Seminggu kemudian....Aron terlalu sibuk dengan urusan bisnisnya sampai tidak melihat sebagaimana proyek yang dijalankannya saat itu. Ia menuju ke ruangan bawah tanah. Seperti yang diinginkan Aron, ruangan itu hampir selesai. Pembangunan tempat untuk pembuatan gundam lebih cepat dari perkiraannya. Davis membungkuk memberikan salam ketika melihat Aron muncul di lokasi. "Kerjamu semakin baik saja, Pak." Bibir Aron tersenyum sendiri melihat kemegahan ruang penyimpanan gundamnya."Saya berusaha melakukan yang terbaik untuk mewujudkan impian anda. Saya senang kalau anda menyukainya." Tangannya memberikan data pengeluaran untuk pembuatan ruangan itu. "Kami mengerahkan banyak pekerja untuk menyelesaikan proyek anda dengan cepat. Pengeluaran ini sebanding penghasilan saat ini," sambungnya."Selama gaji para pekerja terbayar, aku tidak masalah seberapa pengeluaran untuk mega proyek ini. Kita harus mempersiapkan diri sebelum perang besar akan terjadi." Usai membaca catatan tersebut Aron mengem
Untuk menghasilkan karya yang luar biasa, ia membutuhkan banyak tenaga terlebih untuk melawan parav musuhnya. Aron menghabiskan seluruh hidangan yang ada di atas meja. Perutnya sampai buncit, untungnya ia tidak memuntahkan isi perutnya. Kakinya beranjak keluar dari ruangan.Seluruh pelayannya berdiri menunduk seraya berbaris ketika Aron selesai menyantap hidangan tersebut. Mereka tidak banyak berkomentar. Kakinya bergegas menuju ruangan proyek besar. Aron mengunci rapat-rapat lalu kembali duduk di kursi bundar. Tubuhnya memposisikan bersemedi. Ia memusatkan pikirannya untuk membuat senjata impian tersebut. Kelopak mata Aron tertutup rapat, namun semua hal yang dilakukannya disaksikan oleh dewa langit. Perlahan tapi pasti, dalam waktu setengah jam Aron bisa menyelesaikan ciptaannya. Bibirnya mengembangkan senyum ketika senjata besar di hadapannya sesuai ekspektasi."Apa rencanamu?" tanyanya mengejutkan Aron. "Lihat dirimu kau terlihat serius," ledeknya."Itu kalimat yang cocok untuk
Orlando dan Sora kembali berbaikan. Meski begitu tidak ada gunanya mereka terus bersabar. Lokasi Wings Tea masih banyak dikerumuni warga sehingga para pekerja belum sempat membereskan kekacauan yang ada di kebun itu. Tenggat waktu untuk penjualan mariyuana edisi terbatas pun berakhir. Usaha selama tiga tahun terakhir menjadi sia-sia.Ruangan kamarnya terlihat tertutup rapat dengan tirai, lampu tak menyala, serta ruangan begitu berantakan. Selain itu, Sora tidak menemaninya karena sibuk mengintai para warga yang masih melanjutkan demo. Orlando seperti orang linglung. Ia tidak memiliki tujuan. Meski begitu ia sosok yang begitu tangguh untuk mencapai segala keinginannya.Para warga yang masih menuntut diberi keadilan malah direspon dengan sebuah tembakan. Kebun teh itu dibanjiri darah setiap harinya. Tanah yang mulanya subur gini berubah menjadi kering. Kebun teh itu bukan seperti pemandangan kebun melainkan medan pertempuran. Daun teh hijau kini mengering. "Tidak kusangka performa ayah
Monica menyaksikan seluruh kejadian yang ada di dalam kamar Orlando. Saat menuju perjalanan mansion utama, ia sengaja memantau perkembangan ayahnya. Jarinya melihat berita trending. Napasnya berat, melihat keberhasilan Orlando yang menutup media akan permasalahan itu. Niatan bahagianya hanya sesaat.Tangannya menepuk kening. Ia terlihat kebingungan untuk mencari sebuah solusi. Walaupun ia sekarang tahu rencana Orlando, hatinya tak bahagia. Bibirnya enggan berbicara dengan siapapun. Pandangannya penuh juga arah jalanan kota. Potret dirinya ada di mana-mana, ia tidak tahu harus bagaimana lagi jika ia tidak terpilih menjadi presiden. Begitu terus hingga keraguannya semakin menumpuk."Sebaiknya Nona bercerita ketika ada keluhan. Apa perlu kita mampir ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan anda?" tanya sang sopir."Tidak usah. Itu enggak perlu," sahutnya yang masih menampakan raut wajah cerianya itu. Jemarinya mengepal seakan menahan amarah yang ada padanya. Hari ini sangat kacau. Niatan
