Ada sebuah kotak di dalam paket itu. Setelah mengeluarkannya dan membukanya, sebuah kartu terjatuh.Dia memungut kartu tersebut.Giyan langsung melihat ada tulisan "Senora" di kartu itu.Dia merasa senang dan segera membuka kotak itu dan mendapati isinya adalah sebuah dasi.Dia dengan hati-hati mengeluarkan dasi itu, hatinya penuh dengan kebahagiaan.Warna dasi itu adalah wanra favorit Miana.Dia pun yakin dasi itu pasti dari Miana.Setelah mencoba dasi itu, dia mengambil fotonya sendiri dengan ponselnya.Dia hendak mengirimkannya kepada Miana, tetapi tiba-tiba berubah pikiran.Sekarang Miana sudah bersama Henry, dia tidak ingin mengganggu Miana dan menerima hadiah itu secara diam-diam.....Henry sudah beberapa hari tidak makan masakan Miana. Malam ini, dia makan sangat banyak, satu botol anggur merah juga habis.Tentu saja, hanya Henry yang minum.Miana yang sedang hamil, tentu tahu tidak boleh minum alkohol.Henry sedang dalam suasana hati yang baik, jadi dia tidak mempermasalahkan
Miana merasa sedikit panik di dalam hatinya.Dia yakin, setelah kembali ke kamar, Henry akan langsung menyerangnya.Ditambah Henry sudah menahan diri begitu lama, Henry pasti akan melakukannya dengan kasar.Miana sudah tidak dapat melaksanakan rencananya untuk mengalihkan perhatian Henry."Apa? Nggak mau?" Merasakan penolakan Miana, Henry pun terlihat tidak senang.Miana bergegas memeluk leher Henry, mencondongkan wajahnya, mencium jakun Henry dengan mulut kecilnya dan berkata, "Sudah lama sekali, tentu saja aku ingin ... tapi, perutku sedikit nggak nyaman, sepertinya aku sedang datang bulan."Menstruasinya selalu datang tidak teratur dan dia sudah memikirkan cara ini untuk mengelabui Henry.Lagi pula, selama Henry tidak melakukannya sampai akhir, bayi di dalam perutnya akan baik-baik saja.Henry menunduk, menatap Miana dan berkata, "Seingatku, terakhir kali kamu juga bilang sedang datang bulan."Dia langsung menyadari Miana sedang membodohinya.Miana seketika merasa sedikit gelisah ka
Bibi Lina menghela napas lega ketika dia melihat Henry berjalan masuk sambil mengendong Miana.Dia berpikir hubungan kedua orang itu tampaknya baik-baik saja.Dia tidak perlu khawatir Miana akan pergi.Miana membenamkan wajahnya di dada Henry dan berpikir dengan cepat.Saat pikiran Miana masih berkeliaran, Henry sudah membawanya ke kamar mandi.Rasa dingin menyerbu tubuhnya, Miana kembali sadar dan mendapati dirinya sedang berdiri di depan cermin kamar mandi, dengan separuh pakaiannya sudah dilepas.Dia panik dan buru-buru berkata, "Aku mau ke toilet dulu."Henry menyipitkan matanya. "Hmm?" Dia meninggikan suaranya, menunjukkan rasa bahaya.Rasa dingin merambat di punggung Miana. Miana mendongak, melihat mata Henry sudah penuh dengan nafsu, membuat hatinya sedikit bergetar. "Aku akan segera kembali."Henry mengangkat tangannya. Telapak tangannya yang besar jatuh ke wajah Miana. "Kamu sengaja menggantungku?" tanya Henry"Aku malu!" Miana membuang muka dengan malu-malu.Henry malah senan
Meskipun tubuh Miana sangat lelah, pikirannya tetap sangat jernih. Mendengar kata-kata Henry, bibir merahnya mulai bergerak, "Aku sangat lelah, tanganku sangat pegal."Henry menatap wajah Miana yang lembut, hatinya pun ikut lembut, "Siapa suruh kamu begitu bersemangat tadi!"Tiga tahun menikah, kali ini terasa sangat berbeda.Mungkin karena ini pertama kalinya Miana begitu aktif padanya."Kalau aku nggak bersemangat, apa kamu akan merasa nyaman?" Meskipun lelah, Miana tetap waspada, takut Henry akan memaksanya.Henry menelan ludah, lalu tertawa kecil.Dia memang merasa sangat nyaman.Namun, dia juga tahu Miana bersemangat karena ada sesuatu yang diinginkannya.Melihat Henry sedikit tersenyum, Miana bertanya dengan hati-hati, "Henry, suasana hatimu ... sedang baik?"Dia melayaninya dengan semangat tentu ada tujuannya.Henry menebak tujuan Miana di dalam hati, berpura-pura tidak tahu dan bertanya, "Kenapa? Masih ingin melayaniku sekali lagi?" Dia sengaja berbicara dengan terus terang, ta
Miana berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apakah kamu ingin bercerai dan meminta pembagian uang yang dihasilkan dari perusahaan wanita simpanan itu?""Benar! Aku ingin pembagian uang yang dihasilkan dari perusahaan yang dia investasikan!" Bagi wanita ini, uang itu juga termasuk harta bersama selama pernikahan, jadi permintaannya tidak berlebihan."Sekarang sudah agak malam, bagaimana kalau besok kamu datang ke firma hukum, kita bisa membicarakannya lebih detail." Sulit menjelaskan semuanya melalui telepon, lebih baik bertemu langsung."Baik, besok aku akan ke firma hukum mencarimu, kira-kira jam berapa kamu ada waktu?""Saat ini aku belum bisa memastikan, besok pagi kamu telepon aku lagi untuk menentukan waktunya." Miana ingat dia besok ada kasus yang harus disidangkan, waktunya agak ketat."Baik, besok aku akan menghubungi lagi, Bu Miana , sampai jumpa."Setelah panggilan dengan wanita itu berakhir, Miana meletakkan ponsel, segera pergi ke ruang ganti.Dua set piama tipis yang seksi itu
Miana menatap wajah Henry, tersenyum dan berkata, "Selain Sherry, apa aku punya teman lain?"'Bukankah yang kubicarakan adalah masalah Sherry?''Siapa lagi yang dia maksud?''Giyan?'"Bukankah kamu lebih tahu daripada aku?" Henry ingin mendengar penjelasannya tentang hubungannya dengan Giyan.Namun, dia menyadari Miana sengaja menghindari topik Giyan, berpura-pura tidak mengerti maksudnya.'Wanita ini pasti menyembunyikan sesuatu.'Miana menatap Henry dan perlahan berkata, "Aku dan Giyan dulu tetangga, sekarang hanya kenalan biasa, nggak ada hubungan apa-apa."Dia tidak tahu, penjelasan seperti ini entah memuaskan Henry atau tidak.Henry tersenyum dan berkata, "Kudengar, kamu adalah menantu yang diakui oleh keluarga Ferno."Miana masih menatap wajah Henry, mencoba melihat apa yang ada dipikirkan Henry, tetapi Henry terlalu pandai menyembunyikan perasaannya, dia tidak bisa melihat apa-apa. Setelah berpikir sejenak, dia bertanya dengan serius, "Kamu begitu keberatan dengan lelucon yang d
Aroma dingin Henry menyusup ke hidung.Miana teringat kata-kata dokter, hatinya panik, segera mendorongnya dan berteriak, "Henry, jangan tekan perutku, sakit!"Kemarin Henry membuatnya merasa tidak nyaman di perut.Dia tidak ingin mengalaminya lagi.Henry mengerutkan kening, menatap wajah Miana yang memerah.'Wanita ini jelas-jelas juga merasakan sesuatu, tapi dia malah terus menolakku.''Seperti sebelumnya, dia lebih suka menggunakan tangan untuk membantuku daripada melakukannya denganku.''Kalau ada yang bilang wanita ini nggak punya niat lain, aku nggak percaya!'Tatapan Henry membuat Miana merinding, dia buru-buru berkata, "Aku ... perutku sakit.""Kemarin kamu juga bilang perut sakit, hari ini sakit lagi, besok aku akan suruh Wiley untuk mengatur dokter untuk memeriksamu," ujar Henry dengan ekspresi dingin, dia tentu saja tidak percaya dengan kata-kata Miana.Tidak mungkin setiap kali ingin melakukan, perutnya sakit.Entah berbohong atau mencari alasan untuk menolak berhubungan in
"Henry, aku lelah, tidurlah." Miana mengedipkan mata indahnya, suaranya terdengar lembut seperti sedang bermanja setelah menutupi kepalanya dengan selimut.Sembari berbicara, dia berpikir, jika Janice tidak segera menelepon Henry, dia takut tidak akan bisa menghentikan Henry lagi.Henry membawa piama seksi itu ke tempat tidur, menarik selimut dan mendorong Miana ke depan.Tubuh Miana pun berguling di tempat tidur dan selimut yang membungkusnya terbuka.Miana segera menggenggam erat piama yang ditubuhnya.Tamat sudah!Dia tidak bisa menghentikan Henry lagi.Janice benar-benar tidak berguna!"Henry ...." Miana baru saja ingin berbicara, tetapi lengannya ditarik oleh Henry. Henry menariknya ke dalam pelukan dan bertanya, "Aku bantu kamu ganti atau kamu sendiri yang ganti?"Intinya, dia harus melihat Miana mengenakan piama seksi itu.Miana menggigit bibirnya, menatap Henry dengan mata indahnya dan bertanya dengan suara kecil, "Nggak bisa nggak ganti?"Saat membeli piama seksi itu, dia bert
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,