“Bu Seline, ini Pak Dandy Permana. Pak Dandy yang akan menghandle kerja samanya,” ujar wanita berusia paruh baya yang tak lain sekretaris Dandy.
Seline tersenyum sambil menganggukkan kepala sementara Dandy masih bergeming di tempatnya. Dia sangat terkejut dengan kehadiran Seline hari ini. Selama hampir tujuh tahun, Dandy berpikir kalau Seline meninggal dalam kecelakaan mobil. Lalu tiba-tiba dia muncul dalam keadaan sehat bugar berdiri di depan Dandy.
“Saya boleh duduk, Pak.” Seline membuyarkan lamunan Dandy.
Dandy mengangguk dengan kikuk kemudian menyilakan Seline duduk. Sementara sekretaris Dandy sudah berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. Dandy menarik napas panjang sambil berusaha mengatur emosinya. Dia tidak tahu harus bagaimana saat ini. Otaknya bahkan seakan tiba-tiba berhenti tidak bisa berpikir.
“Bagaimana kabarmu? Apa kamu akan terus berdiri di sana? Tidak mendekat, Honey ... .”
Dandy mengangkat kepa
“Kamu ... kamu sudah menjadi seorang ayah sejak tujuh tahun yang lalu, Honey,” lirih Seline bersuara.Dandy langsung terdiam dan membeku di tempatnya. Matanya hanya menatap Seline tanpa jeda. Seline membalas tatapan Dandy dengan lembut kemudian perlahan tangan Seline terulur menyentuh tangan Dandy. Dandy terjingkat dan menarik tangannya dengan cepat menghindar dari Seline.“Aku hamil, Dandy. Apa kamu lupa dengan pertengkaran terakhir kita kala itu?”Dandy tidak menjawab malah memalingkan wajah menghindar dari tatapan Seline. Dia tahu, saat bersama Seline dia berubah menjadi liar. Gadis itu yang mengajarkan banyak hal ke Dandy dan mengubahnya tidak terarah. Bahkan selama di luar negeri, Dandy tinggal satu atap dengan Seline.Itu hal yang lumrah untuk remaja di sana, tentu bisa dibayangkan apa yang akan mereka lakukan setiap saat di sana. Dandy juga mengakui saat malam pertama dengan Nilam kemarin bukan yang pertama baginya. Karena d
“Seline baru saja pulang sepuluh menit yang lalu. Katanya dia harus mengejar pesawat,” ucap Nilam.Dandy tiba di rumah dan sudah mendapat aduan dari Nilam. Dandy hanya diam sambil menyodorkan mie ayam pesanan Nilam. Nilam tersenyum, gegas menerima pemberian Dandy dan membawanya ke dapur.Sementara Dandy memilih duduk di ruang tengah sambil menjulurkan kaki seraya melepas dasinya. Dandy tidak habis pikir dengan ulah Seline kali ini. Apa maksud kedatangannya menemui Nilam?Nilam sudah kembali sambil membawa semangkok mie ayam. Dia duduk di sebelah Dandy dan terlihat lahap menikmati mie ayam. Dandy hanya mengulum senyum melihat reaksi Nilam.“Oh ya, Mas. Tadi Seline meninggalkan sesuatu untukmu. Itu!! Di paper bag itu!!”Dagu Nilam menunjuk sekantong paper bag yang berada di samping Dandy. Dandy hanya diam sambil menganggukkan kepala. Dia sama sekali tidak berminat untuk mencari tahu isi di dalamnya.“Apa dia menga
“Pak Emran, untuk kelanjutannya kita eksekusi sesuai kesepakatan, ya?” ujar Pak Burhan.Emran hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Entah mengapa usai menenggak minuman soda yang diberikan Kalina dia merasa aneh. Ia merasa gerah, panas dan tidak fokus. Emran berulang menarik napas panjang untuk menghilangkan semua rasa aneh itu. Bahkan ia sengaja membuka dua kancing kemejanya karena merasa gerah.“Bapak baik-baik saja?” tanya Reno.Sepertinya Reno tahu kalau bosnya sedang tidak baik-baik saja kali ini. Emran menoleh ke arah Reno, matanya tampak bingung, tapi kepalanya sudah mengangguk.“Iya, aku baik-baik saja. Hanya saja, aku sedikit kurang fokus, Ren.”Reno terdiam dan memperhatikan Emran dengan seksama. Malam ini udaranya tidak terlalu panas bahkan cenderung sejuk. Namun, mengapa Emran seperti orang kepanasan? Bahkan Reno melihat dahi atasannya itu sudah bercokol banyak peluh di sana.“Pak,
“Jadi Kalina memberimu obat perangsang sehingga kamu jadi aneh semalam?” tanya Widuri.Pagi itu Emran menceritakan semua yang terjadi pada dirinya semalam. Widuri yang mendengarkan tampak terkejut. Wanita manis itu hanya diam sambil menatap Emran dengan sendu.Emran mendekat dan menyentuh tangan Widuri kemudian mengecup punggung tangannya dengan lembut.“Aku minta maaf, Sayang. Gara-gara efek obat perangsang itu aku jadi kelewatan semalam. Kamu tidak apa-apa, kan?”Widuri terdiam membisu dan menundukkan kepala. Ia belum mengenakan hijab sehingga bekas kepemilikan Emran terlihat jelas di leher dan beberapa bagian tubuhnya. Sepertinya Tuhan masih menjaga suaminya sehingga terhindar dari muslihat jahat Kalina.“Aku baik-baik saja, Mas. Meski sedikit kaget menghadapimu. Kamu gak seperti itu biasanya.”Emran tersenyum dan sedikit lega mendengar ucapan Widuri.“Namun, aku bersyukur Tuhan masih menjagamu, Mas. Aku gak bisa membayangkan kalau kamu melakukannya dengan Kalina. Aku pasti akan se
