“Sialan,” desis Dandy sambil mengepalkan tangannya.
Emran yang melihatnya hanya menyunggingkan sebuah senyuman penuh kemenangan. Dia senang ulahnya hari ini berhasil mengintimindasi Dandy. Secara tak sengaja Emran mendengar percakapan Dandy dan Widuri semalam. Emran sudah menduga kalau mereka berdua sedikit bersitegang tadinya dan Emran sengaja datang untuk semakin memperkeruh suasana.
Dia masih mencintai Widuri dan keinginan rujuk dengan mantan istrinya itu semakin besar saat tahu ada Alif, buah cinta mereka. Untuk itulah mengapa Emran berani menciptakan sebuah persaingan lagi dengan Dandy.
“Apa semua baik-baik saja?” Tiba-tiba Widuri datang menghampiri mereka berdua.
Wanita manis berhijab itu terlihat cemas memperhatikan dua pria yang berwajah tegang. Bahkan tangan Widuri ikut bergetar saat membawa baki berisi camilan untuk mereka berdua. Dandy menghela napas panjang dan tersenyum lebih dulu ke arah Widuri.
“Iya, sem
“Enggak!! Bukan gitu maksudku. Hanya saja Alifnya sudah tidur,” ujar Widuri.Dia tampak serba salah kali ini. Emran hanya diam sambil berulang menghela napas. Widuri ikut terdiam dan kini sibuk memperhatikan mantan suaminya. Tampilan Emran kini sangat sederhana, celana training, hoodie hitam dan sandal jepit. Namun, segitu saja auranya selalu mempesona dan memikat Widuri.Widuri melihat beberapa buliran air menempel di rambut Emran. Bisa jadi dia menerjang gerimis saat berjalan masuk dari mobil ke kafenya atau bisa juga buliran air itu didapatnya saat menunggu antrian martabak. Widuri tidak tahu pastinya.“Apa martabaknya mau dibawa pulang atau aku kasih ke Alif saat dia bangun?” Widuri memecah keheningan mereka.Emran mengangkat kepala dan tak ayal mata elangnya kembali beradu dengan mata bulat Widuri. Emran tersenyum dan gegas menyodorkan martabak telur itu ke arah Widuri.“Simpan saja buat Alif. Aku sudah makan tadi
“Kok kamu masih di sini?” tanya Widuri. Dia baru saja keluar dari sekolah Alif dan melihat Emran sedang menunggu di depan mobil. Hari ini memang sengaja sekolah mengundang wali murid untuk hadir. Mereka mengadakan rapat sekaligus pemberitahuan tentang program sekolah yang akan dilaksanakan. Widuri pikir usai menurunkan Alif dan dirinya, Emran sudah berlalu pergi. Namun, nyatanya pria tampan itu masih berdiri di depan sekolah Alif menunggunya. “Aku sekalian menunggu waktu. Ada janji dengan klien di sekitar sini,” bohong Emran. Widuri hanya mengangguk. Kemudian sudah gegas berjalan menjauh, sepertinya dia hendak mencari taxi online. Emran bahkan melihat Widuri sudah sibuk memainkan ponselnya. “Kamu mau pulang?” Widuri tidak menjawab hanya melirik Emran dengan sudut matanya. Emran diam memperhatikan. Sikap Widuri ini mengingatkannya saat awal nikah dulu. “Aku sudah pesan taxi online. Kamu pulang saja. Bukankah katamu ada janji dengan klien.” Widuri sudah bersuara. Emran hanya mang
“Aku ... aku ingin rujuk denganmu,” ujar Emran.Widuri hanya membisu dan menatap pria tampan di depannya ini tanpa berkedip. Dia sudah menduga kalau pada akhirnya Emran akan mengatakan hal ini. Itu sebabnya, Widuri selalu menghindar darinya usai bercerai. Widuri tidak mau bertemu dengannya bahkan telinganya tertutup rapat untuk sekedar mendengar kabar Emran.Semua berjalan dengan baik, hingga akhirnya hari itu dia harus bertemu dengan Emran dan membawanya sampai kemari. Widuri buru-buru menarik tangannya sambil memalingkan wajah menghindar dari tatapan Emran. Dari dulu hingga sekarang, Widuri tidak merasa baik-baik saja jika hanya berdua dengan Emran seperti ini.Dia tidak tahu apa memang masih ada cinta untuk Emran di hatinya hingga dia selalu merasa deg degan tidak karuan dan tidak nyaman setiap di dekatnya. Atau mungkin rasa sakit dan kebencian yang telah ditorehkan Emran padanya membuat dia trauma. Sehingga alam bawah sadarnya selalu merasa gelis