"Wah.... Sepertinya ada yang baru." Aron menggulir beberapa artikel yang menjadi trending pembicaraan."Presiden Atlantik kali ini memang berbeda. Selain masih muda beliau cantik dan juga pintar. Bagaimana menurut anda? Semua orang menyukai beliau tidak heran beliau menjadi presiden negara ini," ungkap Davis sembari menyodorkan secangkir kopi hangat.Mendengar pernyataan tersebut ia hampir tidak bisa mengontrol dirinya. Aron tertawa terbahak-bahak untuk pertama kalinya. "Itu yang dilihat oleh semua orang tetapi tidak ada yang tahu kenyataannya seperti apa. Mungkin saja itu hanya topeng agar mendapatkan simpati dari masyarakat."Dering notifikasi dari ponselnya terdengar. Satu pesan yang diterimanya bisa membuat senyumnya merekah. Ia pun langsung menyeduh kopi hangat. Aron sudah mempercayakan Davis akan rahasianya. Namun, pernyataan yang baru saja diungkapkan oleh Davis bukanlah hal yang salah melainkan seperti pandangan yang ada di masyarakat. Asisten setianya itu hanya mengungkapkan
Orlando begitu semangat penonton berita yang berisikan tentang pemimpin baru negara Atlantik. Ia tak sabar mengetahui siapakah yang akan menjadi presiden. Tangannya mengepal seakan meminta keajaiban kepada Tuhan. Kali ini calon istrinya itu mendampingi Orlando sebab hari ini adalah penentuan akankah mereka bisa menikah atau tidak.Jemarinya menarik tangan Sora. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Dan, hasil pemilihan presiden itu dimenangkan oleh Monica. Mereka nampak bahagia. Orlando memeluknya."Kita bisa menikah! Aku tidak menyangka kalau keberuntungan jatuh padaku secara berturut-turut. Ini luar biasa, Sayang!" teriaknya melampiaskan kegembiraannya itu."Aku juga bahagia. Yang penting jangan sampai ada kata menyerah. Paham?"Orlando mengangguk. "Kita harus menemui Monica sekarang juga. Oh ya, kita juga perlu gaun. Kau sudah siap?" tanyanya balik."Aku selalu siap untuk itu." Sembari memberikan kec*pan di pipi Orlando. Ia tidak sabar untuk menguasai seluruh harta yang dimiliki
Keduanya nampak mengenakan pakaian rapi namun keduanya menutupi wajah mereka dengan masker. Alibi mereka cukup kuat ketika ditanya beberapa pengawal yang berjaga di rumah dinas Monica. "Tunggu! Kalian dilarang masuk selain perintah dari Nyonya Monica," kata pria itu yang menghalangi jalan keduanya."Memangnya kalian siapa? Dengar, aku kemari hanya untuk menemui anakku yang tercinta. Jadi kalian pikirkan sebelum aku menggunakan cara kasar." Orlando menarik lengan jaz. Ia bersiap untuk meninjau para pengawal yang masih menghalanginya."Tetap saja kalian tidak boleh masuk," ucapnya berisi kukuh melarang mereka.Salah satu dari teman yang berbisik. Entah apa yang disampaikannya membuat pengawal itu bersikap lebih terbuka. "Tapi, tolong buka masker anda."Orlando mengikuti instruksi yang diperintahkan kepadanya. Hanya tiga puluh detik ia menampakan wajah aslinya kemudian menutupnya kembali. "Aku sedang flu, itu mengapa aku menggunakan masker saat ini."Pengawal itu mencocokkan potret yang
Plak!Tamparan itu menjadi bukti kekejaman sang ayah. Monica memegangi pipinya yang terasa sakit. Bibirnya tersenyum. "Aku ini putrimu, ayah. Aku berhak menasehatimu juga. Apa aku salah?"Orlando bersiap menamparnya lagi. Kali ini Sora menghentikan niatan Orlando. "Ya, kau salah. Harusnya kau mendukung ayahmu. Kau memang tidak tahu diuntung, Monica. Kau berubah drastis setelah terpilih menjadi presiden Atlantik. Jika bukan karena bantuan dari ayahmu, kau bisa apa? Hah? Makanya lain kali itu mikir pake otak," sergahnya.Monica berdiri sembari mengelus lembut pukulan yang didapatnya. Ia tertawa. Keduanya terheran mengapa gadis itu malah tertawa bak orang gila. Kemudian ia berhenti tertawa lalu menatap mereka.Tangannya memberikan tepukan tangan. "Sebaiknya kau jaga baik-baik ayahku, Kak Sora. Dia sekarang menjadi pria pemarah dan berani memukul perempuan. Apa kau doyan dengan laki-laki seperti ini? Kalau bukan karena uang, kau tidak pernah berniat mendekatinya bukan?"Saat itu Sora tida