“Bagaimana keadaan Alif, Widuri?” tanya Dandy.
Widuri terlihat lesu begitu keluar dari ruang dokter yang menangani Alif. Beberapa saat tadi, Widuri langsung melarikan Alif ke rumah sakit karena panasnya semakin tinggi. Widuri takut terjadi apa-apa pada putra semata wayangnya itu.
Dandy terpaksa datang terlambat karena dia sudah terlelap saat Widuri menghubunginya tadi. Selama ini Dandy memilih tinggal di hotel jika berkunjung ke tempat Widuri. Meski sebentar lagi mereka akan menikah, tapi sengaja Dandy lakukan itu atas permintaan Widuri.
“Kata dokter, radang tenggorokannya kambuh. Mungkin satu dua hari dia dirawat inap di sini.” Widuri menjawab dengan lesu kali ini.
Dandy hanya tersenyum sambil membimbing Widuri duduk di sebelahnya. Mereka masih menunggu proses pemindahan Alif ke kamar rawat inap.
“Aku akan mengajukan cuti untuk membantumu di sini, ya.”
Widuri hanya diam dan tidak menolak tawaran Dandy. Mu
“Mas Emran ... ,” lirih Widuri.Emran tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sementara Widuri hanya bergeming di tempatnya. Di sebelah Emran, terlihat Alif dengan wajah ceria dan mata yang berbinar menatap Widuri dan Emran bergantian.“Ayah datang sebelum subuh tadi menggantikan Om Dandy, Bunda.” Kini Alif malah menjelaskan kedatangan Emran.Itu artinya dia sudah ada di sini selama tiga jam. Apa mungkin dia juga melihat saat Widuri tertidur pulas di sofa tadi? Kenapa juga Dandy tidak membangunkannya? Widuri jadi kesal sendiri, tapi dia juga tidak bisa marah. Nyatanya kehadiran Emran memang langsung membuat Alif ceria dan bahagia.“Iya, lanjutkan saja ngobrolnya. Bunda mau keluar sebentar.”Widuri memutuskan keluar dari kamar. Dia tidak mau membuat suasana tidak nyaman apalagi Widuri masih ingat apa yang dilakukan Emran padanya terakhir bertemu kemarin. Cukup lama Widuri menghabiskan waktu di kantin rumah sakit. S
“Bukankah sudah aku katakan, Mas. Aku tidak mau dan aku tidak bisa!” tandas Widuri. Ia sangat kesal dan sengaja meninggikan sedikit nada suaranya. Sepertinya Emran terus memancing kesabarannya. Widuri bahkan hampir lupa kalau dia sedang berada di rumah sakit kali ini. “Aku tahu kamu menolakku karena kamu sudah berjanji dengan Dandy. Namun, apa kamu tidak kasihan melihat Alif? Kamu tidak mau melakukannya demi Alif?” Widuri berdecak sambil menggelengkan kepala. “Jadi kamu memakai Alif sebagai alasan rujukmu, begitu?” “Kalau iya, kenapa? Bukankah kamu juga memikirkan hal itu? Setidaknya sempat terpikir di benakmu tentang hal ini, kan?” Widuri hanya diam sambil memalingkan wajah dari Emran. Emran terdiam dan untuk beberapa saat keadaan hening. Hingga Emran akhirnya bersuara kembali. “Aku hanya ingin memperbaiki keadaan dan menebus semua kesalahanku, Widuri. Kalau kamu memang sudah tidak mencintaiku lagi. Aku mohon, la
“Dandy!!” seru Widuri.Ia sangat terkejut saat hendak membuka pintu melihat Dandy sedang berdiri di depan pintu. Sebuah senyum tipis yang tidak bisa diartikan oleh Widuri sudah terukir di wajah pria manis ini. Widuri berharap kalau Dandy baru datang sehingga tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan putranya tadi.“Iya, aku baru datang. Apa sudah mau pulang?” tanya Dandy.“Iya, kami mau pulang. Mas Emran sudah menyelesaikan administrasinya.”Dandy hanya manggut-manggut kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Emran dan Alif yang berada di dalam kamar. Emran tersenyum menyapanya, tapi Alif terlihat diam dan menundukkan kepala. Dandy terdiam menghela napas perlahan sambil kembali melihat ke arah Widuri.“Sini, aku bantu bawakan!”Dandy langsung menyambar tas yang dibawa Widuri. Widuri mengizinkannya kemudian mereka sudah keluar kamar berjalan beriringan menuju parkiran. Alif dan Emran berjalan
“Aku ... sudah janji ke Emran. Aku akan melepasmu dengan ikhlas kalau kamu memang lebih memilih dia,” ucap Dandy.Mendengar itu, Widuri sontak menggelengkan kepala sambil menatap Dandy. Wanita manis berhijab itu terlihat cemas dan langsung meraih tangan Dandy.“Enggak!! Aku ... gak mencintainya. Aku gak mau rujuk dengannya. Kamu salah mengartikan sikapku padanya selama ini, Dandy.”Dandy menghela napas panjang sambil menarik tangannya dari genggaman Widuri. Widuri terkejut dan terlihat kecewa. Selama ini, Dandy tidak pernah menolak perlakuannya. Apa mungkin Dandy sakit hati atas semua yang dilakukan Widuri kali ini?“Masih ada waktu setidaknya hampir empat minggu. Kamu bisa mempertimbangkan semuanya. Aku tidak mau kamu menyesal karena sudah memilihku, Widuri.”Widuri terdiam saat Dandy berkata seperti itu. Dandy berdiri merapikan bajunya sambil melihat ke arah Widuri dengan sendu.“Jika kamu sudah me
