Yuk yang mau kondangan, aku tungguin di perempatan. Buruan biar kebagian makanannya. Jangan lupa bawa angpao. Berupa gift diamond, likes, bintang yang banyak dan comen terbaik kalian di kolom review novel bagian depan. DON'T MISS IT.
“BUNDA!! AYAH!!!” seru Alif.Usai acara ijab kabul dan resepsi sederhana di rumah Widuri. Emran gegas mengajak Widuri dan Alif ke rumahnya. Nyonya Sari dan Tuan Sastro memang sudah menyiapkan pesta sederhana untuk mereka. Kini baru saja Emran dan Widuri masuk kamar dan beristirahat, Alif sudah mengganggunya. Bahkan Emran baru saja memulai cumbuannya saat suara Alif dan ketukan di pintu sudah menginterupsi mereka.Emran menarik napas panjang sambil berdecak. Ia meraup wajah dengan kasar sambil mengusir tatapan sayu nan penuh hasrat. Widuri yang melihatnya hanya tertawa. Wanita manis itu menarik selimut untuk menutupi tubuh sambil tak melepas pandangannya dari Emran.“Aku lupa kalau udah punya Alif. Harusnya aku keloni dia dulu tadi,” gumam Emran.“Udah buruan bukain pintunya, Mas. Kalau gak, dia malah gedor pintu nanti.”Emran berdecak, dengan ogah-ogahan dia memakai kembali celana piyamanya dan berjalan menuju pi
“Emran, semalam kok Ibu mendengar suara gaduh di lantai dua. Ada apa?” tanya Nyonya Sari pagi itu.Hari ini Emran dan Widuri masih berada di kediaman keluarga Emran. Mereka tengah menikmati sarapan bersama. Sepertinya semalam Nyonya Sari mendengar saat Alif berulang menggedor pintu minta dibukakan.Emran tersenyum sambil melirik Alif yang duduk di sebelah Widuri. Bocah kecil nan tampan itu kini tengah menunduk. Dari raut wajahnya sudah menunjukkan penyesalan yang amat dalam. Pelan Alif mengangkat kepala dan melihat ke arah Nyonya Sari.“Maaf, Nek. Semalam, Alif yang membuat gaduh.” Tiba-tiba Alif bersuara lebih dulu padahal Emran sama sekali tidak marah dan tidak berniat menyalahkannya. Namun, putra kecilnya malah mengakui kesalahannya lebih dulu.Nyonya Sari dan Tuan Sastro melihat ke arah Alif dengan kedua alis yang mengernyit.“Alif gak bisa tidur dan pengen tidur bareng Ayah sama Bunda. Maafin Alif ya, Nek.”
“Sayang ... kamu yakin kita harus balik sekarang?” tanya Emran.Usai mendapat telepon dari Siti, Widuri langsung memanggil Emran dan mengajaknya bicara di kamar. Widuri bahkan memutuskan untuk kembali lebih cepat dari rencana mereka.“Iya, Mas. Aku takut terjadi sesuatu dengan Kalina.”Emran berdecak sambil menggelengkan kepala. “Tadi kan Siti sudah menelepon ambulan, kamu juga sudah menghubungi Tante Rima untuk membantu mereka. Aku yakin semua sudah terkendali. Pasti Kalina sudah di rumah sakit dan berada dalam penanganan dokter. Kenapa mesti khawatir?”Widuri diam dan menoleh ke arah Emran. Emran diam memperhatikan. Hanya helaan napas yang kini keluar dari bibir Widuri.“Aku ... aku pernah di posisi Kalina, Mas. Hamil tanpa suami, tanpa ada orang terkasih yang menemani itu menyedihkan. Hanya saja aku lebih beruntung dari Kalina. Aku masih punya Tante Rima, Ayah, Ibu dan juga Dandy. Sementara dia. Dia seba
“IBU!!!” seru Dandy.Dia sangat terkejut dan urung bersalaman dengan wanita manis di depannya ini. Dandy menoleh ke arah Bu Ami dan Pak Ridwan. Kedua orang tua Dandy tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, Dandy. Ayah, Ibu dan pamanmu sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan Nilam.” Bu Ami kini bersuara.Dandy hanya diam sambil melihat wanita manis yang masih menundukkan kepala di depannya ini.“Nilam baru saja lulus kuliah. Usianya baru dua puluh tiga gak papa selisih jauh denganmu. Ibu yakin kamu bisa mengayomi dan membimbing Nilam nantinya.”Dandy masih tidak menjawab dan hanya melihat wanita di depannya. Dandy sama sekali tidak bisa melihat wajahnya. Namun, dari postur tubuhnya terlihat kalau Nilam sangat merawat dirinya. Rambutnya hitam legam sebahu terlihat rapi tergerai. Bentuk tubuhnya juga porposional sesuai dengan tingginya. Tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus. Kulitnya yang sawo matang
“Iya, Bu. Besok Ibu telepon saja kalau pesawatnya udah landing biar aku jemput,” ucap Emran.Hampir seminggu Kalina dirawat di rumah sakit dan kemarin dia baru saja pulang. Untuk sementara Kalina masih tinggal di apartemen Emran. Sepertinya Emran yang harus mengalah hengkang dari sana apalagi tadi Nyonya Sari telepon kalau akan datang mengantar Alif pulang besok.“Mas, siapa yang menelepon?” tanya Widuri.Mereka masih berada di kamar kali ini dan bersiap untuk beraktivitas.“Ibu, katanya besok mau ke sini sekalian antar Alif.” Widuri hanya manggut-manggut sambil sibuk merapikan hijabnya di depan cermin.Emran mendekat berdiri di belakang dan langsung memeluknya. Kemudian dia sudah mengendus tengkuk Widuri yang tertutup hijab seperti biasanya. Widuri hanya mengulum senyum sambil bergidik geli mendapat perlakuan suaminya.“Sayang ... kalau di rumah cuman kita berdua mending gak usah pake hijab, deh. Ap
“Kamu siapa? Kenapa ada di sini?” tanya salah satu sosok itu yang tak lain Nyonya Sari.Ternyata yang datang ke apartemen Emran kali ini adalah Nyonya Sari dan Tuan Sastro bersama Alif yang berdiri di belakang mereka. Kalina terdiam dan tampak bingung. Dia baru pertama kali ini bertemu dengan kedua orang tua Emran. Dengan Alif, meski sudah pernah bertemu, tapi sepertinya Kalina lupa. Apalagi Alif berdiri di belakang Tuan Sastro dan Nyonya Sari serta tampak mengantuk.“Eng ... saya ... saya Kalina, Bu.” Kalina sudah bersuara.Nyonya Sari terdiam sambil memicingkan matanya melihat ke arah Kalina. Wanita paruh baya itu menatap Kalina dari atas sampai bawah seakan sedang memindainya. Sepertinya Nyonya Sari merasa tidak asing dengan wajah dan visual Kalina. Kalina memang sangat mirip dengan Mawar. Tuan Sastro yang berdiri di sebelah Nyonya Sari hanya diam mengawasi.“Saya gak tanya nama kamu. Kamu ada hubungan apa dengan Emran? Ke
“Ibu jangan ngomong aneh-aneh, deh. Aku gak bakal mengulangi kesalahanku lagi,” ujar Emran.Nyonya Sari tersenyum sambil menepuk bahu putra kesayangannya ini.“Syukurlah kalau begitu. Jangan sampai kamu membuat menantu Ibu menangis lagi. Kalau tidak, Ibu cabut semua harta warisanmu, Emran!!”Emran hanya mengangguk sambil tersenyum. Sebenarnya dia sama sekali tidak masalah jika kehilangan harta warisan. Namun, dia akan menyesal seumur hidup jika kembali membuat Widuri kecewa apalagi kalau sampai menyakitinya lagi.Sebulan setelah itu, Emran dan Widuri sudah pindah rumah. Meski proses renovasi belum selesai seratus persen. Namun, Emran sudah memutuskan ingin cepat pindah. Dia tidak mau terlalu lama tinggal seatap dengan Kalina.Hari itu seluruh keluarga besar berkumpul di rumah baru Emran dan Widuri. Mereka juga mengundang beberapa rekan kerja termasuk Dandy. Kali ini Dandy tidak datang seorang diri, ada Nilam yang menemaninya
“GAK!! Aku gak mau!!” seru Emran. Widuri hanya diam. Mata bulatnya berulang mengerjap menatap Emran dengan seksama. Tidak biasanya Emran bereaksi seperti ini. Dulu dia selalu suka menolong dan sangat perhatian pada orang yang kesusahan. Mengapa sekarang berubah? “Aku beli rumah sengaja supaya pindah dari apartemen dan gak satu atap dengannya. Kenapa kamu malah ingin dia tinggal di rumah kita?” Emran menambahkan. Widuri menghela napas panjang dan tersenyum. “Aku hanya kasihan saja, Mas. Takut kejadian ini terulang lagi. Bukannya kata dokter tadi harus ada yang jaga dia selama 24 jam.” “Bukannya sudah ada Siti. Aku rasa dia bisa menjaga Kalina 24 jam. Toh, mereka hanya tinggal berdua. Tidak ada yang perlu dikerjakan lagi di sana.” Widuri terdiam dan membenarkan ucapan Emran. Widuri tidak tahu mengapa sifat Emran berubah. Dulu Widuri pikir, Emran akan sepenuhnya menol
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me