Ali tengah fokus melihat jalanan, tapi tiba-tiba teringat ucapan Ghaza yang melempar pernyataan menggoda padanya. "Wih, harusnya dipanggil Gus dong." Pemuda itu tersenyum miris. Kalau saja nasabnya bin Muhammad Ubaidillah, anak dari kiai besar Kiai Abdullah, tentu hal itu akan membuat hidupnya terasa sempurna. Namun, yang ada nama bapaknya bukanlah Gus Bed. Melainkan nama pria lain yang menikahi ibunya dulu. Entah, pria itu di mana? Dia hanya tahu bahwa sang ibu melarang keras membicarakan apalagi menanyakan detail mengenai 'Muhammad Rifay,' nama yang tertulis di belakang namanya.Ibunya bilang, bahwa ayahnya yang sekarang adalah Gus Bed. Pria yang akan membedakan keberadaanya dengan Fozee, mereka sama. Sama-sama anak dan sama-sama disayangi.Karen larangan itu pula, sekali pun dia tak pernah mencari-cari pria tersebut. Bahkan hanya sekedar iseng mengetik namanya di pencarian internet. Ali takut tak sanggup menahan beratnya masalah yang datang nanti. Lantaran ia telah berani melang
"Assalamualaikum, Bi. Ya?" sapa Ali pada orang di ujung telepon.Di kejauhan, pria yang sudah seperti ayah kandung Ali itu pun menjawab."Waalaikumsalam." Ubed menjauh dari gundukan yang kini dikerumuni banyak orang. Orang-orang yang datang untuk bertakziah, menyembahyangkan dan mengantar hingga ke kubur jasad Umi Aisyah."Ini kami sudah di rumah sakit dengan Mbak Alhesa," ucap Ali lagi, ia mengabarkan keberadaanya yang kini sudah sampai rumah sakit untuk kembali menengok nenek."Em, Li. Sudah tidak ada di rumah sakit lagi. Kini kami sudah di kuburan mentalqin nenek.Wajah Ali berubah seketika kala mendengar kabar dari ujung telepon."Apa?! Nenek sedang ditalqin?!" tanya Ali melebarkan mata, begitu juga dua gadis yang bersamanya."Ada apa, Kak?" tanya Fozee meminta kepastian. Alhesa yang mendegar perbincangan itu tampak syok. Ia tak perlu bertanya untuk tahu bahwa sesuatu yang buruk terjadi ada neneknya."Nenek sudah ditalqin," ucap Ali dengan nada syok."Ap-apa?" Mulut Fozee berget
Cinta ibu adalah kedamaian. Kita tidak perlu berjuang untuk mendapatkannya, kita juga tidak perlu melayakkan diri untuk memperolehnya❤❤❤"Jadi, karena sesuatu yang mengancam nyawa umi kamu, Liana. Abi terpaksa menutupi identitasnya di depan semua orang, termasuk kamu," lanjut Ubed yang membuat seketika mata Alhesa membulat sempurna."Apa?" Diusap kasar jejak air mata di pipinya."Jadi ... umi Liana masih hidup, Bi?!" Mata Alhesa membulat. Ia seperti mendapat shock terapi dalam sekejap. Gadis bermata sayu itu mengubah posisi duduk, saking antusias terhadap pembicaraan ini.Ubed mengangguk sambil tersenyum senang. Ia melihat sorot harapan di mata puteri yang disayanginya. Jika bukan karena harapan itu, bagaimana seseorang akan hidup bergairah menjalani sisa hidupnya dari waktu ke waktu. Mana rela pria itu melihat belahan jiwanya larut dalam kesedihan? Sudah banyak kesulitan yang Alhesa rasa, dan sekarang saatnyalah kebahagiaan itu ia tumpahkan."Lalu kenapa umi gak pernah nemui Alhesa
"Di mana Ali?" tanya Liana yang gelisah menunggu puteranya. Semua orang sudah kembali dari makam, tapi anak itu belum juga kelihatan."Mungkin masih di makam, Mi." Fozee menyahut. "Tadi Fozee lihat abang ngobrol sama kakek Hamdi dan Nenek sebelum mereka masuk mobil.""Apa kita susul ke sana?" tanya Liana lagi."Umi, sini aja deh. Biar Fozee yang ke sana." Gadis itu tak tega melihat ibunya kelelahan."Kamu gak papa?""Ya, nggaklah. Kan aku masih mudah dan sehat."Jawaban Fozee membuat sang ibu tersenyum. Ia bangga memiliki anak yang perhatian seperti gadis itu.Selepas Fozee pergi, Liana masih berdiri di tempatnya. Tadinya ia akan masuk, tapi ada sesuatu yang harus dikatakan pada Ali. Ia takut, jika anaknya itu bertemu lagi dengan Fay, lalu mereka semakin dekat dan saling bercerita tentang pribadi mereka. Tentu saja pesantren tempat rawan untuk keduanya, karena merasa saling kenal di luar pesantren dan keduanya memiliki ikatan keluarga, paman dan ponakan."Mi ...." Suara serak seorang