“Apa kamu sudah siap jika aku memasangkannya sekarang?” tanya Emran.Widuri sontak membisu tak bersuara. Mata bulat wanita manis berhijab itu tertegun menatap Emran. Dia tidak menyangka kalau Emran masih menyimpan cincin kawinnya dan kini secara tidak langsung dia kembali melamar Widuri.Pria tampan yang sedang duduk di depan Widuri kali ini sedang menatapnya dengan sendu. Mata elangnya yang biasa berkilatan tajam kini terlihat sayu dan berbinar lembut seakan sedang menunjukkan banyak cinta yang dia punya.Perlahan Widuri menunduk dan menggelengkan kepala.“Aku ... aku tidak bisa, Mas,” cicit Widuri.Terdengar helaan napas panjang keluar dari bibir tipis pria tampan itu. Dia sudah menarik tangannya dan menutup kotak perhiasan kecil itu.“Ya, aku tahu. Kamu pasti belum menemukan jawaban yang tepat. Aku memakluminya. Kamu sangat baik dan tidak sanggup menyakiti hati seseorang. Meskipun orang itu terlalu sering men
“Dandy, bagaimana persiapan pernikahanmu? Bukankah kurang dua minggu dari sekarang,” tanya Bu Ami, ibunda Dandy.Dandy hanya diam sambil tersenyum ke arah ibunya. Tiap akhir pekan Dandy biasanya selalu ke tempat Widuri, tapi akhir pekan kali ini dia ingin menghabiskan waktunya di rumah. Tak ayal ibunya pasti akan bertanya mengenai pernikahannya kali ini.“Semua beres, Bu,” jawab Dandy dengan santai.Padahal kali ini hatinya berkecamuk hebat. Bahkan hingga saat ini, Widuri belum menghubunginya sama sekali. Dandy juga tidak mau menghubungi lebih dulu. Dia lelah selalu yang melakukan inisiatif lebih dulu, seakan hanya dia yang mencintai Widuri sementara Widuri tidak.“Syukurlah kalau begitu. Terus kok tumben kamu gak ke rumah Widuri. Apa dia tidak pulang?” Sekali lagi Bu Ami bertanya.“Kami sengaja tidak bertemu dulu sebelum hari-H, Bu. Bukankah begitu adat di keluarga kita.”Bu Ami langsung terse
Widuri terdiam sambil meletakkan ponselnya di atas nakas. Berulang helaan napas panjang pendek keluar masuk dari bibir Widuri. Dia tahu ini keputusan yang sulit dan harus ia lakukan. Bahkan pada akhirnya semua yang dia lakukan kali ini akan menyakiti salah satu pihak.Perlahan Widuri menyimpan dua cincin yang semalam ia amati ke dalam kotaknya masing-masing. Ia sudah memantapkan hatinya dan akan mengatakan semua keputusannya kali ini.“Bunda, apa Bunda mau pergi?” Tiba-tiba Alif menyeruak masuk ke dalam kamarnya.Widuri tersenyum dan menggelengkan kepala.“Belum, Sayang. Ini masih terlalu pagi. Memangnya Alif mau apa?”Alif tersenyum kemudian langsung duduk di pangkuan Widuri. Bocah laki-laki itu terlihat manja dan bergelayut di lengan Widuri.“Semalam Alif bermimpi kalau kita tinggal bersama Ayah, Bunda. Alif senang sekali.”Widuri hanya diam, mengatupkan rapat bibirnya tanpa menjawab ucapan Alif.
“Mas Emran ... masih ingat aku?” ujar wanita cantik itu. Emran hanya diam, tertegun menatapnya sambil mencoba mengingat siapa sosok yang berdiri di depannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum menatap Emran dengan sendu. “Kamu tidak menyuruhku masuk, Mas?” Kembali sosok itu bersuara. Emran mengangguk dengan ragu, kemudian membuka lebih lebar pintu kabin apartemennya. Dia pikir tadinya Widuri yang akan datang, tapi mengapa malah wanita lain. Emran harus segera menyelesaikan apa maksud kedatangan wanita ini ke tempatnya. Tentu Emran tidak mau saat Widuri datang, wanita ini masih berada di tempatnya. “Maaf, aku sedikit lupa denganmu. Kalau boleh tahu, ada keperluan apa ke sini?” Emran sudah menyilakan wanita cantik itu duduk di ruang tamu. “Mungkin Mas Emran lupa padaku karena penampilanku yang berbeda. Aku Kalina, istrinya Hasan. Apa sudah ingat?” Seketika Emran membelalakkan matanya menatap dengan heran ke arah wanita cantik di depannya ini. Dia kenal Hasan yang tak lain sahabat
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me