tersayat-sayat sementara saat ini ketika dia melihat Nining menangis dirinya hanya sekedar merasa iba? Mengapa bisa berbeda? "Aku salah, seharusnya Aku memang tidak menerima perjodohan itu ... maaf," kata Eddy penuh penyesalan. "Apakah Kamu menyesali perjodohan ini?" tanya Nining membelalakkan matanya tidak percaya. Hanya beberapa bulan Milla masuk ke dalam hubungan mereka dan itu langsung merubah pendirian Eddy. Pria di hadapannya ini sampai merasa bahwa keputusannya untuk menerima pertunangan diantara mereka itu adalah sebuah kesalahan. Ini benar-benar membuat Nining tercengang. "
Eddy telah meninggalkan vila dan sibuk berkeliling mencari dan melacak keberadaan Milla saat ini. Dia benar-benar merasa putus asa karena sudah sekian lama mencari, tapi tidak ada satu pun kabar tentang gadis yang telah mencuri hatinya itu. "Apa yang harus Aku lakukan untuk bisa menemukanmu, Milla,"gumam Eddy kalut. Dia menepikan mobilnya ke bahu jalan dan mematikan mesin lalu duduk bersandar di kursi kemudi dengan wajah letih dan lelah. Ini adalah hari ke tujuh dirinya mencari Milla. Namun, hingga saat ini Eddy masih juga belum dapat menemukan gadis tersebut. Eddy juga telah mengerahkan orang-orang kepercayaannya dan menyewa beberapa kantor detektif swasta untuk membantunya melacak keberadaan Milla, tapi gadis itu seperti hilang di telan bumi. Kemana Mila sebenarnya? Pertanyaan itu terus menghantui benak Eddy. Ada rasa khawatir gadis itu menemui berbagai macam kesulitan setelah keluar dari vilanya. Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel memecah keheningan .... Eddy tidak menye
Namun, semua itu berusaha ditepis olehnya karena rasanya tidak mungkin kalau salah satu di antara mereka mandul ... baik dirinya dan Eddy, mereka berdua benar-benar sehat dan bugar."Para tetua di keluarga suamiku mengatakan kalau kita kebanyakan melakukan hubungan suami istri kabarnya bisa membatalkan pembuahan," kata Nining seolah bisa membaca pikiran Milla."Ah! Benarkah?" tanya Milla membelalakkan matanya terkejut.Apakah dia lama tidak hamil karena dirinya dan Eddy terlalu banyak berhubungan? 'Jika benar seperti itu, Aku harus mengingatkan Eddy agar lebih menahan diri,' tekad Milla dalam hati.Mungkin mereka harus puasa selama beberapa hari dulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Nining tidak tahu kalau informasi yang dia katakan kepada Milla itu pada akhirnya akan membuat Milla menyiksa suaminya sendiri dengan menyuruhnya menahan.Sikap Milla yang selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri benar-benar membuat Eddy kacau.Semua orang di kantor terkena imbasnya t
"Tante?" potong Eddy bertanya heran.Dia cemberut mengingat Sinta. Apakah wanita itu yang melaporkan dirinya dan Milla?"Iya, Dia mengaku sebagai Tante dari Nona Milla, Dia bilang Dia adik dari papanya Nona Milla.""Ck! Wanita itu hampir ditangkap polisi karena mengaku-ngaku sebagai kerabat istriku sementara istriku sama sekali tidak mengenalnya dan Dia juga tidak memilki bukti yang menunjukkan kalau Dia benar-benar adik dari almarhum papa mertuaku.""Jadi Dia penipu?" "Iya, istriku tinggal di sini sejak lahir dan orang yang mengaku kerabat itu sama sekali tidak pernah muncul bahkan di hari pemakaman kedua orang tua istriku ... Entah apa ide yang ada di dalam pikiran wanita itu hingga tiba-tiba datang ke sini dan mengaku sebagai Tante istriku.""Maaf, Kami benar-benar tidak tahu kalau wanita itu adalah seorang penipu.""Tidak apa, Aku dan istriku memang baru saja menikah dan belum sempat membuat acara pesta ... kejadian ini mengingatkan kami untuk segera menggelar acara pesta agar ti
"Maaf ini hanya kesalahpahaman semata, kami mengakui orang yang salah ... kami akan pergi dari sini sekarang juga," katanya sambil memegang tangan Sinta dan Leni, bersiap untuk berlalu dari tempat itu."Apakah anda ingin meneruskan kasus ini?" tanya polisi kepada Eddy."Kalau mereka tetap bersikeras, Aku akan meneruskan masalah ini hingga ke meja hijau," kata Eddy mendominasi."Tidak! ... kami tidak akan lama-lama di sini, sekarang juga kami akan pamit," kata Romy tegas. "Jaga dirimu baik-baik," katanya lagi kepada Milla.Eddy dan Milla hanya memutar bola matanya bosan. Apakah sudah tidak terlambat untuk mengkhawatirkan Milla? Kemana saja mereka selama ini?"Jangan mengkhawatirkan istriku, Aku lebih tau cara menjaganya ketimbang orang-orang yang mengaku sebagai kerabatnya seperti kalian!" kata Eddy sinis.Romy mengakui kebenaran kata-kata Eddy, tanpa banyak kata dia meninggalkan tempat tersebut dengan membawa istri dan anaknya di kedua tangannya."Apakah ada yang lain yang bisa kami
"Ck! Sepertinya mereka tidak akan mau pergi secara sukarela," kata Eddy kepada Milla tidak bisa menyembunyikan nada sinis dalam suaranya."Sepertinya begitu, apakah Kamu punya ide?" tanya Milla serius."Aku akan menelepon polisi untuk mengeluarkan mereka dari sini."Eddy mengambil ponselnya dari kantong."Stop! Jangan menelepon polisi, kami akan keluar sekarang juga," kata Romy berusaha mencegah Eddy menghubungi polisi.Jika Meraka sampai di usir dengan menggunakan aparat itu pasti akan sangat memalukan sekali.Walaupun dirinya hanya pengusaha kecil tapi ini semua menyangkut nama baiknya, apa kata klien dan koleganya jika dia bersama keluarganya sampai diusir dengan tidak hormat dari vila keponakannya sendiri?"Pa!"Sinta dan Leni memprotes kata-kata Romy dengan nada tidak puas."Apa? Apa kalian ingin diangkut oleh pihak kepolisian karena tidak mau keluar dari sini?" tanya Romy melotot kesal."Dia tidak akan berani, itu hanya ancaman, bagaimanapun Aku tante kandungnya, apa kata tetang
Leni yang terlalu yakin pada kemampuannya sendiri sama sekali tidak menyadari kalau dia benar-benar tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk merebut Eddy dari Milla karena sepupunya itu tidak akan pernah membiarkan dia tinggal di vila miliknya.Eddy sendiri sebagai targetnya merasa sangat muak dan jijik mendapati tatapan Leni kepada dirinya. Selain Milla di mata Eddy semua perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki.Dia benar-benar tidak menyukai wanita yang mengaku sebagai sepupu istrinya ini."Milla sayang, bolehkah kami menginap di sini barang seminggu dua Minggu? Tante tahu Kamu tidak mengingat kami tapi siapa tahu dengan menginapnya kami di sini Kamu akan kembali mengingat kami," bujuk Sinta tanpa malu-malu.Eddy cemberut mendengar keluarga istrinya yang entah datang dari mana ini meminta tinggal di vila yang telah diberikannya kepada Milla.Dia menoleh ke arah istrinya untuk melihat keputusan apa yang akan diambil olehnya saat ini. Walaupun dirinya tidak menyukai keluarga
Milla dan Eddy kembali ke vila dan menemui orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Milla."Ah! Milla ... syukurlah Nak, Kamu sehat-sehat saja ...."Milla mengerutkan kening ketika wanita setengah baya yang datang ke rumahnya dengan penuh semangat memeluk dirinya.Eddy melepaskan Milla dari pelukan wanita tersebut dan membiarkannya berada di belakang dirinya."Siapa Kamu?" tanya Eddy tanpa membunyikan rasa tidak sukanya."Aku tantenya ... Milla ini Tante sayang, masa Kamu lupa sama Tante Sinta," kata wanita setengah baya itu dengan nada mengeluh sedih."Tante?" tanya Eddy sambil mengangkat sebelah alisnya.Eddy menoleh ke arah istrinya dan melihat Milla tampak tidak bergeming ataupun mengakui kalau dia mengenal wanita yang mengaku bernama Sinta tersebut."Iya, Aku adik Papa Milla ... lalu siapa Kamu?" tanya Sinta sambil menatap Eddy serius.Sinta merasa pria muda yang berbicara dengannya ini sepertinya bukan pria biasa-biasa saja. Auranya benar-benar membuat Sinta harus berpikir ber
Milla rasanya ingin memukul Eddy untuk keinginan yang tidak pernah ada habisnya itu. Namun, selalu saja dia menjadi luluh ketika suaminya mengeluh pusing jika tidak dapat melepaskan seluruh hasratnya kepada Milla. Beberapa jam kemudian pondok itu kembali dipenuhi suara-suara ambigu dari pergulatan musim semi Milla dan Eddy. Milla rasanya ingin pingsan saja dari pada terus merasakan kegembiraan suaminya yang tidak pernah ada puasnya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu pondok, Milla mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari cengkraman suaminya. "Ada orang!" kata Milla sambil mendorong Eddy. "Biarkan!" kata Eddy tidak peduli dan meneruskan kegiatannya memegangi Milla. "Tidak! Bagaimana kalau itu penting? ... Ahh!" kata Milla terbata-bata di sela serangan Eddy pada titik-titik sensitifnya. "Bu Milla, Pak Eddy! Permisi ... apakah kalian ada di dalam? Di vila utama ada kerabat Bu Milla yang ingin bertemu!" kata tukang taman dari luar pondok. Eddy dan Milla menghenti
Tidak lama kemudian dari arah kamar mandi terdengar suara-suara yang membuat telinga siapapun memerah. Milla merasa hampir pingsan karena harus merasakan serangan suaminya dengan berbagai posisi yang membuat wajahnya memerah karena malu. Milla sampai ke puncak dengan tubuhnya yang bergetar hebat sementara Eddy masih dengan telaten membersihkannya. Malam ini terasa sangat melelahkan bagi Milla dan terasa sangat panjang karena suaminya sama sekali tidak ingin melepaskannya sedikitpun. Setelah dari kamar mandi, Eddy bukannya berhenti malah melanjutkan kembali kegiatan musim semi mereka di atas tempat tidur hingga membuat Milla mengeluh dan memprotes karena tidak tahan lagi terus menerus diombang ambingkan oleh suaminya. "Sudah cukup ...," keluh mila tanpa daya. "Sekali lagi ...." "Kamu pendusta!" kata Milla mengeratkan gigi grahamnya kesal karena Eddy terus berkata sekali lagi dan lagi. Eddy baru benar-benar melepaskan Milla setelah dirinya merasa puas. Dia menatap istrinya yang p
Milla yang kekurangan kasih sayang keluarga merasa hidupnya kini sangat penuh dan bahagia karena Eddy pria yang dicintainya, ternyata sangat mencintainya juga. Sekarang mereka telah menikah, salahkah jika Milla masih belum ingin berbagi kasih sayang suaminya dengan yang namanya anak? Sekalipun itu adalah anak kandungnya sendiri. Dia ingin ketika dia hamil dan melahirkan nanti, dirinya sudah benar-benar siap untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Untuk saat ini dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Eddy tanpa gangguan siapa pun. Jika mereka memiliki anak, pasti perhatian dan kasih sayang mereka akan terpecah menjadi dua, antara pasangan dan anak-anak mereka. "Bolehkah jika Aku ingin menunda untuk memiliki anak?" tanya Milla kepada Eddy. "Mengapa?" tanya Eddy tidak mengerti. Bukankah setiap perempuan biasanya setelah menikah ingin cepat-cepat memiliki anak? Mengapa Milla malah ingin menundanya? Eddy benar-benar tidak mengerti mengapa istrinya ini ingi