“Apa kamu sudah siap jika aku memasangkannya sekarang?” tanya Emran.
Widuri sontak membisu tak bersuara. Mata bulat wanita manis berhijab itu tertegun menatap Emran. Dia tidak menyangka kalau Emran masih menyimpan cincin kawinnya dan kini secara tidak langsung dia kembali melamar Widuri.
Pria tampan yang sedang duduk di depan Widuri kali ini sedang menatapnya dengan sendu. Mata elangnya yang biasa berkilatan tajam kini terlihat sayu dan berbinar lembut seakan sedang menunjukkan banyak cinta yang dia punya.
Perlahan Widuri menunduk dan menggelengkan kepala.
“Aku ... aku tidak bisa, Mas,” cicit Widuri.
Terdengar helaan napas panjang keluar dari bibir tipis pria tampan itu. Dia sudah menarik tangannya dan menutup kotak perhiasan kecil itu.
“Ya, aku tahu. Kamu pasti belum menemukan jawaban yang tepat. Aku memakluminya. Kamu sangat baik dan tidak sanggup menyakiti hati seseorang. Meskipun orang itu terlalu sering men
“Dandy, bagaimana persiapan pernikahanmu? Bukankah kurang dua minggu dari sekarang,” tanya Bu Ami, ibunda Dandy.Dandy hanya diam sambil tersenyum ke arah ibunya. Tiap akhir pekan Dandy biasanya selalu ke tempat Widuri, tapi akhir pekan kali ini dia ingin menghabiskan waktunya di rumah. Tak ayal ibunya pasti akan bertanya mengenai pernikahannya kali ini.“Semua beres, Bu,” jawab Dandy dengan santai.Padahal kali ini hatinya berkecamuk hebat. Bahkan hingga saat ini, Widuri belum menghubunginya sama sekali. Dandy juga tidak mau menghubungi lebih dulu. Dia lelah selalu yang melakukan inisiatif lebih dulu, seakan hanya dia yang mencintai Widuri sementara Widuri tidak.“Syukurlah kalau begitu. Terus kok tumben kamu gak ke rumah Widuri. Apa dia tidak pulang?” Sekali lagi Bu Ami bertanya.“Kami sengaja tidak bertemu dulu sebelum hari-H, Bu. Bukankah begitu adat di keluarga kita.”Bu Ami langsung terse
Widuri terdiam sambil meletakkan ponselnya di atas nakas. Berulang helaan napas panjang pendek keluar masuk dari bibir Widuri. Dia tahu ini keputusan yang sulit dan harus ia lakukan. Bahkan pada akhirnya semua yang dia lakukan kali ini akan menyakiti salah satu pihak.Perlahan Widuri menyimpan dua cincin yang semalam ia amati ke dalam kotaknya masing-masing. Ia sudah memantapkan hatinya dan akan mengatakan semua keputusannya kali ini.“Bunda, apa Bunda mau pergi?” Tiba-tiba Alif menyeruak masuk ke dalam kamarnya.Widuri tersenyum dan menggelengkan kepala.“Belum, Sayang. Ini masih terlalu pagi. Memangnya Alif mau apa?”Alif tersenyum kemudian langsung duduk di pangkuan Widuri. Bocah laki-laki itu terlihat manja dan bergelayut di lengan Widuri.“Semalam Alif bermimpi kalau kita tinggal bersama Ayah, Bunda. Alif senang sekali.”Widuri hanya diam, mengatupkan rapat bibirnya tanpa menjawab ucapan Alif.
“Mas Emran ... masih ingat aku?” ujar wanita cantik itu. Emran hanya diam, tertegun menatapnya sambil mencoba mengingat siapa sosok yang berdiri di depannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum menatap Emran dengan sendu. “Kamu tidak menyuruhku masuk, Mas?” Kembali sosok itu bersuara. Emran mengangguk dengan ragu, kemudian membuka lebih lebar pintu kabin apartemennya. Dia pikir tadinya Widuri yang akan datang, tapi mengapa malah wanita lain. Emran harus segera menyelesaikan apa maksud kedatangan wanita ini ke tempatnya. Tentu Emran tidak mau saat Widuri datang, wanita ini masih berada di tempatnya. “Maaf, aku sedikit lupa denganmu. Kalau boleh tahu, ada keperluan apa ke sini?” Emran sudah menyilakan wanita cantik itu duduk di ruang tamu. “Mungkin Mas Emran lupa padaku karena penampilanku yang berbeda. Aku Kalina, istrinya Hasan. Apa sudah ingat?” Seketika Emran membelalakkan matanya menatap dengan heran ke arah wanita cantik di depannya ini. Dia kenal Hasan yang tak lain sahabat
