🙏🙏🙏
Dua minggu telah berlalu sejak tim dokter menangani Lisa. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi telah dihentikan oleh tim dokter. Dokter mengatakan obat itu cukup keras hingga mengganggu syaraf otak dan membuat Lisa koma. Tim itu menggantinya dengan jenis obat lain. Sayangnya hingga saat ini Lisa masih belum mendapatkan kesadarannya, dan dengan demikian tim dokter juga tidak bisa berbuat banyak."Revin, kapan kau akan kembali ke kantor? Dua minggu lebih kau tidak masuk kantor. Bahkan kau hanya pulang sekali ke rumah sejak Lisa masuk ke rumah sakit, itu pun hanya sebentar," keluh Alex melalui panggilan telepon. Ia merasa heran melihat putranya yang menurutnya kurang masuk akal. Para karyawan menjadi agak kewalahan karena Revin mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah sakit. Itu cukup merepotkan.Rumah Sakit Citra Kasih adalah rumah sakit besar dan menyediakan beberapa kamar sewa di lantai paling atas khusus untuk keluarga pasien yang memutuskan untuk menginap. Revin memilih mengin
"Hmmpt! Kau pikir dengan suara lebih tinggi, ucapanmu jadi benar? Dari dulu Mama sudah meragukan Lili sebagai cucu kandungku."Kening Hendra mengerut. 'Pantas saja mamaku selalu bersikap ketus pada Lisa? Padahal sewaktu Lisa masih kecil mamaku sangat menyayanginya. Entah angin apa yang membuatnya berubah? Aku pikir karena Lisa mulai menjadi anak nakal tapi ternyata bukan hanya karena itu saja. Apa jangan-jangan...? Ukh....' Hendra merapatkan giginya."Apa yang sebenarnya membuat Mama meragukan Lisa? Apa jangan-jangan Nafa mengatakan yang tidak-tidak?""Mama sebenarnya tidak ingin membahas ini karena Mama dan Nafa sudah memutuskan untuk merahasiakan ini. Tapi karena kau tiba-tiba mengatakan hal yang tidak masuk akal, maka Mama akan memberitahumu. Saat Lisa masih kecil, Nafa secara diam-diam melakukan tes DNA pada Lisa dan hasilnya ternyata Lisa bukan anak kandungmu. Mama sudah lihat sendiri hasil tesnya. Nafa menunjukkannya pada Mama.""Apa?" Hendra terkejut bukan main mendengarnya. "It
"Aku...aku tidak mau menandatangani surat itu," ucap Nafa dengan mulut bergetar."Ma?" Damian mengerutkan kening. Begini saja Damian sudah bersyukur karena Hendra hanya menceraikan ibunya dan mengusir mereka berdua. Bahkan Damian merasa ini seperti mimpi. Seorang Hendra apa mungkin bertindak hanya dengan cara seperti ini? Tapi sekarang kenapa mamanya malah mencoba membuat persoalan?Mata Hendra menyipit tak senang. Dia mendengkus. "Tidak masalah. Hasil tes DNA antara aku dan Damian akan memperlancar perceraian kita," ucap Hendra sambil mengambil surat dari kantongnya. Setelah sekilas memperlihatkannya dia lalu kembali mengantonginyaMulut Nafa terbuka. Jadi Hendra bahkan sudah melakukan tes pada Damian, itu sebabnya suaminya itu tanpa ragu mengatakan bahwa Damian adalah anak haram.Nafa menepis pelan tangan Damian yang memeganginya lalu dengan cepat dia melangkah ke arah Hendra dan berlutut memegangi kaki suaminya itu dengan air mata berlinang. "Pa, ampuni Mama, Pa. Mama khilaf. Papa b
"Apa yang barusan kau katakan?" ucap Renata dengan tubuh kaku. Ia menatap Ben dengan tatapan tak percaya. Bahkan sampai sekarang dia masih sulit menerima fakta bahwa Ben pernah memiliki anak dari menantu perempuannya. Tapi apa yang dijelaskan Ben saat ini jauh lebih mengejutkan."Aku tidak perlu mengulangnya," ucap Ben dengan wajah merah. Ini cukup memalukan saat ia mengakui kesalahan fatalnya di hadapan kakaknya sendiri. Berbeda terhadap Revin, terhadap Renata dan Alex, ia menjelaskan semuanya."Kau tahu saat itu Lisa adalah korban tapi kau malah bersikap tidak peduli?" tanya Alex lebih memperjelas."Aku tahunya beberapa bulan setelah kejadian. Tapi jahatnya aku, aku tidak mau tahu saat itu. Sekarang aku menyesali perbuatanku ini."Renata beranjak dari kursinya. "Aku sungguh tidak mengerti! Jadi Lisa adalah korban di sini? Kalian bukan sama-sama saling mau, tapi Lisa dijebak, dijual oleh Nafa! Dan kau, setelah tahu Lisa adalah korban, kau malah bersikap masa bodoh?" tanya Renata deng
Tubuh Nafa mendadak tegang, tapi matanya berkobar dengan kemarahan. "Gara-gara kau aku kehilangan suami yang baik, yang tulus mencintai aku. Tapi kau seenaknya saja bicara seperti itu. Pokoknya kau harus mengembalikan semua uangku! Kembalikan sekarang juga!" teriaknya kembali, sementara orang-orang terus menontoni mereka."Kau ini, kenapa sulit se..." Kata-kata Dani terhenti saat mobil polisi berhenti di sana, dan dua polisi keluar dari mobil itu. Kedua polisi itu memang ingin menangkap Nafa. Mereka sudah membawa surat penangkapan.Melihat kedua polisi itu berjalan ke arahnya, Nafa pun menjadi panik. Beberapa malam ini dia terus diganggu mimpi buruk ditangkap oleh polisi. Itu sebabnya tanpa pikir panjang dia melepaskan diri dari Dani dan berlari mendadak ke tengah jalan."Awas, Ma!" seru Damian saat melihat sebuah motor melaju cepat. Posisinya yang terhalang Dani jelas tidak memungkinkan untuk menolong. Hal itu membuat wajah Damian memucat, tapi Dani yang lebih dekat ke jalan langsung
"Nyonya Salwa?" sapa Revin dengan hormat.Salwa menoleh menatap Revin bersamaan dengan Hendra. Salwa mengamati wajah Revin. Sepertinya ia mengenalinya. "Kamu...?""Saya Erwin, Nek," ucap Revin. Melihat dari jarak dekat membuat Revin merasa pasti bahwa wanita tua ini adalah Salwa. Itu sebabnya ia langsung memanggilnya dengan sebutan nenek.Mata Salwa melebar. Dia pun langsung mengenalinya. "Eh iya, kau Erwin ternyata. Kau sudah besar sekarang ya." Salwa mencoba bersikap ramah walau hatinya sedang gundah gulana. Terakhir bertemu dengan Erwin adalah saat Erwin yang sudah remaja datang mengunjunginya untuk bertemu Lili.Revin tersenyum kecil. "Iya Nek. Nenek ternyata kenal dengan ayah mertua saya, ya?" tanyanya mengorek. Sebenarnya dia penasaran apa hubungan Nenek Salwa dengan Hendra. Kenapa mereka berjalan bersama untuk menjenguk Lisa?"Ayah mertuamu? Maksudmu Hendra?" tanya Salwa cukup terkejut."Iya, Nek," lugas Revin.Salwa sekilas menatap Hendra. "Dia putra saya," ucap Salwa membuat R
Beberapa hari telah berlalu. Pertemuan dengan klien penting membuat Revin terpaksa harus meninggalkan rumah sakit. Alex terus-menerus mendesaknya, akhirnya Revin mau untuk berkompromi. Jika memang ada hal penting dan mendesak dia akan pergi ke kantor, tapi jika tidak, dia akan bekerja dari rumah sakit.Para karyawan di kantor bisa merasakan bagaimana Revin bertingkah uring-uringan selama berada di sana. Itu karena dia ingin segera kembali ke rumah sakit. Begitu urusannya beres, Revin memang segera kembali."Nenek bisa beristirahat di kamarku jika merasa capek. Aku menyewa satu kamar di lantai atas rumah sakit ini," tawar Revin saat ia mendapati Nenek Salwa duduk di ruang tunggu ICU. Setiap hari Nenek Salwa datang berkunjung ke rumah sakit padahal dia sudah tua."Tidak perlu, Erwin. Kalau lelah, Nenek akan pulang.""Baiklah." Revin menjawab dengan nada rendah. Kemarin, Salwa sudah menceritakan pada Revin kenapa ia sampai harus berbohong waktu itu. Nafa memang benar-benar wanita jahat sa
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Revin membalik-balik halaman buku itu, memeriksa seberapa banyak buku harian itu terisi oleh tulisan Lisa. Ternyata hanya beberapa lembar.Tanpa berpikir lebih lama, Revin langsung kembali ke lembar pertama buku itu dan mulai membacanya.Senin, tanggal x bulan y tahun xyzz"Ada tumor di rahimku. Bayiku tumbuh bersama tumor jahat. Kata Dokter pertumbuhan bayiku akan terganggu karena tumor itu. Aku tidak bisa membiarkan hal buruk itu terjadi. Jadi aku meminta tolong Dokter Inggrid untuk menolong bayiku."Kamis, tanggal x bulan y tahun xyzz"Aku tidak suka Cherrine. Dia perempuan jahat. Aku takut dia akan menyiksa bayiku kalau aku sudah meninggal. Aku takut.... Bagaimana nanti?"Revin meraba pelan tulisan itu. Kertas yang mengering setelah sebelumnya basah. Ini pasti bekas air mata. Revin menghela napasnya pelan. "Aku juga sebenarnya tidak suka Cherrine. Aku sungguh menyesal, Lisa. Gara-gara kemunculannya kau jadi banyak pikiran. Kenapa aku bertingkah se