Waktu berjalan begitu cepat, begitulah yang dirasakan oleh Mentari. Dia nyaman ketika bekerja, ada banyak sekali teman-teman baik hati yang sportif dan memberikan dukungan, serta bantuan kepadanya. Yang jadi masalah adalah saat pulang, Rani tak selalu bisa menjemputnya karena pada saat jam pulang Mentari yang tak tentu, saat itu pula Rani sedang berada jauh dari lokasi Mentari karena sedang mengantar penumpang yang mengorder taksi online-nya. Di situ kadang Mentari sering kebingungan dan merasa takut jika menggunakan taksi online sendirian, malam hari pula. “Duh, gimana, ya? Keknya aku gak berani kalo harus naik taksi online sendiri. Mana udah malam lagi.” Mentari bermonolog seraya melirik arloji di pergelangan tangannya. Dari arah belakang, tiba-tiba terdengar seseorang menyapanya. “Kenapa belum pulang, Mentari?" Mentari menoleh dan ternyata Maheswara sudah berdiri tepat di belakangnya dengan wajah datar. “Teman saya tidak bisa jemput.” “Teman atau ... “Teman. Te–man,” jelas
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 07:20 WIB. Sedangkan Mentari sudah harus berada di kantor saat jam 8:15 menit. “Aduh, kenapa harus pakai acara kesiangan segala, sih?!" Sialnya, sejak tadi Rani sama sekali tidak mengangkat teleponnya. “Duh, repot juga gak ada Rani.”Segera dia berlari keluar gang untuk menghentikan taksi, tetapi sesaat kemudian ia berpikir sepertinya naik ojek online akan lebih cepat tiba. Gegas Mentari memesannya melalui aplikasi.Sementara itu di tempat lain, Maheswara kepikiran tentang apa yang disampaikan oleh orang tuanya. Semalam, orangtua Maheswara menyuruhnya untuk pulang ke rumah sejenak, dan bermalam di sana. Setelah mengantarkan Mentari, ia pun pulang ke rumah orang tuanya. Sesampainya di rumah, Maheswara langsung disambut oleh kedua orang tuanya. Namun, mereka sangat kecewa ketika Maheswara datang sendirian. “Masih senang aja datang sendirian? Apa tidak ada …." Menengok ke luar rumah, dan benar saja bahwa putranya hanya datang sendiri. “Papa k
Luka yang ditorehkan memang sangat menyakitkan sekali. Ketika dirinya sudah percaya akan mendapatkan akhir yang bahagia, Tuhan malah menghukum Maheswara dengan membawa orang yang dicintainya pergi. Dia trauma, sakit, dan tidak mau punya hubungan lagi dengan wanita mana pun.“Kalau akhirnya akan sama, untuk apa mencoba lagi …." Di ruang keluarga, Handoko–papanya Maheswara– berkata pada istrinya. “Tolong bujuk dia baik-baik. Aku berkata seperti itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Tapi anak itu malah salah tafsir." Istrinya mengangguk paham. “Iya, aku akan coba bujuk dia." Wanita paruh baya itu menjajaki tangga untuk sampai ke lantai dua. Setelah berada tepat di depan pintu kamar Maheswara, dia mengetuknya secara perlahan. “Nak, Ibu mau bicara sebentar. Bisa kamu buka pintunya?" Terhadap wanita yang melahirkannya, Maheswara yang tidak bisa menolak, terpaksa membukakan pintu. Astuti mengajak anaknya untuk duduk di kursi yang letaknya ada di dekat jendela. “Nak, kamu jangan salah p
Inikah Cinta?Tiba jam makan siang. Seperti biasanya, karyawan akan sibuk untuk mengantre di kantin kantor. Tidak terkecuali dengan Mentari. “Hei, nanti malam mau party enggak guys? Paman aku baru buka klub di sini, loh. Katanya kalau aku bawa teman-teman ke sana, dikasih gratis deh." Tania, cewek seksi yang hobby clubing berkata dengan penuh semangat. Sekelompok staf wanita dan pria terlibat percakapan, sedangkan Mentari hanya terdiam menikmati makan siangnya. “Wah, Lumayan nih, gue lagi butuh hiburan. Kemarin kalah slot judi, sialan banget," sahut Puri–si tukang judi online. “Gimana guys? Kalian mau ikut gak? Setuju, ‘kan buat pergi ke sana?" tanya Tania lagi. Semuanya menjawab, “Setuju." Secara bersama-sama, kecuali Mentari. Wanita yang duduk persis di samping Mentari bertanya, “Nanti malam, kamu mau ikut juga?" Mentari menggeleng, “Enggak dulu deh, aku harus lembur." Ucapannya tidak sengaja terdengar oleh Maheswara yang kebetulan sedang melintas. “Oh. Ya udah deh, kalau k
Oke, kita ke depan temui drivernya dan bayar sesuai tarif, kamu pulang sama saya.”“Tapi, Pak–““Mentari ... saya tidak suka penolakan.”Akhirnya Mentari menuruti keinginan bosnya, malam itu ia pulang diantar oleh Maheswara, alasan mengambil dan mengembalikan jas rupanya sudah tidak akan berlaku lagi untuk ke depannya.Angin malam yang dingin membuat Mentari sedikit menggigil, Maheswara yang menyadari itu, akhirnya memutuskan untuk memberikan jaket yang ada di mobilnya. “Saya sudah pinjam jas Bapak." “Pakai saja, daripada kamu kedinginan." “Terima kasih, banyak, Pak." Setelah Mentari mengenakan jaket dari Maheswara, gadis itu terdiam begitu pun Maheswara. Keheningan itu terjadi sampai mobil berhenti di gang rumah Mentari. Mentari turun dan meminta Maheswara untuk menunggu, ia akan mengambil jas yang kemarin.“Alhamdulillah sudah kering, aku setrika dulu sebentar, deh.” Mentari berbicara sendiri. Setelah rapi, ia membawanya dengan menggunakan hangers.“Ini, Pak. Terima kasih ban
Malam itu semakin larut, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang, dan Adiaz tidak dapat menemukan satu orang pun yang sedang berjalan kaki. Termasuk gadis yang tadi dia serang dengan banyak pertanyaan. “Mentari? Sayang kamu di mana? Jangan sembunyi seperti itu, dong. Aku, ‘kan belum selesai bicara, Sayang?" Perlahan berjalan hingga sampai ke tengah jembatan dan melihat pantulan dirinya sendiri di dalam air. “Oh, jadi ini laki-laki jahat dan kurang ajar yang sudah menyakiti kamu? Iya, ‘kan? Kenapa dia mirip sama aku?" Kemudian lanjut tertawa-tawa sampai perutnya sakit. “Asal kamu tahu Mentari, aku sengaja tidak menghubungi kamu sekarang ini. Pasti kamu berharap kabar dari aku, ‘kan? Sayangnya, aku terlalu cinta sama kamu. Aku gak mau kamu terjerat masalah yang menimpaku karena kita kembali berhubungan …." Sudah habis minuman di botol yang dia pegang, Adiaz segera membantingnya ke batu, hingga pecah berkeping-keping. Setelah itu, dia beranjak pergi untuk kembali ke kos ny
Apanya yang mendadak? Saya kan ajak kamu pergi nanti malam, sekarang masih pagi. Seharusnya, masih ada waktu untuk dandan, kan? Walaupun tidak perlu juga tidak apa-apa,” ucapnya santai. Mentari mengusap wajahnya gusar. Lelaki ini terkenal dingin, tetapi tidak terhadap Mentari.“Maksud saya, Pak, kenapa Bapak mendadak ajak saya jalan-jalan?” “Nanti juga kamu akan tahu apa alasannya. Saya ada banyak pekerjaan, kamu juga urus saja semua tugas-tugas kamu. Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja, ya." Mentari mengerutkan kening, ‘Jangan membicarakan masalah pribadi di jam kerja’. “Bukankah dia yang memintaku menemuinya?"Ah, dasar aneh.” Mentari menggerutu dalam hati. “Ya, sudah, kamu boleh kembali ke mejamu,” ucapnya sedikit salah tingkah. Lagi-lagi pria itu tersipu malu. Dia mengusir Mentari karena malu tidak tahu harus bereaksi seperti apa sebenarnya. Wajahnya merona, telinganya juga merah. “Mentari, kamu bisa bikin aku gila dalam sehari. Dan itu cuma karena kita mengob
Ketika tiba di kantor, entah mengapa atmosfer yang terasa berbeda dari sebelumnya. Semua orang tidak lagi menyapa seperti biasa, mereka menatap Mentari lalu tersenyum sungkan, tetapi ada juga yang setelahnya terlihat kasak kusuk seperti sedang bergosip, Mentari merasa heran juga dibuatnya. Belum genap lima menit Mentari duduk di kursinya, Eva membisikan sesuatu. “Ada pesan dari Pak Bos, katanya beliau meminta laporan keuangan hari ini,” ucap Eva membuat Mentari mengerutkan kening. “Hari ini? Bukannya masih ada waktu dua hari lagi, sesuai jadwal biasanya?” Mentari dibuat bingung oleh permintaan Maheswara yang menurutnya sangat absurd sekali. “Iya, Mbak, tadi pesannya seperti itu.” “Oke deh, Mbak Eva. Terima kasih, ya, eh, ngomong-ngomong sepagi ini beliau sudah datang?” “Sudah, malah sebelum karyawan datang beliau sudah ada di kantor, gitu kabar yang aku dengar dari Pak Satpam tadi.”“Ehm, tumben. Ya sudah, aku mau kerjakan dulu sesuai yang beliau minta, thankyou, ya, Mbak.“Kare