Bab 131"Aku ingin memastikan kamu aman dan nyaman tinggal di kota ini," ujar Reza sembari menggiring Dira masuk ke dalam kamar tidur satu-satunya yang ada di unit ini.Unit apartemen ini dulunya pernah dihuni oleh Sonya, adiknya. Reza kemudian menyulap apartemen ini dengan bantuan desainer interior sehingga apartemen ini menjadi apartemen yang layak dan terkesan baru, karena semua perabotannya merupakan perabotan yang baru dibeli. Sementara barang-barang yang dulu menghuni apartemen ini sudah dijual ke pusat penjualan barang bekas."Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kamu nggak perlu repot. Tapi ya, sudahlah. Terima kasih banyak, Reza. Berapa harga sewa unit ini? Aku akan mengganti uangmu jika sudah bekerja dan menerima gaji," ujar Dira. Dia meletakkan tasnya ke atas meja rias, lalu berbalik menghadapi pria itu."Ini apartemen milikku, lebih tepatnya apartemen ini pernah dihuni oleh Sonya sebelum dia menghilang." Suara Reza terdengar bergetar. Sampai saat ini dia belum juga menemukan a
Bab 132"Kita masih punya waktu sampai siang nanti, jadi aku akan mengajak kamu dan Aqila jalan-jalan dulu," ujar Akmal saat sang istri melayangkan protes."Aku harus segera melakukan persiapan, karena sore ini juga stand sudah buka dan kami akan mulai promosi dan jualan. Konon katanya, mulai siang ini para tamu mulai berdatangan....""Benar, tapi Ustadz Zubair bersama rombongan akan datang siang ini. Kita masih punya waktu untuk jalan-jalan. Nanti kamu dampingi aku ya. Kebetulan istri ustadz Zubair juga ikut.""Tentu saja." Perempuan itu mengulas senyuman. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi bisa tampil di samping suaminya di hadapan publik? Selama bertahun-tahun mereka tidak pernah lagi tampil bersama. Bahkan saat Akmal masih bekerja di Sierra Hotel, tidak sekalipun Hanina tampil bersama Akmal, karena sang papa yang berkeras tidak membiarkan mereka bersama. "Kalau begini caranya kan aku merasa diriku sebagai seorang istri.""Memangnya kemarin kamu merasa apa?"
Bab 133Dia tahu Akmal bekerja di Banjarmasin, tapi dia tidak pernah menyangka jika ternyata Reza adalah putra pemilik hotel tempat Akmal bekerja sebagai general manager. Ternyata dunia begitu sempit. Maksud hati ingin menjauh dari orang-orang yang selama ini berada dalam lingkaran kehidupannya, tapi tampaknya tidak semudah itu.Dira masih terus menatap interaksi Hanina dan Syaima dengan tatapannya yang sendu. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan, kecuali hanya sekedar menatap. Namun meski begitu, dia merasa aman karena mengenakan gamis yang sangat longgar dengan jilbab serta kain penutup muka yang bahkan hanya menyisakan matanya saja. Hanina tidak akan bisa mengenalinya. Ada untungnya Reza memintanya untuk mengenakan pakaian yang sangat tertutup ini."Apa kabar, Kak? Maaf jika aku harus pergi, meski kenyataannya aku tidak bisa benar-benar pergi dari kehidupan kalian. Namun setidaknya aku tidak perlu bertemu dengan Mas Rio lagi." Adira membatin. Dia duduk di salah satu meja yang berada
Bab 1Istri Kedua "Duh, airnya habis," keluh Hanina saat menemukan kardus berisi air mineral yang ternyata telah kosong. Dia lupa menyuruh suaminya membawakan kardus berisi air mineral yang baru ke kamar ini. Sebagai ibu menyusui, tentu Hanina begitu mudah haus, apalagi sekarang ia baru saja selesai menyusui Aqila, bayinya yang baru berusia sebulan."Ya sudah, sebaiknya aku ambil minum di dapur saja, sekalian menemui Mas Akmal. Pasti dia sedang berada di ruang tengah. Dia harus tahu jika air minum di kamar sudah habis." Hanina memutuskan. Dia merasa sangat yakin, pasalnya Akmal memang seringkali bekerja di tengah malam, menghabiskan waktu sampai subuh di belakang meja kerjanya di ruang tengah.Wanita muda itu menguap beberapa kali, lalu berjalan perlahan menuju pintu. Sebelum menutup pintu kamar, Hanina menoleh ke arah box bayi dan terlihat bayi kecilnya aman di tempat tidurnya. Aqila kembali terlelap setelah kenyang minum ASI dari ibunya.Perlahan kaki Hanina menapaki anak-anak ta
Bab 2Bukan Ibu Pengganti "Aku istri kedua?!" Hanina tergagap. Perlu usaha lebih keras untuk membuat tubuhnya tegak. Tubuhnya serasa remuk dan sakit, terutama bagian perutnya. Hanina meringis atas rasa perih di area jahitan bekas luka caesarnya.Tampaknya Akmal melupakan satu hal, jika Hanina melahirkan Aqila melewati operasi caesar. Apa yang membuat pria ini begitu emosi, hingga sampai hati membuat tubuhnya terbanting ke lantai? Apakah benar apa yang dikatakan oleh Akmal jika dia hanyalah istri kedua?Tapi jika benar Akmal hanya berbohong, tidak mungkin ia semarah ini kepadanya.Air mata Hanina kembali menderas."Kamu nggak perlu menangis, Hanina. Kenyataannya kamu itu hanyalah istri kedua. Dan kamu harus bisa menerima kenyataan ini. Aku ini adalah istri pertama Mas Akmal dan aku lebih berhak daripada kamu!" Risty berujar sinis tanpa beranjak dari tempat duduknya semula."Sudah saatnya kamu mengetahui kenyataan ini. Aku sudah bosan menjadi istri pertama yang disembunyikan. Aku juga
Bab 3Ajakan Untuk Berdamai"Maaf..." Suara lirih itu seketika membuyarkan lamunan Hanina. Dia menoleh ke belakang, bahkan memutar badannya tanpa sadar. Kini posisinya dengan Akmal menjadi berhadapan. Hanina menatap pria ini sekilas, kemudian kembali membuang pandangannya ke bawah, menatap taman yang gelap di bawah sana. Pria ini kini sudah berpakaian lengkap. Dia berdiri dengan tangan bersedekap di dada."Mau apa lagi kamu kemari, Mas? Bukankah seharusnya kamu berada di kamar Risty? Apa masih belum puas menyakitiku?""Maaf atas rasa sakit yang kamu rasakan, tetapi sekarang ataupun nanti akan sama saja. Aku tahu kamu kaget, tapi Mas tidak mungkin terus berbohong. Kenyataannya memang begitu. Risty adalah istri pertama Mas yang selama ini Mas sembunyikan...." Akmal berusaha meralat."Itu karena malam ini topengmu terbuka, Mas. Jadi Mas akhirnya mengaku. Iya, kan?" sergah Hanina. Dia memundurkan tubuhnya hingga punggungnya kini membentur dinding. Lagi-lagi dia membuang pandangannya tat
Bab 4Jangan Bawa Anakku!"Kalau kamu ingin sarapan, silahkan minta buatkan sama istri pertamamu. Bukankah aku hanya diperlukan rahimnya untuk melahirkan anakmu?! Sementara tugas-tugas yang lain, biarlah dilimpahkan kepada istri pertamamu. Bukankah seharusnya begitu yang lebih adil?""Lancang mulutmu! Seperti tidak pernah diajari bagaimana caranya menjadi istri yang baik!" Tanpa sadar Akmal mencengkeram lengan istrinya. Sebelah tangannya yang lain meraih nampan dan tanpa bisa dicegah lagi, Akmal menjatuhkan nampan itu ke lantai.Cairan susu tumpah kemana-mana, berceceran membasahi karpet yang terhampar. Untung saja lantai dialasi oleh karpet, sehingga gelas dan piring yang terbuat dari kaca itu tidak pecah. Hanina menatap menu sarapannya yang akhirnya menjadi sia-sia."Seharusnya kamu lah yang perlu diajari bagaimana caranya menjadi suami yang baik. Kamu pikir keputusanmu untuk membohongiku lalu menjadikanku sebagai istri kedua itu adalah benar?!" balas Hanina. Dia mendorong tubuh sa
