"Kamu mau membunuhku? Bunuh saja aku!" seru Denny meringis menahan sakit tak terperi di kedua kakinya.Lelaki itu menatap nyalang pada Raudah yang sedari tadi menatap penuh amarah ke arahnya. Tampak matanya telah basah dan memoloskan cairan hingga membuat cadarnya kuyu.Denny bukan sekadara menantang. Akan tetapi, dia memang merasa tak berguna hidup jika kedua kakinya telah cacat. Apa gunanya dia hidup? Meski keinginan berkumpul dengan anaknya yang lahir dari rahim seorang pelacur pernah menjadi keinginannya. Namun, keinginan itu tak sekuat keinginan Bondan yang begitu mencintai Kalila. Atau bahkan darah dagingnya itu akan senang mendengar kabar kematian bapak biologisnya. Mana ada seorang anak yang lahir dari benih seorang penjahat? Pemerkosa dan pembunuh. Lengkap sudah kejatahan yang Denny perbuat.Lelaki itu tak menyangka jika wanita bercadar tersebut akan nekad mengambil pistol anak buahnya dan melepaskan tembakan padanya."Heh." Raudah kini menampakkan senyum sinis. Hal yang bel
"Assalamualaikum," sapa Jaya pada Faqih yang tengah ikut mengatur acara, dengan mempersilakan tamu-tamu untuk duduk di tempat yang tuan rumah sediakan."Waalaikumsalam," jawab ustaz muda itu sembari menoleh, melihat siapa yang baru datang dan mengucap salam padanya.Faqih tercenung menatap wajah brewokan di depannya. Tampak tak asing. Namun, banyaknya wajah yang ia temui setiap hari menyulitkan mengingat, sebab lama tak bertemu."Masih ingat saya?" tanya Jaya sambil melempar senyum tipis. "Saya sepupu Habib yang dulu sering nongkrong di Pesantren."Setelah mengingat-ingat, akhirnya Faqih tahu siapa gerangan yang berdiri di depannya dengan menyapa akrab itu."MaasyaAllah, maafkan saya." Faqih meraih tangan pria tua itu dan menyalaminya. Dia baru ingat, meski tak datang setiap waktu. Dalam beberapa bulan sekali, lelaki tua itu datang berkunjung ke Pesantren Almujahid. Dan Faqihlah yang melayani, mengingat dia aktif sebagai abdi dalem keluarga Ustaz Habib.Namun, tiga tahun belakangan s
"Denny, Denny, Denny ... Pria yang sabar dan telaten menjaja obat perangsang." Mr. X tertawa puas melihat pria yang memihak Bondan tersebut terbujur di lantai tanpa bisa berbuat apapun."Bangs*t!" Denny meludah ke samping. Tindakan yang dibuat untuk meremehkan musuhnya. "Siapa lo?"Mr. X tersenyum masam. Diletakan satu kaki dengan berjongkok mendekat pada Denny. Lalu membuka kacamatanya perlahan."Masih ingat?" Pria itu tersenyum."Kamu?!" Mata Denny menyipit kala melihat wajah di depannya, lalu mata itu melebar ketika ingat sesuatu. Kelebatan masa lalu yang dilalui dengan pria itu, kesalahan yang dibuatnya dengan Bondan yang mereka pikir sudah merenggut nyawanya."Kamu pikir aku akan membiarkanmu dan Bondan mati begitu saja?" Mr. X tertawa. Apa yang dilakukannya selama ini seperti tengah mendayung hingga dua tiga pulau terlampaui. Membantu orang-orang baik, dan memberi hukuman sekaligus pada orang yang berlaku jahat padanya.__________Ucapan Jaya terhenti yang tengah meyakinkan Lian
"Keadaan di luar mengerikan. Bang Deny sudah tertangkap oleh Mr. X," ucap salah seorang pria yang kini menjaga Bondan bersama dua rekannya yang lain. Pria-pria itu berdiri di depan kamar rumah sakit pasien yang kini bos mereka dirawat."Apa yang terjadi?" tanya satu rekannya yang lain."Mr.X sangat licik. Hari itu memang Bos meminta untuk membunuh Hamdi. Tapi apa kamu tahu, tim yang menanganinya gagal karena penjagaan ketat dari anak buah Mr. X.""Jadi ....""Ini politik cari muka!""Cari muka?""Ya, Mr. X sengaja mempercepat tujuan Bos Bondan membunuh Hamdi, demi menyudutkan Bos di mata keluarga Hamdi.""Sebentar? Maksudmu?""Ya, Mr. X-lah yang membunuh Hamdi. Dengan begitu empat tujuannya tercapai sekaligus. Menyudutkan Bos, cari simpati dan kepercayaan keluarga pesantren dan mengurangi beban mereka menjaga Hamdi. Satu lagi, dia bisa menghabisi Bang Denny.""Apa?!""Tak percaya? Heh." Pria itu tersenyum sinis. "Kamu memang tak mengerti, dunia mafia memang kejam. Seringkali tak bisa
"Kenapa senyum-senyum sendiri, Al?" tanya Aishwa yang membawakan segelas susu untuknya."Hah?" Alhesa sontak menoleh dan mendapati budenya sudah berdiri di sisi ranjang. Sejak kapan perempuan itu berada di kamarnya? Alhesa menoleh, dan benar saja pintunya dibuka, bahkan sebelum masuk kamar pun pasti sudah kelihatan ekspresi wajahnya, yang tengah membaca pesan balasan dari Ustaz Faqih."Oh, Bude." Gadis yang terkejut itu segera membalik ponsel den meletakkan di nakas.Dahi Aishwa berkerut. Diraih ponsel Alhesa, yang membuat mata gadis itu melebar sempurna. Apa Budenya akan lancang membuka ponselnya? Bukankah dia sudah dewasa dan punya privasi untuk hal itu."Jangan meletakkan ponsel dalam posisi terbalik, sayang layarnya nanti tergesek," ucap Aishwa sambil meletakkan ponsel gadis itu kembali dalam posisi menghadap ke atas.Alhesa menghela napas lega. Saking takut kepergok alasannya senyum-senyum sendiri, dia sampai suudzon kepada wanita yang mengerti agama jauh lebih matang dari padan
Detik kemudian, suara ponsel di kantong Ali terdengar. Pemuda itu pun menjauhkan tubuhnya dari sang nenek, lalu merogoh benda pipih di kantongnya."Hallo, assalamualaikum. Om, di mana?" tanya Ali yang heran, Omnya mendadak hilang setelah perginya Umi dan Abinya."Waalaikumsalam. Li, bisa bantu Om?""Bantu?""Ya?""Ap-apa itu?" tanyanya ragu."Datanglah ke mari, Om akan menjelaskannya nanti."Dada Ali seketika berdebar. Apa yang terjadi dengan Omnya? Pikirannya tiba-tiba melayang pada kejadian di makam, saat Omnya tampak begitu emosi dan ingin membalas perlakuan para penjahat itu. Apa Omnya ingin mengajak Ali bergabung untuk itu?Di saat itulah Fozee masuk, berniat menggantikan Ali di sisi nenek mereka. Sementara wanita tua itu tampak aneh dengan obrolan cucunya dengan orang di ujung telepon yang sempat dia tahu adalah Indra. Ekspresi pemuda itu seperti tengah panik. Ada kabar apakah gerangan?"Ini soal apa, Om? Em, Ali gak bisa tinggalin Fozee dan nenek sendiri," kilah Ali yang merasa
Ke-tujuh orang itu digiring ke mobil untuk diantar pulang. Namun, Ubed dicegah oleh seseorang. Mereka yang tadinya diliputi ketenangan sekaligus kelegaan dalam hati lantaran akan pulang, kembali bertanya-tanya dalam hati. Hati mereka memiliki firasat buruk tentang Ubed."Maaf silakan kalian semua pergi, kecuali Gus Ubaidillah," ucap pria berbadan tegap tersebut. "Apa?!" Semua orang tak terima terutama Liana. "Kenapa harus Gus Ubed?" Habib bergerak memberikan diri sebagai tameng. Ia merasa pria di belakangnya akan dijadikan tumbal untuk yang lain. Benarlah, seharusya dari awal ia tak mudah percaya begitu saja."Tapi kata Tuan, ini atas permintaan Gus sendiri," jelas pria yang mendapat perintah dari Mr. X.Raudah yang khawatir pada suaminya, menarik pria tersebut, agar tak terlibat. Sudah cukup luka yang didapat Ghaza, ia tak mau suaminya pun bernasib sama.Semua orang kini melihat pada Ubed. Apa benar yang anak buah Mr. X katakan? Setelah berpikir sejenak, akhirnya Ubed sendiri i
'"Oya, begini maksud kedatangan kami. Em, ingin menanyakan Ning Alesha lagi untuk adik kami." Sang putera sulung menjelaskan hati-hati.'Hem. Kalau saja mereka tahu apa yang sedang menimpa keluarga ini. Kami sedang berduka, Gus Bed tak ada di pesantren. Entah. Sampai kapan.' Aishwa mengucap dalam hati.Ia menyesal tak menyempatkan waktu bicara pada abahnya juga. Seandainya permasalahan yang berkaitan dengan lamaran Aishwa lebih dulu dirunding sebelum kedatangan keluarga Pesantren Safinatun Najah. Mungkin dia tak akan sefrustasi sekarang untuk menjawab. Ditambah masalah yang menimpa Ubed.Aishwa menatap pada wajah tua sang abah. Pria itu masih memperlihatkan aura tenang. Tatapannya teduh seperti biasa, meski ia tahu hatinya tengah bergemuruh seperti ombak di lautan. Masalah Ubed pasti menguras pikirannya."Pripun, Bah." Aishwa memberanikan diri memecah kesunyian antara keluarganya dan para tamu dengan menatap sang abah."Hem. Maafkan saya, bukan karena kami tak tepat janji. Namun, abin
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk