"Assalamualaikum. Mi," sapa orang di ujung telepon."Waalaikumsalam. Bi.""Mi, bisa ke pesantren sekarang? Bawa serta Ali dan Fozee." Ubed bicara dengan nada cemas. Permintaan sang suami tentu saja jadi tanda tanya besar di kepala wanita tersebut. Pasalnya selama ini mereka tak boleh ke pesantren."Ada apa, Bi?" Mendengar suara sang suami yang cemas, tentu saja Liana ikut cemas meski belum tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi."Umi sakit lagi." Suara Ubed terdengar lesu. "Dan beliau menanyakan Ali dan Fozee.""Menanyakan? Apa Umi sudah tahu kalau aku masih hidup?" Liana tentu saja terkejut."Nanti, ya. Sayang. Nanti abi ceritakan semuanya." Ubed memutus telepon. Ia seperti terburu-buru karena harus ada yang diurus.Liana mendesah. Dulu, beberapa kali saat umi dan abah mertuanya masuk rumah sakit, ia sempat menjenguk mereka. Tentunya bukan sebagai menantu, tapi pengunjung biasa yang melihatnya bersama pengunjung lain. Tak ada yang curiga. Sebab banyak sekali orang yang perhatian dan
Kalila sibuk mencari tahu mengenai universitas yang dipilihnya untuk menimba ilmu. Diketik dalam pencarian 'Universitas Mataraman.'Serangkaian postingan muncul, bahkan beberapa akun yang menulis di profil mereka sebagai Mahasiswa di sana.Kalila mengklik bagian 'Foto', membukanya satu hingga terlihat di layar penuh. Lalu menggesernya perlahan, hingga foto-foto tampak secara bergantian.Fokusnya terganggu, kala sebuah foto seorang pria tampak dalam layar ponselnya. Pria menyebalkan yang tadi siang membantunya setengah hati dan menjatuhkannya ke lantai.Kalila mencebik. Lalu tersenyum sinis kala membaca caption dari pemosting.[Aset kampus, mahasiswa jurusan psikologi yang penuh prestasi.]"Apa dia pacarnya? Atau istrinya? Kenapa menulis seperti ini? Berlebihan sekali!" Gadis berusia dua puluh tahun itu mendecih. Tak terima, jika pria pertama yang dibencinya di kampus mendapat pujian seperti itu. Ingin mengabaikan, tapi ia mendadak dilanda penasaran bagaimana komentar-komentar yang t
Kalila bangkit dengan malas. Rasanya tidak perlu larut perasaan pada hal-hal tak penting seperti pria menyebalkan yang bernama Ghaza itu. Hal tersebut hanya moodnya rusak. Ia pun memutuskan untuk bersiap pergi, kebebasannya dari aturan sang papa perlu dirayakan. Usai memakai celana jeans, mengikat rambut rapi dan menutup kaos ketatnya dengan jaket hodie, tak lupa make up tipis yang membuat wajahnya makin terlihat segar. Kalila akhirnya keluar kamar."Kita akan ke mana Nona?" tanya seorang pria yang memakai seragam rapi tepat di depan tangga.Kalila memutar bola mata malas. Lalu dengan dua tangan tersilang di dada ia mengatakan, "Kamu belum dapat perintah dari papa untuk menjauhiku?" Gadis yang tampak manis itu bertanya ketus.Lelaki itu menggeleng, lalu melihat ke arah teman-temannya yang juga menggeleng.Kalila mendesah kesal. Ia lalu meraih ponsel di sakunya untuk menghubungi seseorang."Hallo, Pa. Papa belum bilang ke anak buah Papa buat menjauh sejauh-jauhnya dari Kalila?" tany
"Apa?" Mata Kalila melebar. Ia pun segera berbalik untuk melihat siapa orang yang kurang ajar menyerobotnya.Matanya semakin melebar, kala melihat siapa seseorang yang berdiri memegang bukunya dengan wajah tanpa rasa bersalah."Ghaza?!" Nama itu meluncur dari mulut Kalila."Hem?" Ghaza yang memperhatikan cover buku di tangan, sontak mendongak karena seseorang menyebut namanya. Mata elangnya mengecil. Memperhatikan wanita itu. Namun, wajah itu seolah asing baginya."Maaf apa kita kenal?" tanya Ghaza pelan."Apa?!" Kalila makin tak mengerti sikap orang di depannya. Apa dia merasa sok terkenal dan tak ingat padanya, wanita yang dijatuhkan di depan ruang admin.Eh, entah. Ia tak peduli. Ditarik paksa buku dalam genggaman lelaki itu."Ini buku aku lho, seenaknya aja kamu mengambilnya," gerutu Kalila mengangkat buku tersebut agar dilihat oleh pria di hadapannya.Ghaza mendesah. Dia tak sadar mengambil buku yang akan juga diambil orang lain."Maaf, saya mengambil buku itu karena belum ada d