“Buronan polisi?” tanya Emran dan Widuri secara berbarengan.Reno terdiam sambil menganggukkan kepala menatap Emran dan Widuri dengan seksama. Widuri menghela napas panjang dan menggelengkan kepala. Hal yang sama juga dilakukan Emran.“Memangnya dia terlibat dalam kasus apa hingga menjadi buronan polisi?” tanya Widuri.Reno terdiam sejenak kemudian tampak menghela napas panjang. Widuri dan Emran hanya menatap Reno sambil menunggu ia bersuara kembali.“Dia dilaporkan untuk sejumlah kasus penipuan dan rencana pembunuhan, Bu.”Seketika mata Widuri terbelalak kaget mendengar penjelasan Reno. Emran seakan tidak percaya dengan ucapan Reno. Pria tampan itu berulang menggelengkan kepala.“Kamu yakin dengan yang kamu ucapkan, Ren. Kamu harus punya bukti dan tidak boleh asal tuduh sembarang.”Widuri menganggukkan kepala mengiyakan apa yang dikatakan Emran. Reno menghela napas panjang sambil mengan
“Mas, kita jadi ke puncak hari ini, kan?” tanya Nilam pagi itu.Hampir tiga minggu berselang usai kedatangan Seline ke rumah Nilam. Hari ini akhir pekan dan Dandy ingin mengajak Nilam ke puncak. Nilam sudah lama ingin jalan-jalan dan baru kali ini Dandy menyanggupinya.“Iya. Aku sudah menyiapkan semuanya. Kita nanti bermalam di hotel langganan kantorku, Sayang.”Nilam kembali tersenyum kesenangan. Dulu dia pikir Dandy tidak akan mencintainya, mengingat pernikahan mereka berawal dari sebuah perjodohan. Namun, ternyata Nilam salah. Dandy benar-benar jatuh cinta padanya dan memperlakukan Nilam dengan sangat baik. Apalagi begitu tahu Nilam hamil. Semua keinginannya selalu dituruti.“Kalau sudah siap, kita berangkat, yuk!! Mumpung masih pagi, biar gak kejebak macet.”Nilam mengangguk kemudian sudah bergegas keluar kamar. Selang beberapa saat mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju puncak. Ternyata tepat dugaan Dandy. Jalanan menuju puncak mulai pa
“Dok, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Dandy.Beberapa jam setelah kecelakaan, Dandy sudah berada di rumah sakit. Ia baru saja mendapat pertolongan suster. Dandy hanya mengalami luka lecet di beberapa bagian tubuhnya. Penggunaan seat belt benar-benar menolongnya dari luka parah.Namun, kali ini dia tidak mau tidur di brankar. Dandy malah sibuk menanyakan keadaan Nilam. Seorang perawat menghampiri Dandy dan memintanya kembali ke tempatnya.“Tuan, dokter masih berusaha menolong istri Anda. Sekarang lebih baik Anda istirahat dulu.”“Enggak, saya harus tahu keadaannya dulu, Sus.”Suster itu menghela napas panjang sambil melihat kesal ke arah Dandy.“Ya sudah kalau begitu Tuan tunggu di sini. Sekarang dokter masih menangani istri Anda.”Dandy menurut sambil menganggukkan kepala. Dia tidak mau menunggu di ruang rawat inap dan memilih menunggu Nilam di ruang tunggu pasien. Dia harus mengetahui keadaan istrinya lebih dulu. Terlintas ingat
“Kamu sudah siuman, Sayang?” sapa Dandy.Usai bergulat dengan hati dan kesedihannya, Dandy masuk menghampiri Nilam di kamar rawat inap. Bu Ami, Pak Ridwan dan Indra berpamitan pulang. Esok mereka akan kembali datang menjaga Nilam.Nilam hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dandy berjalan mendekat kemudian mengecup kening Nilam dengan penuh kasih. Ia langsung duduk di kursi samping brankar Nilam. Dandy meraih tangan Nilam, menggenggamnya sambil mengecupnya beberapa kali.“Maafin aku, Sayang. Gara-gara aku kita harus mengalami hal ini.” Dandy bersuara kemudian.Nilam tersenyum membelai kepala Dandy dengan lembut. “Gak papa, Mas. Mungkin sudah takdir yang penting kita selamat.”Dandy mengangguk sambil tersenyum menatap Nilam dengan sendu. Untuk beberapa saat, Dandy terdiam. Dia ragu akan mengatakan tentang keadaan Nilam. Namun, Nilam lebih dulu bersuara.“Aku tahu kalau aku keguguran, Mas. Aku s
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me