Janette baru saja selesai minum obat dan akan beristirahat di rumah pribadinya. Dia ingin datang ke kediaman Yuan, bertemu Sky yang belum sempat bicara banyak dengannya sejak kembalinya Sky ke Singapura. Tapi Sky sudah lebih dulu menemuinya. “Mom,” panggil Sky sambil memeluk tubuh Janette yang semakin kurus. “Sky …” Janette menatap pria di depannya, tangannya membelai wajah Sky yang kini juga tampak jauh berubah. Lebih banyak tersenyum tidak seperti sebelumnya. “Maafkan aku!” ucap Sky lirih dan kembali memeluk tubuh wanita yang sudah membesarkannya dengan penuh cinta, kasih sayang juga mengajarkan kedisiplinan tinggi padanya. Janette menggelengkan kepalanya, “Mommy yang harus minta maaf. Mommy gagal menjadi ibu yang baik untukmu dan juga Nicholas,” balas Janette dengan bahasa tersirat. Sky membawa Janette duduk di sofa, menyandarkan punggung Janette serta menaikkan kakinya agar lurus ke depan. “Kami tidak menyalahkan Mommy. Mommy tetap ibu yang hebat untuk kami, neneknya Syelin d
Angelo langsung di giring oleh aparat kepolisian begitu dia keluar dari imigrasi bandar udara Ninoy Aquino, Manila. Sedangkan Riri di bawa kembali ke Singapore. Terjadi pemberontakan pada Riri yang tidak mau di bawa kembali tapi dia tidak bisa melawan petugas yang memiliki tubuh tinggi besar membekuk tangannya ke belakang. "Berjalan maju seperti biasa, atau kamu akan kami tembak jika berani kabur di sini. Kami memiliki ijin untuk itu," bisik petugas wanita dekat telinga Riri lalu mengepalkan tinjunya ke pinggang belakang Riri dan mendorong tubuh wanita itu agar terus bergerak maju. Di Singapura, Sky dan Seiji masih berbincang di ruang kerja Sky. Syelin tertidur di pangkuan Seiji, tidak mau di letakkan di atas kasur. "Dia sudah kembali," ucap Seiji memberitahu tentang Riri kepada Sky. "Uhm! Terima kasih, Seiji." sahut Sky bergumam dan berterima kasih. "Bagaimana hubunganmu dengan Irine? Putriku sepertinya membutuhkan Mama, selain Alin tentunya, yang akan mendampingimu," "Ap
Riri langsung duduk pada kursi di depan Alin, wajahnya sedikit pucat seperti kurang istirahat dan kantung matanya sedikit menghitam. "Puas kamu, Alin?" ucap Riri sinis pada Alin yang sudah menunggunya lima menit lalu. Alin menatap Riri lekat-lekat, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan melipat tangan di depan dadanya, "Puas?" ulang Alin menaikkan alisnya ke atas, "Apa maksudmu?" lanjutnya terus memperhatikan semua gerak-gerik Riri di depannya. Di sudut ruangan berdiri tegak Keita yang mendampingi Alin sesuai peran yang di butuhkan. Wajah Keita juga menatap Riri tanpa ekspresi tapi telinganya ikut mendengarkan apapun yang di ucapkan Riri pada Alin. "Ga usah pura-pura! Munafik kamu, Alin! Apa tujuanmu datang ke sini kalau bukan untuk menertawakanku? Huh! Kamu pikir kamu sudah menang?" Riri tertawa sinis mengejek dan menghina Alin yang tetap tersenyum di bibirnya meski matanya menatap Riri tajam. "Terserah kamu menilaiku apa, yang pasti aku hanya ingin menjengukmu. Bagai
Keita menerima laporan dari teman-temannya yang dia tempatkan untuk mengawasi Riri di pusat rehabilitasi meskipun juga sangat mudah baginya meretas sistem keamanan di sana dan melihat apapun yang terjadi. "Aku ada pekerjaan, nanti aku kembali lagi!" ucap Keita pada Daffa, lalu dia melirik sebentar ke arah pintu ruangan Sky yang tertutup rapat. "Amankan dia, dan pinta Dokter memeriksa keadaan Riri!" pinta Keita kepada temannya melalui sambungan telpon yang juga merupakan anak buah Seiji di Singapura. "Ku rasa dia tidak bekerja sendiri, karena dia hanya seorang tukang bersih-bersih, bukan orang lokal," ujar teman Keita di telpon padanya. "Hm! Buat dia bicara, tawarkan uang kalau begitu!" saran Keita cukup gemas dengan cara kerja orang yang masih belum berhenti mengusik ketenangan hidup Alin dan Sky. Tidak lama, Keita sudah sampai pada sebuah rumah yang tidak jauh dari pusat rehabilitasi. Keita mendorong pintu yang tidak terkatup rapat dengan ujung telunjuknya. Terlihat seorang
"Aku sudah memperingatkan kalian, jangan pernah mengganggu Sky! Tapi ternyata kalian sudah paham akan risikonya!" ujar Nicholas tegas dan tajam menatap Henry Han, Ayah yang membesarkannya sejak bayi.Henry sedang duduk pada kursi empuk dalam ruangan kerjanya di Hongkong saat Nicholas masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk."Kamu datang, mau makan apa?" tanya Henry mengabaikan ucapan sengit Nicholas saat tadi memasuki ruangannya.Henry menekan tombol pada pesawat telpon, "Bawakan dua cangkir kopi ke ruanganku, sekarang!" ucap Henry pada pekerjanya lalu berdiri mempersilahkan Nicholas duduk pada sofa mewah yang terdapat di dalam ruangan."Jangan menguji kesabaranku, Henry! Kamu sangat tau tujuanku datang ke sini bukan untuk bersantai ataupun menikmati secangkir kopi yang bisa saja telah kau perintahkan membubuhkan racun untukku!"Nicholas terlihat sangat kaku, sungguh berbeda dengan Sky yang bisa mengikuti alur para musuhnya meskipun bersikap dingin.Nicholas memang dibesarkan hampir tida
Nicholas tiba di kediaman Yuan sebelum tengah malam tiba. Mr. Philippe belum tidur dan dia langsung tersenyum senang melihat kedatangan Nicholas."Tuan muda Sky masih di rumah sakit," ucapnya pelan.Nicholas mengangguk samar. Melirik ke arah pintu kamar Janette sebentar sebelum dia pergi ke dapur untuk bertemu Alex."Dimana Syelin?" ucap Nicholas bertanya pada Mr. Philippe yang masih mengikutinya sampai le dapur."Syelin dibawa Seiji menginap di apartemen Irine," sahut Mr. Philippe sambil mengambil cangkir dari kabinet dan menuangkan minuman segar untuk Nicholas."Alex sedang berada di halaman belakang," cetus Mr. Philippe memperhatikan wajah Nicholas yang terlihat tenang.Mr. Philippe sudah sangat paham akan ketenangan Sky dan Nicholas, karena itu berarti telah atau akan terjadi sesuatu yang menyenangkan mereka."Uhm, aku ke kamar dulu. Nanti kalau Alex kembali, minta dia bawakan pasta saus tomat ke kamarku," tutur Nicholas seraya berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai du
Janette menatap lekat pada Nicholas yang sedang duduk sarapan di seberang mejanya."Kita harus bicara, Nick!" ucap Janette setelah menyendok beberapa suap makanannya yang sama sekali tidak bisa dia nikmati.Nicholas menggedikkan kedua alisnya berujar, "Silakan!""Hanya kita berdua!" pinta Janette tegas seakan tubuhnya tiba-tiba menjadi sehat bertenaga."Apakah ada orang lain di meja makan ini, Janette?" sahut Nicholas tersenyum sinis.Nicholas menegakkan punggungnya ke sandaran kursi duduknya, mengambil gelas air mineral untuk dia minum.Janette menelan salivanya yang terasa pahit. Bertahun-tahun dia berinteraksi dengan Nicholas, tetapi dia masih belum bisa merengkuh hatinya seperti dia mendapatkan Sky."Kemana kamu beberapa hari ini?" tanya Janette berbasa basi."Untuk apa aku melaporkan kegiatanku padamu Janette? Aku sudah tidak bekerja lagi untukmu!" sahut Nicholas menyeringai sinis."Oh ya, Henry sudah tewas di Hongkong. Ku dengar staffnya yang membunuhnya dengan racun, karena mer
Janette terbatuk dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sedangkan Nicholas membawa kursi rodanya ke balkon hotel depan ruangan pesta pernikahan Seiji dan Irine."Jika kamu sungguh-sungguh mencintai Daddy kami, mengakulah pada Sky jika kalian sudah memperdayanya sejak dia pemuda belia dan menewaskan Diana,"Janette terkejut menoleh ke samping menatap Nicholas. "Diana? Aku tidak mengetahui hal tersebut!" spontan Janette menjawab cepat.Janette mengetahui jika Diana adalah kekasih Henry sebelumnya tetapi penyebab kematiannya, dia tidak pernah tahu kebenarannya karena Henry mengatakan Diana bunuh diri di kamarnya dengan meminum racun yang menghancurkan tubuh bagian bawahnya.Sudut bibir Nicholas melengkung sinis, "Aku tegaskan padamu, berhenti berpura-pura, Janette! Aku tidak seperti Sky yang akan berhati lemah menghadapimu apalagi setelah mengetahui keterlibatanmu menewaskan Katherine dan Thomas Yuan!"Nicholas sengaja menyebut nama orangtuanya sebagai penegasan pada Janet
Sky dan Seiji beserta keluarganya pergi ke perkebunan anggur keluarga Nabila menggunakan limousin sedangkan Nabila berkendara bersama Jonathan di depan sebagai penunjuk jalan yang sebenarnya tidak perlu karena sopir limousin adalah sopir pribadi keluarga Nabila yang sudah biasa datang ke perkebunan."Dasar pamer!" gerutu Seiji menatap tajam pada Sky, saat melihat tanda cinta di leher, pundak serta bagian depan dada Alin yang tetap tidak tertutupi oleh syal yang dia pakai."Apa pamer?" ceplos Alin yang tidak mengerti pada awalnya."Suami brengsekmu yang pamer!" sahut Seiji dan Sky langsung tergelak diikuti oleh Syelin.Sky duduk memeluk Syelin yang sudah mulai terlihat akrab dengannya."Syelin sebentar lagi punya adek bayi. Kalau mau pamer itu harus ada bukti hidupnya, bukan tanda yang bisa hilang dalam hitungan hari!" Seiji sengaja meraba perut Irine dan mengusapnya di depan Sky.Keita dan Sean serempak mengulum senyum melihat pria sedewasa dan sedingin Seiji bisa bertindak absurd di
Mr. Philippe mendapatkan pemutusan surat kerjanya yang tidak perlu lagi dia mengabdikan diri jadi pelayan di kediaman Yuan. Tetapi dia bersikeras tetap ingin bekerja untuk Sky di kediaman sehingga Sky memberikan pekerjaan sebagai notaris padanya, menggantikan Norman yang akhir hidupnya tetap berkhianat bersama Keith pada Sky dan Nicholas.Pulang dari ziarah makam Thomas, Janette tidak bisa bertahan lagi terhadap penyakitnya dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Sky.Nicholas juga berada di dekat Janette disaat terakhir hidupnya, dia memaafkan semua salah dan khilaf Janette di masa lalu.Tiga bulan kemudian,Sky membawa Alin dan Sean berlibur ke Sydney sekaligus bertemu Jonathan di kantor cabang milik Sky di Sydney.Jonathan membuat pertemuan dengan Sky dan Alin di sebuah restoran mewah pusat kota Sydney. "Kenalkan, ini Nabila. Bila, ini bosku Sky Yuan, Alin dan putra mereka Sean, juga ini Keita," Jonathan memperkenalkan wanita yang datang bersamanya kepada Sky, Ali
Seiji dan Irine bukan pertama kali tidur bersama. Sekarang mereka sudah menikah meski di dalam hati Seiji masih tetap Alin yang bertahta. Tetapi tubuhnya masih seperti biasa, bisa bereaksi menegang sempurna saat melihat Irine.Syelin dibawa Nicholas keluar kamar sejak tengah malam untuk tidur bersamanya dan Sean.Kepergian Syelin tersebut ikut membangunkan Irine sedangkan Seiji belum tidur sejak masuk ke kamar, menunggu Syelin dan Irine siuman setelah obat penawar berhasil lolos melewati tenggorokan mereka. "Aku tidak peduli alasanmu menikahiku, tetapi apakah kamu akan melewatkan mencicipi tubuhku di malam pertama pernikahan kita?" cetus Irine seraya bangkit dan menyobek gaun pengantinnya menjadi beberapa bagian yang tersebar di lantai."Akhirnya kamu bangun," ucap Seiji santai.Seiji beringsut mundur bersandar ke kepala ranjang, memperhatikan Irine yang menelanjangi dirinya sendiri sampai tidak ada satu helai kainpun tersisa pada tubuh montok berisinya.Irine menarik meja kerja yang
Mr. Philippe bergegas pulang ke kediaman Yuan dan pergi ke kamar Seiji."Kotak obat kuat," gumam Mr. Philippe mengulangi ucapan Seiji yang memintanya membawa kotak itu ke hotel segera.Mr. Philippe membuka laci nakas dan menemukan beberapa kotak karet pengaman yang terlihat masih bersegel.Mr. Philippe menggerutu mengomeli Seiji dan jemarinya terus memeriksa kotak-kotak di dalam laci dan akhirnya menemukannya ada di dalam kotak karet pengaman yang segelnya sudah tidak utuh.Mr. Philippe memasukkan kotak yang dia dapatkan tersebut ke dalam kantung pakaiannya, juga membawa satu kotak karet pengaman yang bergambar gerigi pada luar kotak bersamanya.Kediaman Yuan sangat sepi, tetapi Mr. Philippe melihat ada bayangan seseorang berdiri di depan pintu masuk kediaman. "Lewat sini," bisik suara Brook terdengar di telinga Mr. Philippe. Brook mengajak Mr. Philippe ke atas rooftop. "Tunggu, kamu tidak memintaku untuk terjun bersamamu, 'kan? Ini sangat tinggi!" Mr. Philippe belum pernah melakuk
Janette terbatuk dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sedangkan Nicholas membawa kursi rodanya ke balkon hotel depan ruangan pesta pernikahan Seiji dan Irine."Jika kamu sungguh-sungguh mencintai Daddy kami, mengakulah pada Sky jika kalian sudah memperdayanya sejak dia pemuda belia dan menewaskan Diana,"Janette terkejut menoleh ke samping menatap Nicholas. "Diana? Aku tidak mengetahui hal tersebut!" spontan Janette menjawab cepat.Janette mengetahui jika Diana adalah kekasih Henry sebelumnya tetapi penyebab kematiannya, dia tidak pernah tahu kebenarannya karena Henry mengatakan Diana bunuh diri di kamarnya dengan meminum racun yang menghancurkan tubuh bagian bawahnya.Sudut bibir Nicholas melengkung sinis, "Aku tegaskan padamu, berhenti berpura-pura, Janette! Aku tidak seperti Sky yang akan berhati lemah menghadapimu apalagi setelah mengetahui keterlibatanmu menewaskan Katherine dan Thomas Yuan!"Nicholas sengaja menyebut nama orangtuanya sebagai penegasan pada Janet
Janette menatap lekat pada Nicholas yang sedang duduk sarapan di seberang mejanya."Kita harus bicara, Nick!" ucap Janette setelah menyendok beberapa suap makanannya yang sama sekali tidak bisa dia nikmati.Nicholas menggedikkan kedua alisnya berujar, "Silakan!""Hanya kita berdua!" pinta Janette tegas seakan tubuhnya tiba-tiba menjadi sehat bertenaga."Apakah ada orang lain di meja makan ini, Janette?" sahut Nicholas tersenyum sinis.Nicholas menegakkan punggungnya ke sandaran kursi duduknya, mengambil gelas air mineral untuk dia minum.Janette menelan salivanya yang terasa pahit. Bertahun-tahun dia berinteraksi dengan Nicholas, tetapi dia masih belum bisa merengkuh hatinya seperti dia mendapatkan Sky."Kemana kamu beberapa hari ini?" tanya Janette berbasa basi."Untuk apa aku melaporkan kegiatanku padamu Janette? Aku sudah tidak bekerja lagi untukmu!" sahut Nicholas menyeringai sinis."Oh ya, Henry sudah tewas di Hongkong. Ku dengar staffnya yang membunuhnya dengan racun, karena mer
Nicholas tiba di kediaman Yuan sebelum tengah malam tiba. Mr. Philippe belum tidur dan dia langsung tersenyum senang melihat kedatangan Nicholas."Tuan muda Sky masih di rumah sakit," ucapnya pelan.Nicholas mengangguk samar. Melirik ke arah pintu kamar Janette sebentar sebelum dia pergi ke dapur untuk bertemu Alex."Dimana Syelin?" ucap Nicholas bertanya pada Mr. Philippe yang masih mengikutinya sampai le dapur."Syelin dibawa Seiji menginap di apartemen Irine," sahut Mr. Philippe sambil mengambil cangkir dari kabinet dan menuangkan minuman segar untuk Nicholas."Alex sedang berada di halaman belakang," cetus Mr. Philippe memperhatikan wajah Nicholas yang terlihat tenang.Mr. Philippe sudah sangat paham akan ketenangan Sky dan Nicholas, karena itu berarti telah atau akan terjadi sesuatu yang menyenangkan mereka."Uhm, aku ke kamar dulu. Nanti kalau Alex kembali, minta dia bawakan pasta saus tomat ke kamarku," tutur Nicholas seraya berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai du
"Aku sudah memperingatkan kalian, jangan pernah mengganggu Sky! Tapi ternyata kalian sudah paham akan risikonya!" ujar Nicholas tegas dan tajam menatap Henry Han, Ayah yang membesarkannya sejak bayi.Henry sedang duduk pada kursi empuk dalam ruangan kerjanya di Hongkong saat Nicholas masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk."Kamu datang, mau makan apa?" tanya Henry mengabaikan ucapan sengit Nicholas saat tadi memasuki ruangannya.Henry menekan tombol pada pesawat telpon, "Bawakan dua cangkir kopi ke ruanganku, sekarang!" ucap Henry pada pekerjanya lalu berdiri mempersilahkan Nicholas duduk pada sofa mewah yang terdapat di dalam ruangan."Jangan menguji kesabaranku, Henry! Kamu sangat tau tujuanku datang ke sini bukan untuk bersantai ataupun menikmati secangkir kopi yang bisa saja telah kau perintahkan membubuhkan racun untukku!"Nicholas terlihat sangat kaku, sungguh berbeda dengan Sky yang bisa mengikuti alur para musuhnya meskipun bersikap dingin.Nicholas memang dibesarkan hampir tida
Keita menerima laporan dari teman-temannya yang dia tempatkan untuk mengawasi Riri di pusat rehabilitasi meskipun juga sangat mudah baginya meretas sistem keamanan di sana dan melihat apapun yang terjadi. "Aku ada pekerjaan, nanti aku kembali lagi!" ucap Keita pada Daffa, lalu dia melirik sebentar ke arah pintu ruangan Sky yang tertutup rapat. "Amankan dia, dan pinta Dokter memeriksa keadaan Riri!" pinta Keita kepada temannya melalui sambungan telpon yang juga merupakan anak buah Seiji di Singapura. "Ku rasa dia tidak bekerja sendiri, karena dia hanya seorang tukang bersih-bersih, bukan orang lokal," ujar teman Keita di telpon padanya. "Hm! Buat dia bicara, tawarkan uang kalau begitu!" saran Keita cukup gemas dengan cara kerja orang yang masih belum berhenti mengusik ketenangan hidup Alin dan Sky. Tidak lama, Keita sudah sampai pada sebuah rumah yang tidak jauh dari pusat rehabilitasi. Keita mendorong pintu yang tidak terkatup rapat dengan ujung telunjuknya. Terlihat seorang