Amanda tertegun sejenak sebelum mengangguk. "Aku mengerti!"Hari ini, bos baru datang bersama Janice, berarti secara nggak langsung mengumumkan hubungan mereka. Kalau Janice bukan nyonya bos, jadi siapa?' pikirnya.Tapi, Kak Miana bilang bukan, maka bukan!'Apa pun yang dikatakan Miana, Amanda akan percaya padanya tanpa syarat.Kemudian, dering ponsel mengganggu pembicaraan mereka.Miana mengambil ponselnya, menemukan panggilan dari nomor tidak dikenal.Dia ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya. "Halo, Miana Senora dari Firma Hukum Astera.""Miana, ini aku." Begitu suara dingin ini terdengar, Miana segera menyadari bahwa yang meneleponnya adalah ibu Henry. Miana mengatup-ngatupkan bibirnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Nyonya Felica mencariku ada perlu apa?"Sejak Miana menikah dengan Henry, Felica meminta Miana untuk memanggilnya dengan sebutan Nyonya Felica.Namun, kadang-kadang dia berpura-pura memanggilnya "Ibu" di depan orang lain."Datang ke Cloud Cafe, ada yang ingin kubi
"Miana, apa yang ingin kamu lakukan? Kenapa kamu diam-diam menemui dia!" Janice panik, memelototi Amanda sebelum berbalik dan buru-buru meninggalkan kantor.Amanda menghela napas panjang.Ketua baru ini auranya sangat kuat dan menakutkan.'Janice keluar dari kantor langsung menuju lift. Dia masih mengancam dengan tergesa-gesa, "Miana, cepat kembali ke kantor, jangan temui dia! Kalau nggak, kamu langsung kupecat!"Miana terlalu malas untuk meladeninya, jadi langsung menutup telepon.Setelah menyimpan ponselnya, dia pun menoleh melihat ke arah gedung Firma Hukum Astera di seberang jalan, sepasang matanya berbinar dan terlihat makin indah.Setelah menunggu beberapa saat, sampai sosok yang tergesa-gesa tertangkap oleh matanya, dia baru mengalihkan pandangannya, berbalik dan memasuki kedai kopi.Melihat Miana tiba, Felica langsung memarahinya dengan ekspresi kesal, "Hanya perlu menyeberang saja, tapi kamu membuatku menunggu setengah jam. Miana, apa kamu mengira aku nggak berani melakukan ap
Miana mengira Felica sudah menyerah dengan rencana itu.Kini tampaknya Felica tidak pernah menyerah!Felica telah menahan diri selama tiga tahun, sekarang dia tiba-tiba menemui Miana pasti ada kaitannya dengan saham yang diberikan Eddy.Dia sangat ingin Miana bercerai dengan Henry. Setelah mereka bercerai, dia akan menempatkan wanita lain di ranjang Henry.Setelah nasi sudah menjadi bubur, Henry tidak punya pilihan selain bertanggung jawab.Felica juga berpikir, lagi pula, dulu Miana juga menggunakan cara itu untuk memaksa Henry menikahinya."Oh? Kenapa aku sendiri nggak tahu aku telah berselingkuh atau melakukan pernikahan ganda?" Suara dingin seorang pria tiba-tiba terdengar dari belakang, punggung Miana seketika menegang.Kenapa Henry ada di sini?'Miana segera menenangkan dirinya, merapikan rambutnya dan perlahan berbalik. Dia tersenyum sambil menatap Henry dan berkata, "Ini tempat umum, kalian adalah publik figur, yakin ingin membahas topik ini di sini?"Janice memandang Miana den
Miana begitu kesakitan hingga matanya mulai berkaca-kaca. "Henry, kamu nggak bisa lihat kalau dia hanya pura-pura pingsan?"Bagaimana mungkin seseorang secerdas Henry tidak dapat menyadari bahwa Janice sedang berpura-pura?Namun, dia tetap memilih untuk memanjakan Janice!Sementara Miana yang jelas-jelas terluka, Henry tidak bertanya kondisinya, malah mengatakan dia hanya berpura-pura.Hanya karena tidak mencintai, maka dia begitu tidak berperasaan pada Miana?"Yang aku lihat sekarang, dia pingsan dan kamu berdiri di sini baik-baik saja! Miana, ikut aku pergi! Kalau nggak, kamu nggak usah pergi bekerja lagi mulai besok!" Setiap kata yang diucapkan Henry begitu pelan dan jelas.Miana menatap pria di depannya ini dengan terkejut, pada saat yang sama, hatinya sudah hancur berkeping-keping. "Aku pikir, orang sepertimu seharusnya bisa membedakan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan! Ternyata, semua itu hanya pemikiran sepihakku saja!"Wanita simpanan memfitnahnya, sementara suaminya malah