Tanpa wanita itu sadari ada sosok yang tengah menunggu untuk lewat di hadapannya."Liana ...." ucap Fay pelan pada wanita bercadar yang berjalan perlahan melewatinya.Kaki wanita tersebut sontak berhenti. Dadanya berdebar mendengar suara berat yang menyebut namanya, meski ia belum melihat pemilik suara itu. Liana tak berani menoleh. Jika hal tersebut dilakukan, sama saja ia membenarkan dugaan, bahwa dirinya memang Liana.Fay yang melihat langkah wanita bercadar itu berhenti, mengecilkan mata. Memperhatikan gerik wanita itu lebih seksama, sebab reaksi itu sedikit banyak menguatkan keyakinan bahwa apa yang dipikirnya adalah benar."Ada apa, Humairah?" Suara Ubed terdengar dari arah lain. Melihat sosok suaminya tak jauh dari tempat Liana berdiri, wanita tersebut tersenyum. Lega. Merasa terselamatkan oleh kehadirannya yang tak terduga.Lelaki yang tetap tampak menawan meski usianya telah memasuki kepala empat itu tersenyum pada Liana. Ia hanya melirik dari ekor mata sekilas, bayangan di
Ali tengah fokus melihat jalanan, tapi tiba-tiba teringat ucapan Ghaza yang melempar pernyataan menggoda padanya. "Wih, harusnya dipanggil Gus dong." Pemuda itu tersenyum miris. Kalau saja nasabnya bin Muhammad Ubaidillah, anak dari kiai besar Kiai Abdullah, tentu hal itu akan membuat hidupnya terasa sempurna. Namun, yang ada nama bapaknya bukanlah Gus Bed. Melainkan nama pria lain yang menikahi ibunya dulu. Entah, pria itu di mana? Dia hanya tahu bahwa sang ibu melarang keras membicarakan apalagi menanyakan detail mengenai 'Muhammad Rifay,' nama yang tertulis di belakang namanya.Ibunya bilang, bahwa ayahnya yang sekarang adalah Gus Bed. Pria yang akan membedakan keberadaanya dengan Fozee, mereka sama. Sama-sama anak dan sama-sama disayangi.Karen larangan itu pula, sekali pun dia tak pernah mencari-cari pria tersebut. Bahkan hanya sekedar iseng mengetik namanya di pencarian internet. Ali takut tak sanggup menahan beratnya masalah yang datang nanti. Lantaran ia telah berani melang
"Assalamualaikum, Bi. Ya?" sapa Ali pada orang di ujung telepon.Di kejauhan, pria yang sudah seperti ayah kandung Ali itu pun menjawab."Waalaikumsalam." Ubed menjauh dari gundukan yang kini dikerumuni banyak orang. Orang-orang yang datang untuk bertakziah, menyembahyangkan dan mengantar hingga ke kubur jasad Umi Aisyah."Ini kami sudah di rumah sakit dengan Mbak Alhesa," ucap Ali lagi, ia mengabarkan keberadaanya yang kini sudah sampai rumah sakit untuk kembali menengok nenek."Em, Li. Sudah tidak ada di rumah sakit lagi. Kini kami sudah di kuburan mentalqin nenek.Wajah Ali berubah seketika kala mendengar kabar dari ujung telepon."Apa?! Nenek sedang ditalqin?!" tanya Ali melebarkan mata, begitu juga dua gadis yang bersamanya."Ada apa, Kak?" tanya Fozee meminta kepastian. Alhesa yang mendegar perbincangan itu tampak syok. Ia tak perlu bertanya untuk tahu bahwa sesuatu yang buruk terjadi ada neneknya."Nenek sudah ditalqin," ucap Ali dengan nada syok."Ap-apa?" Mulut Fozee berget
Cinta ibu adalah kedamaian. Kita tidak perlu berjuang untuk mendapatkannya, kita juga tidak perlu melayakkan diri untuk memperolehnya❤❤❤"Jadi, karena sesuatu yang mengancam nyawa umi kamu, Liana. Abi terpaksa menutupi identitasnya di depan semua orang, termasuk kamu," lanjut Ubed yang membuat seketika mata Alhesa membulat sempurna."Apa?" Diusap kasar jejak air mata di pipinya."Jadi ... umi Liana masih hidup, Bi?!" Mata Alhesa membulat. Ia seperti mendapat shock terapi dalam sekejap. Gadis bermata sayu itu mengubah posisi duduk, saking antusias terhadap pembicaraan ini.Ubed mengangguk sambil tersenyum senang. Ia melihat sorot harapan di mata puteri yang disayanginya. Jika bukan karena harapan itu, bagaimana seseorang akan hidup bergairah menjalani sisa hidupnya dari waktu ke waktu. Mana rela pria itu melihat belahan jiwanya larut dalam kesedihan? Sudah banyak kesulitan yang Alhesa rasa, dan sekarang saatnyalah kebahagiaan itu ia tumpahkan."Lalu kenapa umi gak pernah nemui Alhesa
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk