Miana tertegun sejenak, tetapi segera kembali tenang dan berkata dengan nada yang datar, "Aku sudah bercerai dengan Henry, siapa ayah dari anak ini adalah urusanku! Selain itu, Henry sekarang sudah tinggal dengan kekasih barunya, mungkin dia nggak ingin tahu tentang kehamilanku.""Oh? Henry tinggal dengan kekasih barunya? Siapa?" Farel mengangkat alis.Setahunya Henry bukan orang seperti itu.Dia juga berpikir bahwa mantan istri Henry ini memang orang yang kejam, tidak berniat mengizinkan anaknya mengenali Henry."Kalau Pak Farel ingin tahu, tanyakan saja pada Henry, dia lebih tahu daripada aku! Sudah selesai bertanya? Sekarang Pak Farel bisa mengantarkan Sherry ke atas?" Sudah memasuki musim hujan, jadi suhu malam sangat rendah, Miana merasa kedinginan, tanpa sadar merapatkan jaketnya.Pandangan Farel jatuh pada jaket tersebut dan alisnya sekali lagi terangkat.'Kalau Henry tahu hubungan mereka sudah sedekat ini, apakah dia akan marah?'"Pak Farel?" Miana mengernyit, suaranya juga men
Farel takut salah bicara dan membuat Henry marah.Dia berpikir, agar nyawanya aman, dia harus menjauh dari Henry."Cepat katakan!" Terbangun di tengah malam, bagaimana mungkin Henry tidak kesal."Dengar-dengar, kamu sudah tinggal bersama kekasih barumu hari ini?" Farel hanya mengulangi perkataan yang didengarnya dari Miana."Hah? Apakah keluarga Ingra akan runtuh? Kamu begitu nganggur hingga bergosip!" Henry mendengus dingin, suaranya yang dingin itu terdengar mengerikan."Itu kata mantan istrimu, nggak ada hubungannya denganku!" Jika dia yang mengatakannya, Henry pasti tidak akan melepaskannya."Kenapa Miana mengatakannya padamu? Apakah kalian sangat akrab?" Setelah bercerai, setiap pria di mata Henry mungkin adalah saingan."Dia menegurku, lalu menyebutmu!" Farel asal menjawab.Dia pikir, Henry tidak mungkin akan bertanya pada Miana.Hanya dia yang tahu apa yang sebenarnya telah terjadi."Hmph, sudah bercerai, kenapa dia masih peduli pada kehidupanku!" sudut bibir Henry sedikit teran
"Itu saja yang mau kubilang! Pikirkan baik-baik!" seru Henry, lalu menutup telepon.Hanya itu yang bisa dia katakan, selebihnya tergantung Farel sendiri untuk memahaminya.Dia tidak bisa membuat keputusan untuk Farel.Setelah meletakkan ponsel, dia benar-benar tidak bisa tidur lagi.Kata-kata Farel tadi masih terngiang di telinganya.'Miana, wanita ini, apakah dia bisa hidup tanpaku?'Dia menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan sosok Miana dari pikirannya.Namun, makin dicoba makin jelas sosok Miana di pikirannya.Hatinya gelisah. Karena tidak bisa tidur, dia turun dari ranjang, memakai jaket, dan pergi ke ruang kerjanya.Karena hubungannya dengan Miana memburuk, efisiensi kerjanya menurun drastis akhir-akhir ini, jadi ada banyak perkerjaan menumpuk dan dia memutuskan untuk menyelesaikannya.Begitu masuk ke ruang kerja, dia melihat buket bunga Gypsophila di atas meja.Pikirannya langsung terbawa ke masa lalu.Sejak Miana menikah dan tinggal di Kompleks Gaillardia, setiap hari se
Janice menatap punggung Henry, sorot matanya sekilas menunjukkan kelicikannya, dan dia berjalan mengikuti Henry.Saat menuruni tangga, dia sengaja melewatkan satu anak tangga dan akhirnya terguling ke bawah.Namun, dia secara naluriah melindungi kepalanya sambil berteriak, "Henry, tolong aku!"Henry berbalik, melihat Janice yang berguling di tangga, dia pun mengangkat kakinya untuk menghalanginya.Janice berhenti berguling.Henry mengerutkan keningnya."Henry, sakit sekali!" seru Janice terisak sambil memeluk kakinya.Henry membungkuk dan menggendongnya.Dahi Janice terbentur dan berdarah.Sorot mata Henry makin mengelap.Janice merasa gelisah ketika melihat Henry tidak berbicara. Dia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Henry, tetapi juga tidak berani banyak bicara, hanya bisa menangis dalam diam.Ekspresinya menahan diri tampak menyedihkan.Henry mengatup-ngatupkan bibirnya sebelum berkata, "Kenapa kamu bisa seceroboh ini?""Aku... aku hanya terburu-buru mengejarmu, nggak sengaja me
Janice seketika ketakutan dan segera melambaikan tangan. "Tentu saja nggak! Aku selalu berharap kalian baik-baik saja!"Di dalam hatinya, dia tentu saja ingin mereka segera bercerai! Bagaimana mungkin sungguh berharap seperti itu!"Saat di Kota Sugal, kamu menyentuh ponselku?" Henry tampak tenang, seolah-olah hanya membicarakan hal yang biasa.Janice sungguh tidak menyangka Henry akan tiba-tiba menanyakan hal ini, tubuhnya seketika tegang.Dia tidak pernah menyangka Henry akan menyelidiki ini.Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuatnya tidak tahu harus menjawab apa."Kenapa kamu menyentuh ponselku?" Ekspresi Henry menjadi lebih dingin.Miana, yang merupakan istrinya saja, tidak diizinkannya menyentuh ponselnya, apalagi Janice.Tindakan Janice sudah melewati batas toleransinya.Janice panik hingga berkata dengan tergagap, "Henry, dengarkan penjelasanku!""Katakan!" seru Henry dengan suara dingin mengerikan.Jantung Janice berdegap kencang, jari-jarinya saling menggenggam erat, buku-buku j
"Hmm?" Henry mengernyit."Berita yang masuk tren tagar itu sudah diurus, aku akan mengirimkan videonya ke surelmu," ujar Wiley dengan suara pelan."Ya," jawab Henry dengan suara datar.Sikapnya terlihat seperti apa yang dibicarakan Wiley bukanlah masalah besar, melainkan hanya masalah kecil."Kalau begitu aku akan kembali bekerja." Wiley benar-benar tidak bisa menebak pikiran Henry.'Pak Henry hanya nggak senang atau marah?''Susah untuk menebak apa yang dipikirkannya, lebih baik fokus bekerja saja.'"Alamat IP-nya sudah ditemukan?" tanya Henry yang tiba-tiba teringat sesuatu.Ada yang memberi tahu Miana bahwa dia tinggal dengan Janice semalam, lalu pagi ini muncul berita seperti itu, ini hanya kebetulan atau disengaja?"Alamat IP-nya dari luar negeri." Wiley berhenti sejenak, tiba-tiba teringat sesuatu yang penting dan berkata, "Pak Henry, pagi ini juga ada tren tagar tentang sebuah komik berjudul 'CEO Berengsek dan Para Wanita-nya', baru diunggah kemarin dan sudah viral, penggarangny
Henry mengatupkan bibirnya sebelum berkata, "Oke, nanti aku cek!"Ada begitu banyak surel yang masuk, dan dia belum sempat melihat semuanya."Apakah ada hal lain yang perlu diurus?" tanya Wiley."Kamu boleh keluar dulu, aku akan panggil kamu kalau ada keperluan lain," ujar Henry sambil mencari-cari surel yang dikatakan Wiley.Anehnya, entah mengapa dia membuka surel dari pengirim yang bernama "Candu".Mungkin menurutnya nama itu cukup menarik.Namun, yang sama sekali tidak disangka Henry adalah, surel tersebut berisi semua tuduhan terhadap kejahatan Janice.Setelah melihat isinya, dia menghapus surel itu dan keluar dari kotak masuk.'Siapa sebenarnya "Candu" ini?''Bagaimana dia bisa tahu begitu banyak tentang Janice?'Kalau ....'Kalau apa yang dikatakan orang ini benar ....'Berarti apa yang kukatakan dan kulakukan pada Miana selama tiga tahun ini ....'Henry tidak berani berpikir lebih jauh.Dia mengambil napas panjang untuk menenangkan hatinya yang terasa tidak nyaman.Pada saat in
Eddy terdiam sejenak sebelum berkata dengan suara rendah, "Itu bukan hal yang bisa kubantu!"Sekalipun dia membantu Henry untuk memohon kepada Miana, Miana belum tentu bersedia untuk kembali!Yang terpenting adalah, jika Henry tidak benar-benar mencintai Miana, lebih baik biarkan Miana menjalani hidupnya sendiri.Karena itu adalah hal yang paling adil bagi Miana."Bukankah dia selalu mendengarkan Kakek? Kalau Kakek yang bicara, dia pasti akan menurut! Sama seperti tiga tahun lalu, ketika Kakek memaksaku menikahinya, Kakek sekarang juga bisa memaksanya untuk kembali denganku!" Henry berbicara seperti anak kecil yang bermain rumah-rumahan, seolah-olah pernikahannya akan kembali ke semula hanya dengan satu kata dari Kakek."Mia sudah tiga tahun bersamamu, kalau nggak benar-benar kecewa, bagaimana mungkin dia ingin bercerai denganmu!" Eddy mendengus dingin. "Susah payah bercerai denganmu, dia pasti nggak akan kembali!"Henry awalnya ingin mendapatkan dukungan dari Kakek, tetapi malah diper
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,