Miana sekarang mengerti mengapa Henry tidak pernah mengajaknya menghadiri pesta apa pun meskipun sudah menikah tiga tahun lamanya. Ternyata, Henry mengira dia tidak memahami etiket, akan bersikap kasar di hadapan orang-orang dan membuatnya malu.Meskipun Miana tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya pada masa kecilnya, dia tumbuh besar bersama neneknya. Neneknya secara khusus mempekerjakan guru untuk mengajari Miana tata krama. Dari cara tersenyum, menggerakkan tubuh, bahkan tata krama di meja makan, Miana telah mempelajari semuanya.Miana yakin bahwa dirinya tidak akan kalah dari wanita kalangan atas mana pun di Kota Jirya.Selain itu, dia malah makin memperhatikan hal-hal kecil setelah menikah dengan Henry.Dia selalu berpikir bahwa dia telah melakukan semuanya dengan baik, bahwa dia merupakan seorang istri orang kaya yang bermartabat.Namun, semua itu hanyalah pemikirannya sendiri. Kenyataannya, Henry selalu menganggapnya hanya sebagai teman tidur, karena tidak diperlukan etika
Miana menatap Henry dengan tatapan dingin dan berkata, "Ya, dia bukan orang luar, tapi wanitamu! Akulah yang orang luar!"Setelah berkata demikian, Miana berbalik dan pergi.Jika pembicaraan itu terus berlanjut, dia bisa saja langsung menampar Henry.Sungguh nggak tahu malu!'Henry menyipitkan matanya sedikit, raut wajahnya dipenuhi rasa kesal. "Miana! Pikiranmu sungguh sempit, hanya sebesar ujung jarum!" serunya.Menurutnya, Janice adalah kakak iparnya, menantu keluarga Jirgan. Janice bahkan sudah masuk ke dalam silsilah keluarga Jirgan, jadi bukan orang luar, melainkan anggota keluarga.Miana menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Henry dan berkata, "Kalau kamu merasa aku nggak sebanding dengan kakak iparmu, cepat tanda tangan surat perceraian kita! Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup masing-masing tanpa saling mengganggu."Pria berengsek ini menolak untuk bercerai meskipun tidak menyukai dirinya, berarti Henry sengaja ingin menyiksanya."Miana! Coba katakan bercerai sekali la
Miana sengaja menunjukkan kekuatannya, tetapi Henry malah mendukungnya!Hal ini tentu membuat Janice merasa sangat malu.Melihat Janice yang marah dan hampir terjatuh, ekspresi Henry menjadi masam. "Aku berjanji padanya banyak hal, tapi nggak semuanya bisa kutepati! Kamu sekarang sedang hamil, jaga emosimu, jangan terlalu sering berubah-ubah, itu nggak baik untuk bayi di dalam perutmu!"Setelah Janice mendengar ini, dia menarik kembali air matanya dan segera menjawab sambil tersenyum, "Ya, aku mengerti, aku akan menjaga suasana hatiku agar tetap baik!"Suasana hatinya sepenuhnya bergantung pada sikap Henry padanya, tetapi apakah dia berani mengungkapkannya?"Kamu kembali ke firma hukum dulu, ada beberapa hal yang perlu kubicarakan dengan Miana.""Kamu sungguh nggak ingin mampir dulu? Ayolah, kita pergi bersama!" Janice menatapnya dengan penuh harap.Dia tahu bahwa Henry jarang menolaknya.Kedua mata indah Miana menyipit.Biarkan Henry membuat pilihan, dia pasti akan memilih Janice.'Sa
"Nona Miana, apa kamu mendengarku?"Miana tersadar dari lamunannya dan segera merespons.Setelah menutup telepon, dia segera mengambil tasnya dan keluar dari ruangan dengan tergesa-gesa.Saat keluar, dia berpas-pasan dengan Henry dan Janice yang baru masuk.Dia berpura-pura tidak melihat mereka dan berjalan melewati mereka."Miana, kamu mau pergi ke mana lagi?" tanya Janice. Miana tidak ingin memprovokasi mereka, tetapi Janice tidak membiarkannya pergi begitu saja.Miana berhenti, berbalik dengan perlahan, menatap Janice dan berkata dengan tenang, "Aku mau ke rumah sakit."Setelah berpikir berkali-kali, dia tetap tidak ingin meminta obat khusus baru itu dari Henry.Dia masih berusaha mencari cara lain.Jika semua cara sudah dicoba dan tidak berhasil, dia baru akan mencari Henry.Jika hal seperti ini terjadi dulu, Henry pasti orang pertama yang terpikirkan olehnya untuk meminta bantuan.Namun, ada banyak hal sudah berubah.Henry mengernyit, teringat kembali dengan ucapan Wiley sebelumny
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,