"Laidi bahkan tidak pernah kenyang, bagaimana bisa dia mati karena kekenyangan?" Yindi adalah orang pertama yang meragukan, dia tidak percaya sama sekali bahwa Laidi mati karena kekenyangan.
Yang Xiuying tidak menggubrisnya dan langsung berbicara kepada suaminya, "Aku ikut denganmu karena ingin hidup bahagia dan memberimu anak laki-laki. Biasanya, meskipun anakmu selalu melapor padamu, aku bisa terima, tapi Laidi sudah mati, dan dia masih ingin menuduhku. Aku hidup untuk apa? Kalau begitu, lebih baik aku mati dan ikut dengan Laidi. Kamu jaga baik-baik Pandi!"
"Ayah, kalau tidak ingin aku yang berikutnya mati, ayah harus percaya padaku!!! Ayah lihat sendiri kan, apakah Laidi dan aku pernah makan dengan cukup?!" Yindi dengan suara keras langsung berlutut di tanah, seolah sudah putus asa.
Dia masih muda, hanya tahu bahwa Laidi yang sudah meninggal adalah saudara kandungnya, dan dia sendiri merasa hidupnya tidak lama lagi.
Orang-orang yang menyaksikan mulai m
“Kamu sudah beberapa hari ini membuat dirimu kelelahan hingga tidak ada ASI lagi. Pemberian air tajin saja sudah cukup bagiku untuk membesarkan Pandi!” Ayah Yindi berkata dengan tegas, “Seharusnya aku sudah tahu sejak dulu siapa kamu. Saat kamu meninggalkan suami dan anak untuk ikut denganku, aku sudah seharusnya sadar bahwa kamu adalah orang yang egois, yang rela mengorbankan apa saja demi sesuap makanan, bahkan dirimu sendiri!”Memang, seorang istri yang dibeli jarang memiliki perasaan yang tulus, terlebih jika mereka menikah di tengah jalan.Yang Xiuying berusaha membela diri dengan sekuat tenaga, tetapi Ayah Yindi tidak mau lagi mempercayainya!Polisi hendak membawa Yang Xiuying untuk penyelidikan. Dia menangis dan berteriak minta anaknya, seakan-akan lupa bahwa kemarin dia masih ingin mencekik anak itu.Anak perempuan yang dia anggap sebagai jimat untuk menyelamatkan dirinya sedang menangis keras di dalam rumah.Ayah Yi
Pernikahan benar-benar sudah di depan mata!Festival Lampion ini menjadi pesta terakhirnya sebagai lajang, jadi Jiang Xi sangat memperhatikannya.Dia menyiapkan bahan-bahan untuk membuat onde-onde bersama adik-adiknya.Biji wijen, madu, gula putih, minyak babi, tepung ketan—semua bahan tradisional untuk onde-onde harus lengkap.Tugas menghancurkan biji wijen dilakukan oleh Ye Chenfei. Biji wijen itu kemudian dicampur dengan gula, madu, dan minyak babi yang sudah meleleh, diaduk rata hingga menjadi isian wijen.Empat anak kecil sudah mencuci tangan sejak awal, siap membantu kapan saja. Mereka paling suka menggulung isian wijen menjadi bola kecil, lalu membalurkannya dengan tepung ketan. Rasanya sangat memuaskan.Setelah setahun tidak membuatnya, mereka agak canggung. Tapi setelah beberapa kali, mereka mulai mahir lagi!Membalurinya sekali dengan tepung ketan saja tidak cukup. Setelah dicelupkan ke air, balur lagi, dan set
"Membersihkan wajah?" Jiang Xi sedikit terkejut.Feng Aizhen tertawa, "Membersihkan wajah bisa membuat kulitmu lebih halus, lembut, dan cerah, dan juga bisa membuat alismu... eh, alismu sudah rapi sekali, ya!""Aku pakai pisau cukur," Jiang Xi menyentuh alisnya dan lalu menyentuh wajahnya, "Aku takut sakit, mungkin tidak usah membersihkan wajah, ya?"Feng Aizhen balik bertanya, "Kamu tidak percaya dengan keterampilan Nenek membersihkan wajah?""Tentu saja percaya, kenapa tidak!" Jiang Xi berkeringat dingin, "Aku hanya takut sakit.""Kalau begitu, tidak perlu membersihkan wajah!" kata He Chunhua, "Segala sesuatu punya dua sisi.Membersihkan wajah memang bisa membuat wajah halus, lembut, dan cerah karena menghilangkan bulu-bulu halus di wajah. Tapi jika tidak dilakukan dengan baik, bisa menyebabkan kulit iritasi dan meradang, dan bulu yang tumbuh kembali bisa lebih hitam dari sebelumnya."Jiang Xi: "....."Feng Aizhen tertegun se
Mendengar dua kata yang begitu dirindukan, mata Jiang Xi langsung berkaca-kaca.Ia memeluk leher He Chunhua dan berkata, "Di kehidupan sebelumnya, kamu adalah nenekku. Di kehidupan ini, kamu adalah ibu angkatku. Sebenarnya, aku lebih ingin memanggilmu 'ibu'! Tanpamu, aku mungkin sudah tidak ada lagi, mana mungkin bisa sampai pada tahap menikah ini!"He Chunhua menepuk pelan punggungnya. "Gadis bodoh, itu karena kamu punya keberuntungan besar! Kamu akan hidup bahagia bersama Chenfei. Sebutan itu tidak penting, yang penting kamu ada di hatiku, dan aku ada di hatimu."Jiang Xi mengangguk, air matanya mengalir tak terbendung.He Chunhua merasakan kelembapan di pundaknya dan segera mengusap air mata Jiang Xi."Sayang, jangan menangis. Kalau matamu bengkak, nanti tidak terlihat cantik."Jiang Xi juga mengusap sudut mata He Chunhua, "Kamu juga tidak boleh menangis."Setelah suasana hati mereka tenang, He Chunhua berkata lagi, "Malam ini aku
"Kakak, Kakak...." "Kakak, cepat bangun." "Kakak, Ibu sudah meninggalkan kita, kakak juga mau meninggalkan kita...huhuhu...." "Kakak, huhuhu...." Jiang Xi digoyang-goyangkan sampai kepala sakit, dengan berat membuka mata. Empat orang anak kecil dengan tinggi yang berbeda, tubuh kotor serta wajah yang penuh dengan air mata dan ingus, menangis sejadi-jadinya. Dia kaget, dengan otomatis mengeserkan tubuhnya dan tidak sengaja memegang sesuatu yang dingin dan kering, langsung membuatnya terduduk. Kenapa di sini ada jenazah? Sebuah tangan hitam memegangnya, dengan menangis tersedu-sedu berkata: "Kakak....untung kakak masih hidup....huhuhu..." Jiang Xi lansung menarik kembali tangannya. Baru menyadari tangannya tidak seperti tangannya, baju juga bukan bajunya. Langung memegang wajah yang kurus kering, jelas bukan wajahnya. Tatapan mata melihat ke sekujur tubuh. Baju yang sudah tidak terlihat warna aslinya, membuat suasana hati menjadi buruk. Membuat sekujur tubuhnya merinding.
Bibi ketiga karena Ibu Jiang Zhaodi meninggal sudah merasa bersalah, lalu mendengar perkataan yang mengangkatnya, jadi tidak enak menyalahkan Jiang Zhaodi di depan orang banyak. Dia pura-pura menghapus air matanya, "Kamu ngomong apa, ini kakak ipar saya. Saya berlutut di sini wajar, cepat kalian juga berlutut dan memberikan hormat." Jiang Xi dan empat anak lainnya berlutut satu baris. Empat anak tidak mengerti mengapa harus memberi hormat, tetapi tahu ini adalah perpisahan mereka dengan Ibu. Adik kedua Yuanbao memberi sujud sampai jidatnya merah. Adik ketiga Mibao menempelkan satu wajahnya ke tanah sehingga wajahnya penuh dengan tanah. Adik keempat Maimiao dengan tubuh lemas dan wajah yang pucat. Xiaoshitou yang terus memberikan hormat tanpa henti, ditahan oleh Jiang Xi. Jiang Xi lalu mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang membantu, merekapun mulai meninggalkan tempat. Pacar bibi mengulur waktu agar untuk pergi, dengan sengaja mengatakan, "Kita harus kembali melanjutkan
Setelah nenek mendengar permintaan bertambah sedikit, langsung menyetujuinya. Selanjutnya, Jiang Xi diskusi dengan nenek langkah selanjutnya, baru kembali ke gerbang desa. Bibi ketiga melihat dia tidak membawa orang untuk membantu, langsung bertanya: "Tidak menemukan orang untuk membantu?" Jiang Xi menjawab sambil mengigit bibir bawahnya, "Ada yang mau membantu, tapi mereka melihat saya anak kecil, tidak ada yang percaya." Bibi ketiga mengerutkan kening, "Lalu bagaimana?" Jiang Xi berpikir sebentar dan berkata: "Bagaimana kalau bibi pergi bersama saya. Jika ada bibi, mereka akan percaya. Yuanbao mereka pasti sudah lapar juga, beberapa hari tidak makan. Saya lihat keluarga itu baru selesai masak, bakpaonya lebih besar dari tinju paman, kita pergi minta beberapa." Bibi ketiga melihat pacarnya, lalu pacarnya menganggukan kepala. Yuanbao mengedip mata dan bertanya: "Kakak, benar ada makanan?" Jiang Xi menganggukan kepala, "Iya, keluarga itu membuat 1 panci besar! "Kalau begitu, b
Sebenarnya Jiang Zhaodi sekolah sampai tingkat SMP.Pada masa itu, bisa sekolah sampai tingkat SMP sangat tidak gampang.Yuanbao baru berusia 8 tahun, baru sampai pada usia untuk masuk sekolah, namun sudah harus berpindah rumah.Adik-adik lain yang baru berusia 5 tahun, baru belajar untuk mengurusi diri sendiri, tentunya belum bersekolah juga.Dia bercerita dengan penuh perasaan, empat adik juga mendengar dengan semangat, tanpa disadari semuanya tertidur lelap. Tertidur beralaskan tanah dan berselimutkan langit.Saat itu sudah masuk ke akhir musim semi, namun angin yang berhembus masih terasa dingin. Jiang Xi meraba-raba ke dalam tas bawaan, yang ditemukan hanya sebuah baju saja. Tidak tahu punya siapa dan bentuknya seperti apa, tanpa berpikir panjang, dia langsung menyelimuti adik-adik yang kedinginan.Dia sendiri sangat lelah dan mengantuk. Sambil memeluk adik-adiknya, diapun tertidur.Keesokan harinya, dia terbangun karena kedinginan. Di hutan belantara, penuh dengan rumput liar. D