Bab 5"Bertanyalah kepada istri pertamamu, Mas. Jangan bertanya padaku," sarkas Hanina seraya menepis tangan Akmal yang mencoba meraih bayinya. "Kamu nggak perlu peduli sama Aqila. Sana pergi. Kamu akan terlambat ke kantor jika harus menangani Aqila.""Tapi dia tengah menangis." Akmal menggeletakkan tasnya begitu saja di lantai, lalu mencoba meraih dan menggendong putri kecilnya. Anehnya, bayi itu langsung tenang setelah pundaknya ditepuk-tepuk oleh Akmal. Ini sungguh ajaib. Seketika Hanina menghela nafas dan dalam sekejap dadanya terasa kembali normal. "Segeralah kamu ke kantor, Mas. Jangan sampai Papa marah karena kamu terlambat pagi ini. Hari ini bukannya jadwal pertemuan bulanan dengan dewan komisaris?" Hanina mengingatkan seraya mengambil kembali Aqila yang sudah tenang dari gendongan suaminya."Ya baiklah. Kalau begitu aku berangkat." Pria itu berbalik tanpa menoleh lagi. Bersamaan dengan itu, asisten rumah tangganya yang bernama Wati itu datang. Perempuan berumur 45 tahun it
Bab 133Dia tahu Akmal bekerja di Banjarmasin, tapi dia tidak pernah menyangka jika ternyata Reza adalah putra pemilik hotel tempat Akmal bekerja sebagai general manager. Ternyata dunia begitu sempit. Maksud hati ingin menjauh dari orang-orang yang selama ini berada dalam lingkaran kehidupannya, tapi tampaknya tidak semudah itu.Dira masih terus menatap interaksi Hanina dan Syaima dengan tatapannya yang sendu. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan, kecuali hanya sekedar menatap. Namun meski begitu, dia merasa aman karena mengenakan gamis yang sangat longgar dengan jilbab serta kain penutup muka yang bahkan hanya menyisakan matanya saja. Hanina tidak akan bisa mengenalinya. Ada untungnya Reza memintanya untuk mengenakan pakaian yang sangat tertutup ini."Apa kabar, Kak? Maaf jika aku harus pergi, meski kenyataannya aku tidak bisa benar-benar pergi dari kehidupan kalian. Namun setidaknya aku tidak perlu bertemu dengan Mas Rio lagi." Adira membatin. Dia duduk di salah satu meja yang berada
Bab 132"Kita masih punya waktu sampai siang nanti, jadi aku akan mengajak kamu dan Aqila jalan-jalan dulu," ujar Akmal saat sang istri melayangkan protes."Aku harus segera melakukan persiapan, karena sore ini juga stand sudah buka dan kami akan mulai promosi dan jualan. Konon katanya, mulai siang ini para tamu mulai berdatangan....""Benar, tapi Ustadz Zubair bersama rombongan akan datang siang ini. Kita masih punya waktu untuk jalan-jalan. Nanti kamu dampingi aku ya. Kebetulan istri ustadz Zubair juga ikut.""Tentu saja." Perempuan itu mengulas senyuman. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi bisa tampil di samping suaminya di hadapan publik? Selama bertahun-tahun mereka tidak pernah lagi tampil bersama. Bahkan saat Akmal masih bekerja di Sierra Hotel, tidak sekalipun Hanina tampil bersama Akmal, karena sang papa yang berkeras tidak membiarkan mereka bersama. "Kalau begini caranya kan aku merasa diriku sebagai seorang istri.""Memangnya kemarin kamu merasa apa?"