“Maaf, Mas Emrannya sedang keluar. Mau menunggu di dalam?” ucap Kalina dengan ramah.Widuri hanya terdiam, tertegun menatap wanita cantik di depannya. Baru kali ini, Widuri melihat sosok Kalina dan sosok wanita di depannya ini mengingatkan pada Mawar. Memang sudah lama, Widuri tidak berkunjung ke tempat Emran. Biasanya hanya Alif saja yang bermain ke sini sendiri.Kali ini Widuri sangat terkejut saat mendapati sosok cantik itu ada di apartemen mantan suaminya. Siapa dia dan ada keperluan apa? Apa hubungan antara wanita cantik ini dengan Emran? Banyak tanya yang berkecamuk di benak Widuri dan dia bingung harus menanyakan yang mana lebih dulu.“Tante siapa? Ayah mana?” Suara Alif membuyarkan lamunan Widuri.Widuri menoleh ke arah Alif dan memintanya bersikap sopan melalui tatapannya. Kalina tersenyum sambil menatap Widuri dengan ramah. Lagi-lagi tatapan mata wanita ini mengingatkan Widuri pada Mawar. Apa jangan-jangan mantan suaminya
“Tante, Widuri ada?” tanya Emran.Emran tergesa datang ke rumah Widuri dan langsung mencarinya. Ia harus menyelesaikan kesalahpahaman hari ini. Tante Rima hanya tersenyum melihat kedatangan Emran yang tergesa. Sebelumnya Tante Rima tadi sudah melihat Widuri pulang, wajahnya terlihat murung dan tidak secerah saat berangkat tadi.Kini Emran tiba-tiba datang dengan wajah tegang dan cemas. Jelas sekali terlihat kalau dua orang ini kembali bersitegang. Tante Rima menarik napas panjang sambil menepuk bahu Emran dengan lembut.“Widuri ada di teras belakang, Emran.”Emran tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sesudahnya dia gegas menuju ke teras belakang. Emran menghentikan langkah saat melihat Widuri duduk melamun sambil menatap kosong tanaman bunga di depannya. Emran perlahan mendekat tanpa suara kemudian duduk di depannya.Widuri terkejut, mendongakkan kepala dan melihat pria tampan ini sudah duduk di depannya. Widuri tidak bere
“Kalina, aku ingin bicara denganmu,” ujar Emran.Saat dia tiba di apartemen, Emran melihat Kalina keluar dari kamar. Sepertinya dia baru saja bangun dan terkejut melihat kehadiran Emran.“Mau bicara apa, Mas?” tanya Kalina dengan suara lembutnya.Emran terdiam beberapa saat, entah mengapa nada suara dan logatnya yang manja mengingatkan Emran pada Mawar. Sepertinya tepat kata Widuri kalau Kalina memang sangat mirip dengan Mawar. Mungkin itu juga yang membuat Widuri berpikir kalau Emran akan menikah dengan Kalina.Emran menarik napas panjang dan meminta Kalina duduk di ruang tamu. Kalina menurut, mereka duduk saling berhadapan kini.“Apa yang kamu katakan pada Widuri tadi?”Kalina terdiam dan mata indahnya kini melihat ke arah Emran dengan bingung. Emran menarik napas panjang sambil meraup wajahnya dengan kasar. Dia lupa tidak memberitahu Kalina tentang Widuri.“Widuri itu mantan istriku. Tadi d
“Pasien mengalami kelelahan dan anemia, itu sebabnya dia pucat dan hampir pingsan. Untung segera dibawa ke sini sehingga bisa cepat mendapat pertolongan,” jelas dokter.Widuri dan Emran sudah membawa Kalina ke rumah sakit. Dokter yang menanganinya baru saja menjelaskan apa yang dialami Kalina. Emran dan Widuri hanya manggut-manggut mendengarkan.“Kalau boleh tahu ke mana suaminya? Saya rasa suaminya harus tahu kondisi istrinya saat ini.” Kembali dokter itu bertanya.Widuri hanya diam sambil melirik ke arah Emran. Emran menarik napas panjang sambil membalas tatapan Widuri. Kemudian Emran melihat ke arah dokter tersebut dan bersuara.“Suaminya sudah meninggal, Dok. Dia sebatang kara.” Akhirnya Emran menjawab. Sang Dokter hanya manggut-manggut mendengarnya.Setelah mendapat beberapa penjelasan dari dokter, Emran dan Widuri gegas keluar ruangan. Mereka menunggu di luar ruangan kali ini.“Terima kasih, ya
“Saya ... saya ... sudah jatuh cinta ke Mas Emran sejak pertama bertemu, Mbak,” ucap Kalina.Widuri yang duduk di sampingnya hanya terdiam menatap wanita cantik ini. Dia baru saja bertemu dengannya, tapi wanita ini sudah dengan berani mengutarakan perasaannya kepada Emran. Sebenarnya tidak salah, mereka sama-sama berstatus single. Hanya saja, mengapa juga dia seberani ini? Padahal jelas-jelas Emran sudah bilang kalau sedang mengurus proses rujuk dengan Widuri.“Maaf, Mbak. Saya terlalu lancang mengutarakan perasaan saya. Namun, ini semua juga gara-gara Abang Hasan.”Widuri kembali terkejut dan menatap Kalina dengan alis mengernyit.“Abang Hasan yang meminta saya melakukannya. Beliau seakan menyiapkan saya untuk bersanding dengan Mas Emran. Abang Hasan terlalu sering menceritakan tentang Mas Emran dan semua kebaikannya. Bahkan tidak jarang menunjukkan foto kebersamaan mereka. Itu yang membuat saya jatuh cinta padanya.”
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me