Dari kejauhan Aron merasa dirinya tengah diintai banyak kamera. Bibirnya tersenyum smirk. Ia sudah mengubah beberapa penampilannya. Meski ia harus berhati-hati untuk menjaga jarak dengan Monica. Ia sadar kalau mereka tengah diintai oleh pasukan Orlando. Aron akan mencari cara untuk lebih dekat dengan gadis itu.Pandangannya lurus ke depan mengawasi Monica yang tengah berlarian kecil. Hari ini ia berhasil melancarkan pendekatan dengan anak dari musuhnya itu. Tiba-tiba ia mendapatkan telepon dari Jaz. Ia pun segera mengangkat panggilan telepon itu."Bagaimana, tuan? Apa rencana mau berjalan lancar?" tanyanya penasaran."Ya, ini sangat berhasil. Buku trik itu harus direkomendasikan bagi para pria. Tapi, bukankah ini beresiko kalau gadis itu benar-benar mencintaiku?" tanya Aron balik.Jaz tak langsung menjawab mengenai pertanyaan yang diajukan itu. "Iya—""Tidak masalah, aku akan mencoba membuka hatiku. Ini misi yang bagus." Aron langsung mematikan panggilan itu tanpa pamit. Ia berjalan s
Orlando mempercayai kalimat Sora untuk kesekian kalinya. Dalam perjalanan menuju butik, ia membuka tugas yang seharusnya dikerjakan Monica. Tentu saja tugas tersebut mengenai inti dari negara Atlantik. Ia begitu gembira sampai-sampai Orlando fokus pada pekerjaan itu. "Sepertinya suasana hatimu kembali bahagia, Sayang." Tangannya masih belum melepaskan pelukan yang memeluk tubuh Orlando. "Menjelang hari pernikahan kita bukan kau wajar kita bahagia? Untuk apa bersedih?" Orlando mengacak-acak rambut Sora. Kesempatan inilah yang dilakukan Orlando supaya mengubah sistem pemerintahan dalam negara Atlantik.Pikirannya memiliki sebuah rencana yang cukup tidak masuk akal. Ia berencana mengajukan surat pengesahan legalitas barang haram dengan dalih pengobatan medis. Orlando berada di puncak kesenangannya tanpa pikir panjang ia menyelesaikan pekerjaan Monica. Sebelum ia berkecimpung ke dunia mafia ia bersekolah di universitas ternama. Tak hanya itu ia dikenal sebagai mahasiswa terpintar. Orlan
Monica menyandarkan kepalanya. Ia berpikir cepat atau lambat publik akan tahu kehidupan aslinya. Hari ini ia sibuk berbelanja untuk menghadiri pesta pernikahan ayahnya di negara Neon. Siang itu ia melirik ke arah luar jendela. 'Sam? Orang asing seperti orang terdekat dan sebaliknya.' Ia menghela napas berat. Asistennya memperhatikan Monica yang terlihat muram. "Apa nona ingin jelajah kuliner juga? Di mal xxx menawari banyak sekali makanan—""Aku sedang diet. Terima kasih," potongnya menolak tawaran itu. Monica memaksakan tersenyum."Baiklah, nona. Tapi, anda tidak usah canggung kalau ada yang membuat anda tak nyaman. Semisal kemampuan saya." Sembari mencuri pandangan Monica. Walaupun gadis itu tersenyum, ia bisa menilai senyuman palsu itu. Pandangannya beralih ke ponselnya. Tujuannya ia keluar selain berbelanja juga mengunjungi beberapa rapat. Monica merasa tertekan dengan pekerjaan barunya. Belum lagi ia tak terlalu paham tujuan ayahnya. Terpaksa ia menjelaskan kepada para pejabat
Aron tidak mengerti alasan Monica yang tak masuk akal. Ia memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Saat melihat sebiji nasi di dekat bibir Monica, dengan cepat Aron membereskannya. Monica terdiam. "Maaf, tadi ada sisa di situ. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku minta maaf, nona." Aron membungkukkan badannya.Monica sedikit tersipu. Namun, ia menutupi rasa malunya agar tidak canggung. "Haha.... Sam pasti pria yang menjaga kebersihan itu sebabnya, ya kan?"Aron menatapnya. "Monica benar-benar imut. Tapi jangan terkecoh Aron. Sadarlah dia anak musuhmu," batinnya. "Itu memang benar. Aku memiliki OSD. Tolong maafkan aku."Monica mengangguk sembari mencicipi cokelat panas. Ia menatap wajahnya di gelas. Ia memang terlihat kurus dan juga merasa berat badannya berangsur turun dalam waktu satu bulan. Ia kembali sibuk dengan pikirannya.Tangan yang begitu besar mencakup dahinya. Monica tersadar. Perasaannya begitu berdebar. "Oh ya, Sam. Kau masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa tahu aku