Bab 131"Aku ingin memastikan kamu aman dan nyaman tinggal di kota ini," ujar Reza sembari menggiring Dira masuk ke dalam kamar tidur satu-satunya yang ada di unit ini.Unit apartemen ini dulunya pernah dihuni oleh Sonya, adiknya. Reza kemudian menyulap apartemen ini dengan bantuan desainer interior sehingga apartemen ini menjadi apartemen yang layak dan terkesan baru, karena semua perabotannya merupakan perabotan yang baru dibeli. Sementara barang-barang yang dulu menghuni apartemen ini sudah dijual ke pusat penjualan barang bekas."Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kamu nggak perlu repot. Tapi ya, sudahlah. Terima kasih banyak, Reza. Berapa harga sewa unit ini? Aku akan mengganti uangmu jika sudah bekerja dan menerima gaji," ujar Dira. Dia meletakkan tasnya ke atas meja rias, lalu berbalik menghadapi pria itu."Ini apartemen milikku, lebih tepatnya apartemen ini pernah dihuni oleh Sonya sebelum dia menghilang." Suara Reza terdengar bergetar. Sampai saat ini dia belum juga menemukan a
Bab 130Merasa terganggu, akhirnya Rio keluar dari mobil. Dia menemukan sosok seorang pria berseragam pelayan restoran yang nampak berdiri gemetar tepat di hadapannya."Tolong jangan gunakan kendaraan ini. Mas dan mbaknya pulang naik taksi saja. Bahaya," ucap pria itu dengan suaranya yang cukup lirih sembari ujung matanya melirik kanan dan kiri seolah takut ada yang akan mendengar pembicaraan mereka."Ya, tapi ada apa?" tanya Risty."Tadi saya melihat ada orang yang melakukan sesuatu kepada mobil kalian. Saya tidak bisa mencegah, tapi saya takut mereka akan mencelakai kalian dengan menggunakan mobil ini. Sudahlah, kalian tidak perlu banyak tanya. Sebaiknya tinggalkan saja mobil ini, atau telepon bengkel untuk menderek.""Ya sudahlah, sebaiknya kita pulang pakai taksi saja, Mas," ajak Risty. Perasaannya sudah tidak enak sejak ia memasuki mobil, ditambah dengan pemberitahuan dari pria muda ini. Risty menarik tangan suaminya dan segera mengajaknya berjalan menuju ke salah satu sudut hala
Bab 129"Dasar pelacur sialan! Gara-gara kamu, suami saya sekarang mendekam di penjara dan di vonis hukuman mati! Semua itu gara-gara kamu!" Salah seorang perempuan itu maju dan langsung menyiram isi gelas yang dipegangnya ke kepala Risty."Ah!" pekik Risty tatkala menyadari cairan kental itu kini bahkan sampai mengotori wajahnya. Buru-buru ia mengambil tisu, lalu mencoba mengelap wajahnya agar cairan kental itu tidak meleleh terus hingga mengenai matanya.Rio pun tak kalah kaget. Dia tidak sempat menangkap pergerakan perempuan itu. Namun pria itu langsung menangkap tubuh istrinya, tak peduli jika cairan berwarna putih susu itu ikut-ikutan mengotori kemejanya."Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba menyerang istri saya?" balas Rio. Perasaannya sudah tidak enak. Dia menduga ini ada hubungannya dengan masa lalu Risty. Resiko ini sudah ia perhitungkan sebelum memutuskan untuk menikahi Risty. Namun ia agak kaget juga dengan keberanian perempuan yang terlihat di awal berpenampilan dan bersikap cuku
Bab 128"Kalian... ngapain kemari?" Sepasang alisnya seketika terangkat menyaksikan Rio dan Risty yang kompak berdiri, lalu berjalan menghampirinya."Mau belanja," sahut Risty santai. Tatapan liarnya masih saja menyapu ke seisi ruangan, dan dalam hati ia mengagumi tempat usaha milik istri kedua Akmal ini. Ruangan yang yang sangat besar, megah, dan setiap barang ditata dengan sangat baik."Belanja?! Tapi...""Risty ingin berhijrah, Na. Dia ingin mengenakan hijab. Makanya aku membawanya kemari. Kamu kan lebih ngerti fashion sekaligus punya butik. Barangkali kamu bisa bantu Risty untuk memilih pakaian yang cocok untuknya," jelas Rio sembari mendorong Risty untuk lebih mendekati Hanina. Risty mengulurkan tangannya yang disambut Hanina dengan perasaan ragu. Setelah lebih dua tahun mereka saling mengenal, baru kali ini ia bisa bersalaman dengan Risty. Di acara pernikahan Rio dan Risty kemarin, dia tidak sempat bersalaman lantaran didesak oleh Liani untuk segera pulang."Oh... gitu ya? Kal
Bab 127Ide Akmal boleh juga. Meskipun sebenarnya modus, tapi setidaknya Hanina punya alasan untuk menyusul suaminya ke Banjarmasin, lagi pula Hanina merasa jika sikap kedua orang tuanya sudah sangat lunak sejak kedatangan ibu mertuanya yang menyerahkan mandat perusahaan kepada papanya.Ini sebuah kemajuan yang patut disyukuri. Siang itu juga Hanina berunding dengan Rima, Ani, dan Yanti yang merupakan supervisor dari rumah konveksi miliknya.Mereka mendukung dan menyanggupi untuk memproduksi barang yang dibutuhkan. Hanina juga menggodok kemungkinan akan meluncurkan produk baru seperti tas dan sepatu.Minggu-minggu yang sibuk. Hanina sangat serius dengan persiapan untuk peluncuran produk barunya. Sekarang Hanina Collection bukan cuma memproduksi jilbab segi empat dan pashmina, tapi juga tas, sepatu, dan gamis. Pengemasannya juga sangat diperhatikan. Hanina ingin setiap produk dari Hanina Collection memberi kesan eksklusif bagi calon pemakainya. Ini bukan soal fashion lagi, tetapi juga
Bab 126"Jadi begini, Pak Akmal. Saya bersama rombongan sepakat untuk booking penuh semua ruangan yang ada di Kartika Hotel, kecuali untuk ruangan tipe presiden suite dan suite junior. Tentunya pengecualian ini atas dasar pertimbangan biaya, karena seperti yang kita tahu dua tipe ruangan itu merupakan yang termahal." Pria itu terlihat mengangkat wajah sembari menyunggingkan senyuman. "Mohon dimaklumi ya, Pak.""Tidak masalah, Ustadz." Akmal balas tersenyum. "Tapi kapan jadwal kedatangan Ustadz Zubair bersama rombongan?" Akmal melirik Dahlia yang nampak serius di hadapan laptop, siap mencatat poin-poin penting yang akan disampaikan oleh klien mereka."Menurut jadwal, saya bersama rombongan akan datang tanggal 21 bulan depan dan kembali ke Riau tanggal 24. Jadi kami akan check in pada di tanggal 21, 22, 23, dan check out pagi hari di tanggal 24 bulan depan," jelas ustadz Zubair."Berarti 4 hari ya, Ustadz?" Akmal memastikan."Betul, Pak.""Baik, Ustadz. Akan segera kami siapkan segala
Bab 125Ponselnya berdering, tanda ada notifikasi pesan yang masuk. Namun Akmal tidak menanggapi. Dia yang masih sibuk sarapan lebih memilih fokus dengan sarapannya, apalagi dia sarapan di area restoran hotel ini. Ini jelas bukan sarapan biasa, tetapi sekaligus menjalankan tugasnya untuk memantau keadaan di tempat ini. Belum terlalu banyak pengunjung yang ada di restoran ini, padahal sudah hampir sebulan dia bertugas di hotel ini.Pria itu menghela nafas. Banjarmasin memang berbeda dengan Bali. Tidak bisa menafikan jika bisnis perhotelan memang lebih ramai di Bali ketimbang daerah ini. Namun Akmal harus tetap optimis.Dia yakin suatu saat hotel ini akan ramai pengunjung. Nama besar Aston merupakan jaminan kualitas pelayanan yang diberikan untuk semua pengunjung.Hari-harinya disibukkan dengan banyak pertemuan. Dia menjalin kerjasama dengan beberapa platform, biro perjalanan wisata baik wisata biasa maupun wisata religi. Di samping itu, tim marketing gencar mengadakan promosi besar-bes