PLAK!!!Widuri spontan menampar Emran usai mengurai kecupan dan mendorong tubuhnya. Wanita berhijab itu sangat terkejut melihat aksi Emran yang kurang ajar. Wajar jika dia melakukan tamparan tersebut secara refleks kali ini.Emran terdiam sambil mengelus pipinya yang tiba-tiba panas. Ini untuk kedua kalinya dia ditampar Widuri dan rasanya masih sama seperti yang dulu.Widuri terdiam, menatap Emran dengan mata berair dan bibir bergetar. Tidak hanya itu, tangannya juga gemetaran tak karuan usai menampar tadi.“Apa ... apa yang kamu lakukan, Mas? Kita bukan suami istri, bukan muhrim. Kenapa kamu ... men---“Widuri tidak melanjutkan kalimatnya, tapi sudah menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangan dan uraian air mata. Emran membisu, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Widuri. Dia sendiri juga tidak tahu mengapa tiba-tiba mencium Widuri? Tadi dia lakukan itu semua hanya untuk menunjukkan perasaannya saja. Dia masih mencintai wanita di depa
“Bagaimana keadaan Alif, Widuri?” tanya Dandy.Widuri terlihat lesu begitu keluar dari ruang dokter yang menangani Alif. Beberapa saat tadi, Widuri langsung melarikan Alif ke rumah sakit karena panasnya semakin tinggi. Widuri takut terjadi apa-apa pada putra semata wayangnya itu.Dandy terpaksa datang terlambat karena dia sudah terlelap saat Widuri menghubunginya tadi. Selama ini Dandy memilih tinggal di hotel jika berkunjung ke tempat Widuri. Meski sebentar lagi mereka akan menikah, tapi sengaja Dandy lakukan itu atas permintaan Widuri.“Kata dokter, radang tenggorokannya kambuh. Mungkin satu dua hari dia dirawat inap di sini.” Widuri menjawab dengan lesu kali ini.Dandy hanya tersenyum sambil membimbing Widuri duduk di sebelahnya. Mereka masih menunggu proses pemindahan Alif ke kamar rawat inap.“Aku akan mengajukan cuti untuk membantumu di sini, ya.”Widuri hanya diam dan tidak menolak tawaran Dandy. Mu
“Mas Emran ... ,” lirih Widuri.Emran tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sementara Widuri hanya bergeming di tempatnya. Di sebelah Emran, terlihat Alif dengan wajah ceria dan mata yang berbinar menatap Widuri dan Emran bergantian.“Ayah datang sebelum subuh tadi menggantikan Om Dandy, Bunda.” Kini Alif malah menjelaskan kedatangan Emran.Itu artinya dia sudah ada di sini selama tiga jam. Apa mungkin dia juga melihat saat Widuri tertidur pulas di sofa tadi? Kenapa juga Dandy tidak membangunkannya? Widuri jadi kesal sendiri, tapi dia juga tidak bisa marah. Nyatanya kehadiran Emran memang langsung membuat Alif ceria dan bahagia.“Iya, lanjutkan saja ngobrolnya. Bunda mau keluar sebentar.”Widuri memutuskan keluar dari kamar. Dia tidak mau membuat suasana tidak nyaman apalagi Widuri masih ingat apa yang dilakukan Emran padanya terakhir bertemu kemarin. Cukup lama Widuri menghabiskan waktu di kantin rumah sakit. S
“Bukankah sudah aku katakan, Mas. Aku tidak mau dan aku tidak bisa!” tandas Widuri. Ia sangat kesal dan sengaja meninggikan sedikit nada suaranya. Sepertinya Emran terus memancing kesabarannya. Widuri bahkan hampir lupa kalau dia sedang berada di rumah sakit kali ini. “Aku tahu kamu menolakku karena kamu sudah berjanji dengan Dandy. Namun, apa kamu tidak kasihan melihat Alif? Kamu tidak mau melakukannya demi Alif?” Widuri berdecak sambil menggelengkan kepala. “Jadi kamu memakai Alif sebagai alasan rujukmu, begitu?” “Kalau iya, kenapa? Bukankah kamu juga memikirkan hal itu? Setidaknya sempat terpikir di benakmu tentang hal ini, kan?” Widuri hanya diam sambil memalingkan wajah dari Emran. Emran terdiam dan untuk beberapa saat keadaan hening. Hingga Emran akhirnya bersuara kembali. “Aku hanya ingin memperbaiki keadaan dan menebus semua kesalahanku, Widuri. Kalau kamu memang sudah tidak mencintaiku lagi. Aku mohon, la
“Dandy!!” seru Widuri.Ia sangat terkejut saat hendak membuka pintu melihat Dandy sedang berdiri di depan pintu. Sebuah senyum tipis yang tidak bisa diartikan oleh Widuri sudah terukir di wajah pria manis ini. Widuri berharap kalau Dandy baru datang sehingga tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan putranya tadi.“Iya, aku baru datang. Apa sudah mau pulang?” tanya Dandy.“Iya, kami mau pulang. Mas Emran sudah menyelesaikan administrasinya.”Dandy hanya manggut-manggut kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Emran dan Alif yang berada di dalam kamar. Emran tersenyum menyapanya, tapi Alif terlihat diam dan menundukkan kepala. Dandy terdiam menghela napas perlahan sambil kembali melihat ke arah Widuri.“Sini, aku bantu bawakan!”Dandy langsung menyambar tas yang dibawa Widuri. Widuri mengizinkannya kemudian mereka sudah keluar kamar berjalan beriringan menuju parkiran. Alif dan Emran berjalan
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me