“Saya pikir Bapak datang besok. Hari ini semua janji dengan klien saya batalkan,” ujar Reno.
Asisten Emran itu sangat terkejut saat Emran menelepon minta dijemput di bandara. Usai menemui Bu Nani di rumahnya, Emran langsung bertolak kembali ke kota tempatnya bekerja. Ada hal penting yang harus ia lakukan.
“Iya, gak papa. Hari ini aku mau off seharian. Kamu bisa balik kantor usai mengantarku ke apartemen. Kamu pesan taxi online saja nanti!!” pinta Emran.
Reno hanya manggut-manggut sambil fokus memperhatikan lalu lintas di depannya. Selang beberapa saat, mobil yang mereka tumpangi sudah tiba di apartemen. Selama bekerja di kota tersebut, Emran sengaja menyewa sebuah apartemen. Dia hanya tinggal sendiri, rasanya lebih efisien jika tinggal di apartemen.
Usai menurunkan barang-barang dan istirahat sejenak, Emran sudah keluar lagi. Kali ini dia mengemudi sendiri dan sedang meluncur ke sebuah kompleks perumahan. Meski baru sekali datang,
“Iya. Ayah Alif sudah datang. Ayah Alif ... ayah Alif itu Om Emran,” ujar Widuri.Seketika Alif terperangah kaget. Mata kecilnya memelotot dan hampir keluar menatap Widuri. Belum lagi mulutnya sudah menganga lebar dan langsung ditutup oleh kedua tangan kecilnya. Ekspresinya benar-benar menggemaskan kali ini.Emran yang melihatnya hanya tersenyum, kemudian tangannya terulur menyentuh Alif dengan lembut.“Yang dikatakan Bunda benar, Alif. Om memang ayah Alif.”Alif terdiam. Mulutnya sudah tertutup, matanya juga hanya menatap Emran dengan datar. Ekspresinya sudah berubah tidak sekaget tadi.“Jadi beneran Om Emran ayah Alif. Emang Om dulu kerja di luar negeri?” Alif malah bertanya hal yang berbeda.Emran tersenyum mendengarnya. Gara-gara kebohongan Widuri yang membuat Alif bertanya seperti itu padanya. Akhirnya mau tidak mau Emran menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Alif.“Iya. Sekarang uang
“Masih marah?” tanya Emran.Pada akhirnya Widuri mengalah dan ikut serta bersama Alif ke tempat Emran. Sepanjang perjalanan Widuri terus diam, melipat tangan di depan dada sambil memalingkan wajah dari Emran. Bahkan saat naik mobil tadi, maunya Widuri ikut duduk di belakang bersama Alif. Namun, lagi-lagi mantan suaminya yang arogan ini bisa memaksanya dan duduk di depan bersebelahan dengannya.“Ternyata sifat marah Alif menurun dari kamu ya, Widuri.” Emran menambahkan.Tentu saja hal itu membuat Widuri kesal. Setahu Widuri, selama ini banyakan sifat Emran yang diturunkan ke Alif bukan sifatnya. Widuri menoleh ke arah Emran dan menatapnya dengan sebal.“Aku gak marah hanya kesal saja. Dari dulu kamu gak berubah paling pinter kalau membujuk orang.”Emran langsung terkekeh mendengarnya.“Wah!!! Ternyata kamu masih ingat dengan sifatku. Aku pikir kamu sudah melupakan semua tentang aku.”Lagi
“Kamu melakukan itu karena takut jatuh cinta padaku lagi. Benarkan, Widuri?” ucap Emran sambil berlalu pergi. Widuri membisu hanya matanya yang membola seakan siap keluar dari tempatnya. Dari dulu hingga sekarang, Emran tidak berubah. Dia masih sombong, angkuh, arogan dan sok ganteng. Widuri berdecak kesal dan gegas masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan Emran. Maunya dia langsung tidur setelah seharian ini beraktivitas, tapi ponselnya tiba-tiba berdering. Widuri terjingkat kaget dan melihat nama Dandy di layar ponsel. “Dandy!! Kok tumben malam-malam telepon pakai sambungan video call lagi,” gumam Widuri. Panggilan Dandy terus berdering dan Widuri kebingungan untuk menjawabnya. Namun, kalau dibiarkan terlalu lama Dandy juga akan curiga. Usai mengatur napasnya dengan teratur Widuri mengangkat panggilannya. “Assalamualaikum, Dandy,” sapa Widuri dengan senyum manis. Pria berwajah manis di seberang itu langsung terlihat di layar ponsel. Matanya yang teduh sedang menatap dengan lem
“HEH!! Jangan ngimpi kamu!! Aku gak bakal mau balikan ama kamu,” cetus Widuri saking jengkelnya.Emran hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Mengapa juga Widuri merasa kalau Emran sedang mengejeknya? Rasanya keputusan untuk ikut datang ke sini benar-benar salah menurut Widuri.Widuri berjalan cepat menuju ruang makan dan melihat Alif sedang menikmati mie instan buatan Emran dengan lahapnya. Widuri terdiam dan bergeming di samping Alif. Maunya Widuri melarang, tapi ia jadi tidak tega melihat Alif makan begitu lahap.“Aku juga buatkan untuk kamu, tuh!!” Emran sudah menyahut dari belakang.Pandangan Widuri pindah ke meja dan melihat ada semangkuk mie instan lengkap dengan potongan cabe dan sayur serta telur mata sapi. Kenapa juga Emran tahu kalau dia suka mie instan yang lengkap seperti ini?Widuri menukar tatapannya ke arah Emran, tak disangka pria tampan itu juga sedang melihatnya. Mata mereka bertemu untuk beberapa se
“Bisa kita bicara sebentar, Emran,” ujar Dandy.Pukul dua siang, saat Emran datang ke kafe mengantar Alif pulang, Dandy menghampirinya. Hari ini, Emran memang sengaja mengantar dan menjemput Alif sekolah. Bocah laki-laki itu kesenangan selama mendapat perhatian Emran hari ini.Emran melihat ke arah Dandy sambil tersenyum dan mengangguk. Dia yakin pembicaraan Dandy pasti ada hubungannya dengan kejadian semalam.Mereka kini sudah duduk berdua di teras belakang sambil sibuk menyedot cigaret dan menikmati secangkir kopi seperti biasa. Emran terus mengulum senyum sambil menggelengkan kepala. Dandy yang melihat reaksi Emran sedikit bingung dan gegas bertanya.“Apa ada yang lucu menurutmu hingga kamu terus tersenyum sedari tadi?”Emran mengarahkan tatapannya ke Dandy sambil meniupkan asap putih dari mulutnya.“Sedikit. Pertemuan kali ini sedikit mengingatkanku pada masa lalu. Hanya saja saat itu aku yang di posisimu, D
“Sialan,” desis Dandy sambil mengepalkan tangannya.Emran yang melihatnya hanya menyunggingkan sebuah senyuman penuh kemenangan. Dia senang ulahnya hari ini berhasil mengintimindasi Dandy. Secara tak sengaja Emran mendengar percakapan Dandy dan Widuri semalam. Emran sudah menduga kalau mereka berdua sedikit bersitegang tadinya dan Emran sengaja datang untuk semakin memperkeruh suasana.Dia masih mencintai Widuri dan keinginan rujuk dengan mantan istrinya itu semakin besar saat tahu ada Alif, buah cinta mereka. Untuk itulah mengapa Emran berani menciptakan sebuah persaingan lagi dengan Dandy.“Apa semua baik-baik saja?” Tiba-tiba Widuri datang menghampiri mereka berdua.Wanita manis berhijab itu terlihat cemas memperhatikan dua pria yang berwajah tegang. Bahkan tangan Widuri ikut bergetar saat membawa baki berisi camilan untuk mereka berdua. Dandy menghela napas panjang dan tersenyum lebih dulu ke arah Widuri.“Iya, sem
“Enggak!! Bukan gitu maksudku. Hanya saja Alifnya sudah tidur,” ujar Widuri.Dia tampak serba salah kali ini. Emran hanya diam sambil berulang menghela napas. Widuri ikut terdiam dan kini sibuk memperhatikan mantan suaminya. Tampilan Emran kini sangat sederhana, celana training, hoodie hitam dan sandal jepit. Namun, segitu saja auranya selalu mempesona dan memikat Widuri.Widuri melihat beberapa buliran air menempel di rambut Emran. Bisa jadi dia menerjang gerimis saat berjalan masuk dari mobil ke kafenya atau bisa juga buliran air itu didapatnya saat menunggu antrian martabak. Widuri tidak tahu pastinya.“Apa martabaknya mau dibawa pulang atau aku kasih ke Alif saat dia bangun?” Widuri memecah keheningan mereka.Emran mengangkat kepala dan tak ayal mata elangnya kembali beradu dengan mata bulat Widuri. Emran tersenyum dan gegas menyodorkan martabak telur itu ke arah Widuri.“Simpan saja buat Alif. Aku sudah makan tadi
“Kok kamu masih di sini?” tanya Widuri. Dia baru saja keluar dari sekolah Alif dan melihat Emran sedang menunggu di depan mobil. Hari ini memang sengaja sekolah mengundang wali murid untuk hadir. Mereka mengadakan rapat sekaligus pemberitahuan tentang program sekolah yang akan dilaksanakan. Widuri pikir usai menurunkan Alif dan dirinya, Emran sudah berlalu pergi. Namun, nyatanya pria tampan itu masih berdiri di depan sekolah Alif menunggunya. “Aku sekalian menunggu waktu. Ada janji dengan klien di sekitar sini,” bohong Emran. Widuri hanya mengangguk. Kemudian sudah gegas berjalan menjauh, sepertinya dia hendak mencari taxi online. Emran bahkan melihat Widuri sudah sibuk memainkan ponselnya. “Kamu mau pulang?” Widuri tidak menjawab hanya melirik Emran dengan sudut matanya. Emran diam memperhatikan. Sikap Widuri ini mengingatkannya saat awal nikah dulu. “Aku sudah pesan taxi online. Kamu pulang saja. Bukankah katamu ada janji dengan klien.” Widuri sudah bersuara. Emran hanya mang
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me