Selepas Fozee pergi, Liana masih berdiri di tempatnya. Tadinya ia akan masuk, tapi ada sesuatu yang harus dikatakan pada Ali. Ia takut, jika anaknya itu bertemu lagi dengan Fay, lalu mereka semakin dekat dan saling bercerita tentang pribadi mereka"Assalamualaikum," sapa Liana pada Ubed yang berada di ujung telepon."Waalaikumsalam, Mi. Ada apa? Apa sudah mau pulang?" Ubed mendadak kepikiran, kalau-kalau niatnya meminta Alhesa menemuinya akan gagal karena."Em, nggak, Bi. Mau bantu-bantu Mbak Aishwa dan santri di dapur dulu." "Oh, lalu?" "Apa Ali lagi sama Abi? Soalnya ponselnya nggak bisa dihubungi." Liana mengucap dengan gelisah."Apa mungkin masih di kuburan?""Nggak tau, Bi. Ini Fozee sedang mencari ke sana, sih. Tapi ... takutnya dia ketemu, em. Ketemu sama papanya." Wanita itu akhirnya menjelaskan kecemasan yang mengganggunya sedari tadi."Oya, soal itu ... Umi gak usah cemas, ya. Nanti kita bicarakan lagi. Biar abi ikut mencarinya sekarang." Ubed berusaha menenangkan sang ist
Belum lagi meraih tubuh Alhesa dan merengkuhnya, gadis itu menyodorkan benda yang sedari tadi dipegang, dan sontak saja menghentikan tujuan Liana untuk memeluk.Pandangan Liana yang berembun beralih ke tangan gadis yang juga menangis di hadapan. Bibirnya bergetar. Ia seperti akan menyatakan cinta pada kekasih. Ya, perasaan kepada seorang anak memang setulus itu, mencintai tanpa harus mempelajari seperti seseorang mencintai kekasihnya. Cinta yang tumbuh sendiri tanpa dicari-cari."Bagaimana kabarmu Alhesa?" Wanita yang tak lagi muda itu memberanikan diri bertanya. Alhesa tak menjawab. Tangannya saja yang kembali digerakkan, sementara tangan lain mengusap jejak air mata di pipi. Gerakan dari tangan itu adalah serupa penegasan, bahwa ia ingin Liana mengambil foto yang sudah lecek dalam genggaman. "Apa ini?" tanya Liana sembari meraih benda di tangan puterinya. Seketika wanita bercadar itu menutup mulut dengan mata melebar, saat tahu siapa yang berada dalam foto. Matanya kini beralih
Alhesa tak langsung masuk ke kamar. Ia bersembunyi di balik jendela dan memperhatikan ibunya yang masih membeku di teras rumah. Satu dua santriwati yang lalu lalang, membantu urusan dapur, melihat gadis itu. Namun, mereka tak berani menyapa. Apalagi gadis itu tampak asing, meski telah mendengar desas desus Ning mereka telah datang dari Malaysia.Dua mata Alhesa terus memandangi Liana. Itukah sosok bidadari yang selama ini terus dirindukannya, namun seolah tak tahu-tahu atas perasaan Alhesa. Tak berapa lama, pria yang tadi menjemputnya ke bandara menghampiri wanita bercadar itu.'Laki-laki? Yah, tentu saja Ali lebih dicintai daripada anak-anak perempuannya. Jika pun ingin anak perempuan bukankah sudah ada Fozee. Tak masalah membuangku.' Alhesa menggerutu dalam hati.Kini ibu dan anak itu sudah jauh di ujung halaman, tengah membuka bagasi mobil. Meski ia melihat reaksi Liana yang sepertinya tengah marah Ali, tetap saja ia merasa iri dan tak terima. Alhesa merasa hanya anak buangan yang
"Terimakasih, Ali. Kamu membantu mama saya." Fay mengucap tulus. Akhirnya ia menyadari keberadaan orang lain selain dirinya dan sang mama, sambil memegangi wanita tua itu dengan menuntun perlahan."Sama-sama, Pak. Saya sempat terkejut tadi. Jadi buri-buru mendekat ke nenek, takut beliau kenapa-napa.""Oya, saya baru tadi tahu kalau kamu anaknya Ubed, sepupu saya. Saya nggak ngerti, mungkin ibu kamu ikut madzhab tertentu yang membatasi diri untuk bertemu orang luar.""Hem, bukan, Pak. Bukannya dalam Islam, seorang wanita tempatnya di rumah." Ali berkilah. Dia tak ingin membawa pikirannya pada sesuatu yang pada akhirnya merusak hubungannya dengan sang ibu."Jadi itu alasannya. Hem, bisa dimaklumi." Fay manggut-manggut. "Tapi bagaimana dengan kalian, anak-anaknya? Apa juga sebaik-baik tempat di rumah? Bukannya menjalin silaturahmi adalah bagian dari ajaran syariat?" Sedikit banyak Fay penasaran pada keluarga Ubed. Arina tersenyum mendengar percakapan dua lelaki yang bersamanya. Dia mera
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk