Hayoo.. tebak siapa pemilik kafe-nya? Btw, enaknya Widuri balikan ama Emran, gak ya?? Cuss... kasih masukan dong authornya biar gak bingung. Hehehehe
“Anda ingin bertemu dengan saya, Tuan?” tanya sosok berhijab itu.Emran menoleh dan langsung tersenyum begitu melihat wanita paruh baya seumuran ibunya berdiri di depannya.“Iya. Apa Ibu pemilik kafe ini?” Emran bertanya dengan sopan.“Iya, betul sekali. Saya pemiliknya. Apa ada masalah?”Emran tersenyum dan menggelengkan kepala. Ia pikir kalau yang akan bertemu dengannya adalah orang yang dia kenal. Namun, sepertinya Emran salah. Gara-gara panggilan ibunya tadi pagi membuat pikiran Emran kacau.“Eng ... gak ada masalah, Bu. Hanya saja masakan Ibu mirip dengan masakan ibu saya. Saya suka.”Wanita paruh baya yang berhijab itu tampak tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Syukurlah kalau Anda suka, Tuan. Semoga Anda akan semakin sering ke sini.”“Tentu, Bu. Saya akan semakin sering ke sini.”Emran sudah berpamitan undur diri. Masih banyak pekerjaan ya
“WIDURI ... ,” lirih Emran bersuara.Sosok manis berhijab itu hanya terdiam membeku di tempatnya sambil menatap Emran tanpa kedip. Dia tidak bersuara sama sekali, tapi tangannya sudah melambai ke arah bocah laki-laki yang digandeng Emran.“Itu bundaku, Om,” ucap Alif yang tak lain bocah laki-laki itu.Emran tercengang mendengarnya. Menatap bocah laki-laki itu kemudian melihat ke arah Widuri secara bergantian. Widuri tidak menghiraukan tatapan Emran. Ia gegas menarik tangan Alif dari cekalan Emran.“Ayo, kita pulang!!” ucap Widuri.Tanpa berpamitan, ia langsung membalikkan badan dan berjalan berlalu pergi meninggalkan Emran dengan Alif di gandengannya. Emran tidak mau melepas kesempatan pertemuan ini. Ia gegas tersadar dan berlari mengejar.“Tunggu, Widuri!! Tunggu!! Aku mau bertanya!!”Widuri tidak menghiraukan dan terus mempercepat langkahnya. Alif sampai berlari-lari mengikuti langkah
“Kamu tidak akan berubah pikiran, kan?” tanya Dandy.Widuri terkejut dengan pertanyaan Dandy. Wanita manis berhijab itu mengangkat kepala dan melihat pria di depannya ini.“Aku sudah menyiapkan semuanya, Widuri. Tinggal dua bulan saja kamu akan resmi menyandang menjadi istriku. Aku hanya memastikan kalau kamu tidak akan berubah pikiran apalagi setelah bertemu Emran tadi.”Hampir lima tahun Dandy menunggu, hingga Widuri mengiyakan pinangannya tiga bulan yang lalu. Widuri pikir memang sudah saatnya dia untuk move on dan memulai hidupnya dari awal. Apalagi Dandy adalah mantan kekasihnya, sedikit banyak masih ada cinta yang tersisa untuk Dandy.Widuri tersenyum dan menggelengkan kepala.“Aku sudah memutuskannya, Dandy. Jadi kenapa kamu meragukan aku?”Dandy tersenyum lega melihatnya. “Syukurlah, aku senang mendengarnya. Aku pikir sikap dan kegelisahanmu tadi menunjukkan kalau kamu juga akan berubah pikir
“Assalamualaikum, Widuri. Boleh aku masuk?” ucap sosok itu yang tak lain Emran.Widuri membisu bergeming di tempatnya, tapi dia juga tak bisa mengusir Emran. Rumahnya bukan di perumahaan elit yang jarak antar tetangga berjauhan dan tidak saling peduli seperti saat dia tinggal dulu. Sekarang saja sudah berulang kali orang berlalu lalang di depan rumah menatap dengan curiga ke arah Widuri.Pelan, Widuri menganggukkan kepala sambil menyilakan Emran masuk.“Waalaikumsalam. Silakan masuk, Mas.”Akhirnya Widuri mengalah dan mempersilahkan Emran masuk. Emran tersenyum dan kali ini mereka memilih duduk di teras.“Apa Ayah dan Ibu gak ada?” tanya Emran kemudian.“Iya, mereka sedang keluar. Itu sebabnya kita duduk di teras saja.”Emran manggut-manggut sambil menautkan tangannya. Sementara Widuri hanya diam menundukkan kepala. Dia tidak tahu apa tujuan kedatangan Emran ke sini. Setelah lima tahun b
“APA?? Mawar meninggal?” ulang Widuri.Wanita manis berhijab itu sangat terkejut saat Emran memberitahu perihal madunya. Padahal selama ini, Widuri menyangka kalau mereka hidup bahagia bersama selamanya. Namun, dugaan Widuri salah.“Apa yang terjadi? Maksudku apa yang menyebabkan dia meninggal?”Emran terdiam beberapa saat kemudian kembali melihat Widuri dengan seksama.“Dia sudah lama terkena kanker darah dan aku baru saja mengetahuinya. Itu sebabnya dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamaku. Itu sebabnya juga dia menghalalkan segala cara untuk memonopoli aku saat itu. Maafkan Mawar, Widuri.”Widuri membisu. Tanpa diminta beberapa lintasan ingatan tergambar jelas di benaknya. Sikap Mawar yang awalnya baik dan manis tiba-tiba berubah sinis. Dia bahkan berubah ingin menang sendiri dan posesif terhadap Emran. Lalu Widuri teringat akan ucapan Tante Karin tempo hari. Saat itu Widuri bingung apa arti perkataannya
“Alif hilang?? Memangnya ke mana tadi?” tanya Bu Nani.Wanita paruh baya itu yang tadinya hendak beristirahat di kamar terlihat bingung mencari cucunya. Widuri terdiam dan mencoba mengingat-ingat. Seingat dia, usai memanggil Widuri, Alif langsung masuk kamarnya. Bahkan Widuri tidak melihat Alif keluar kamar. Apalagi dia duduk di teras. Harusnya dia tahu kalau Alif keluar rumah.“Setahuku dia masuk kamar tadi, Bu. Bahkan Alif gak keluar kamar selama ada Emran. Hanya saja kok sekarang gak ada.”Pak Gatot berdecak sambil menggelengkan kepala.“Sudah, tenang. Kita cari dulu di dalam rumah. Jangan-jangan dia sembunyi di kolong meja atau di mana,” ujar pria paruh baya itu.Widuri dan Bu Nani hanya menganggukkan kepala, kemudian ketiganya sudah sibuk mencari keberadaan Alif di setiap sudut rumah. Sementara itu, Emran masih mengemudi di mobil menuju rumahnya. Dia tampak galau dan sedikit kecewa usai mendengar ucapan Widu
“Om Dandy bukan ayah Alif, Om,” ujar Alif lirih.Meski demikian Emran bisa mendengarnya dengan jelas. Bahkan pria tampan itu sudah menegakkan telinganya bersiap mendengarkan lebih lanjut kejujuran Alif.“Kata Bunda, ayah Alif kerja jauh di luar negeri. Nanti kalau uangnya sudah banyak baru kembali pulang.” Alif meneruskan ceritanya, sementara Emran hanya diam mendengarkan dengan mata yang menatap tajam ke arahnya.“Padahal, Alif gak mau uang Ayah. Alif hanya mau Ayah datang saja.”Alif menundukkan kepala dan terlihat sedih. Emran menggeser duduknya dan menarik bocah kecil itu masuk dalam pelukannya.“Mungkin kalau uang Ayah Alif sudah banyak, pasti akan pulang. Alif berdoa saja supaya ayah lekas pulang,” bujuk Emran.Alif hanya diam menundukkan kepala. Kemudian tiba-tiba berdiri dan pindah duduk di pangkuan Emran. Emran hanya diam, mengizinkan bocah itu duduk di pangkuannya. Alif mendongakkan k
“Gak mau apa-apa. Cukup jawab saja pertanyaanku!! Siapa ayah Alif? Dandy atau aku?” ucap Emran.Widuri terdiam membisu. Mata Emran sudah menelanjanginya dan dia tidak mampu menghindar. Bahkan untuk bernapas saja dia sangat sulit. Hanya sesak yang kini bersemayam di dadanya.“Kok diam? Apa begitu sulit bagimu untuk menjawab? Atau jangan-jangan kamu mau mengarang cerita lagi.”Widuri memelotot ke arah Emran dan menarik tangannya mencoba lepas. Namun, yang ada Emran malah menarik tubuh Widuri mendekat bahkan tangan Emran sudah merengkuh wanita berhijab ini masuk dalam pelukannya.Widuri makin tercengang kaget mendapat perlakuan Emran. Mungkin kalau dulu, dia tidak akan mempermasalahkannya, tapi kini Widuri tidak mau. Ia berontak, meronta dan mencoba lepas dari Emran. Namun, yang ada Emran makin mempererat pelukannya.“Sekali lagi kamu gerak!! Aku akan menciummu, Widuri!!” ancam Emran.Widuri kembali terkejut.
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me