"Kalian bisa melihatku, bukan?" Monica memegangi kepalanya sembari menggeleng-geleng. Tatapannya berubah menunduk muram. "Aku butuh sedikit istirahat. Jangan khawatirkan aku. Oh ya, aku ada urusan pribadi yang mendadak untuk seminggu kedepannya aku tidak bisa hadir dalam pertemuan nantinya. Aku minta maaf karena—"Pria yang mewakili itu memotong pembicaraan Monica. "Kami bisa memahami apa yang tengah terjadi pada anda. Selamat istirahat nona. Bila ada hal penting kami akan memberitahukan informasi melalui asisten anda. Terima kasih sudah meluangkan waktunya tadi. Kami izin pamit dulu nona Monica," selanya membungkukkan badan diikuti beberapa orang dibelakangnya. Kemudian merekaIa menghela napas lega melihat orang-orang itu mulai keluar dari ruangan. Sejenak mereka tak membahas apa yang sebelumnya sempat menjadi bahan obrolan menarik. Monica memberanikan diri menarik jas milik pria di sampingnya.Monica menyandarkan kepalanya di bahu tegas itu. Ia bisa merasakan kenyamanan. Pikirannya
"Nona, simpan dulu pertanyaan anda itu. Mari kita bicarakan setelah sampai di dalam mobil," pinta Jaz dengan suara pelan. Aron mengabaikan pertanyaan itu. Kakinya tetap melangkah. Ia benar-benar bersikap acuh tak acuh. Melihat reaksi Aron yang tidak peduli padanya, Monica memilih diam. Keduanya saling meredam amarah.Beberapa orang yang melintas menyorot ke arah mereka. Monica sekarang sadar apa yang telah dibuatnya. Gadis itu nampak bergegas lari dan segera meraih tangan Aron. Tentu saja hal itu membuat pria keras kepal tersenyum sendiri.Jaz sedikit kepikiran dengan situasi yang tengah terjadi. Mereka cepat-cepat kembali ke dalam mobil. Hatinya merasa tak tenang bila raut wajah bosnya begitu serius. 'Apa jangan-jangan ada pertikaian diantara mereka?'Sesampainya mereka di mobil, Jaz masih mencuri pandang ke arah keduanya. Kepalanya menggeleng-geleng mencoba menghilangkan pikiran buruknya. Ia menoleh ke belakang seraya berkata, "Selanjutnya kita akan kemana, Tuan?""Supaya tidak ada
"Lupakan hal ini." Orlando menghela napas berat. Ia belum percaya apa yang dikatakan pihak keuangan klan. Bahkan disaat pernikahan akan digelar banyak sekali cobaan ekonomi. Orlando tak ingin mengecewakan pujaan hatinya. "Bagaimana dengan gaun—"Orlando mencubit pipi Sora penuh gemas. "Sudah kubilang aku menyiapkan kejutan untukmu. Ayo kita bergegas ke negara Neon," selanya yang tak sabar mengetahui siapa pelaku di balik turunnya saham. Tangannya mengepal erat. Emosinya benar-benar meluap. Beberapa hari sebelum meninggalkan negara Atlantik tidak ada tanda-tanda musuh yang terlihat. Orlando curiga kalau pelaku yang membuatnya akan bangkrut ialah musuhnya sendiri.Pemikiran itu tak pasti, sebab Orlando tidak menemukan bukti yang konkret mengenai musuhnya. Hanya saja penyelidikan kemarin bisa membongkar identitas yang tidak asli. Ia menatap tajam ke arah Sora. Wanita itu menundukkan pandangannya dengan ekspresi sedih. Sesaat keluar keduanya sudah dijemput menggunakan pesawat pribadi.
Monica meloncat kecil dengan girang menuju pesawat. Senyumannya diperlihatkan yang membuat semua orang salah paham. Gadis itu membalikkan badan seraya melambai ke arah Aron dan berteriak, "Cepatlah!"Aron memberikan isyarat tangan. Ia menyuruh Monica menikmatinya makanan lebih dahulu. Kakinya sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya. Dari kejauhan pandangannya kearah gadis itu."Setibanya disana, biarkan aku yang melancarkan urusan ini. Kau tak perlu mengikutiku, Jaz—""Apa itu tidak terlalu berbahaya?" Langkah kakinya terhenti. Aron meliriknya. "Apapun itu aku akan ikut dengan anda," lanjutnya.Aron tak menggubris kalimat terakhir yang diucapkan Jaz. "Kau masih saja tidak mengerti. Aku tidak ingin melibatkan banyak orang untuk melancarkan misiku. Kau temani Monica setelah sampai di sana."Jaz mengangguk seolah mengerti apa yang dikatakan Aron. Tentu saja Jaz tidak langsung mengiyakan pernyataan itu. Ia memiliki rencana bila tuannya dikeroyok. Melihat keceriaan di wajah Monica, ki