Kedua kaki Nuri kembali gemetar saat Pak Tomo membuka pintu gerbang rumah. Sebuah mobil masuk dan parkir di dekat kolam ikan. Nuri baru sadar, Tarung sedang berdiri di sana, memperhatikan ikan-ikan yang berenang. Anak sulungnya itu sama sekali tidak menyadari sebuah mobil baru saja berhenti di dekatnya.
Jika ia menyusul Tarung, bisa saja Tangguh mengenalinya dan itu tidak bisa ia lakukan.
"Thoriq, ajak Abang Tarung ke sini, di sana ada mobil, nanti mobil Om dan Tante di sana bisa lecet. Ayo, ajak Bang Tarung ke sini," bisik Nuri pada Thoriq. Si bungsu pun mengangguk, lalu berlari kecil menghampiri Tarung.
Tangguh keluar dari mobil, begitu juga Dian. Wanita itu melupakan laptop yang sangat penting untuk mengurus skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Dian berlari masuk ke dalam rumah tanpa menyadari sedang banyak orang di pekarangan rumahnya.
"Eh, tunggu! Kalian kembar ya?" tegur Tangguh saat menyadari dua anak lelaki yang be
Aroma obat-obatan dan disinfektan sangat menusuk indera penciuman Tangguh. Namun lelaki itu masih setia menunggu wanita yang sudah sangat lama ia cari yang kini masih di bawah pengaruh obat tidur.Di brangkar sampingnya lagi ada Tarung yang juga sama diinfus oleh dokter, karena dehidrasi dan lambung. Sungguh sangat tercabik-cabik hatinya mendengar penuturan dokter tentang keadaan lambung Tarung. Apa yang terjadi pada Linda? Kenapa semua kemalangan ini ia tanggung sendiri?Apakah dua anak kembar ini adalah anak-anaknya? Jika iya, betapa berdosanya ia telah tidak tahu dan tidak benar-benar mencari mereka."Thoriq tinggal di mana?" tanya Tangguh dengan suara bergetar."Di Kampung Dusun, Om," jawab Thoriq santun sambil menarik air hidungnya. Tangguh mengeluarkan sapu tangan untuk membersihkan hidung anak kecil itu. Tidak ada rasa jijik sama sekali, yang ada rasa iba yang tidak berkesudahan.Kuku kaki yang menghitam, kulit tubuh
["Halo, Dian, saya masih di rumah sakit. Gimana? Udah selesai urusan laporannya?"]["Belum, A' ini masih sampai sore. Gimana kabar wanita yang Aa tolong? Sudah baikan?"]["Sudah sadar, tapi si kecilnya masih istirahat di bawah pengaruh obat tidur. Nanti Aa pulang, Aa cerita ya. Semangat ngerjain tugasnya."]["Ya udah, hati-hati ya, A'."]Tangguh memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana."Apa dia calon istrimu?" tanya Linda dengan suara tertahan."Iya, bisa dibilang begitu, tapi sebelum aku bertemu kamu dan anak-anak.""Mereka anak-anakku!" tegas Linda lagi masih tidak mau mengakui hal yang sebenarnya."Yah, terserah kamu saja. Aku tidak akan memaksa kamu mengaku saat ini, karena kamu masih belum sehat." Linda terdiam, ia tidak tahu mau berkata apa lagi.Di sofa, Thoriq sudah tertidur sambil menonton televisi yang menayangkan film kartun. Sesenang itu anak lelaki itu menonton hingga ia tertawa-t
Malam ini Tangguh memutuskan menginap di rumah sakit, menemani Linda dan juga anak-anaknya, walau wanita itu masih belum mengakui bahwa si Kembar adalah darah dagingnya, tetapi Tangguh begitu yakin kedua putra kecil yang ada di dekatnya ini adalah putranya.Tarung tertawa, begitu juga Thoriq saat Tangguh menghibur mereka dengan menjadi kuda. Thoriq naik di atas punggung Tangguh, berjalan keliling ruangan dengan penuh semangat. Linda tidak berkomentar apapun, jauh di lubuk hatinya sangat senang akhirnya anak-anaknya terhibur dengan sosok lelaki yang bisa membuat mereka tertawa.Tarung lebih bersemangat dan segar setelah makan nasi dengan baso halus yang dibeli oleh Tangguh secara online."Om siapa?" tanya Tarung pada Tangguh yang baru saja mendudukkan Thoriq di brangkar Tarung."Om Tangguh. Nama kita mirip ya? Nama kamu Tarung, nama Om, Tangguh. Pasti Ibu yang berikan nama bagus ini," kata Tangguh dengan senyuman lebar.Tarun
"A' gak papa, anak-anak butuh A' Tangguh. Kita masih bicara besok." Dian mengusap pundak Tangguh dengan lembut, lalu menoleh pada Linda yang tengah membuang pandangannya."Tarung, Thoriq, Tante pulang dulu ya, besok kembali lagi ke sini bawa banyak mainan," kata Dian dengan senyuman yang lebar. Ia pun melambaikan tangan pada kedua anak Linda, sebelum keluar dari ruangan."Dian baik sekali, pantas saja kamu nyaman dengannya, Guh. Jangan sungkan denganku, jika kamu ingin menikahinya, maka lanjutkan. Aku mendukungmu," kata Linda sambil membesarkan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Tangguh tahu hal itu, sehingga ia tidak mau menyahuti. Ia hanya tersenyum, lalu kembali bergabung bersama kedua putranya.Keesokan harinya, kondisi Tarung sudah lebih baik. Dokter pun sudah membolehkan lelaki kecil itu melepas infus di tangannya. Tentu saja Tarung senang, karena akhirnya ia bisa berlarian di dalam ruangan ruang sakit yang menurutnya sangat bagus.
"Pi, Bu Linda sudah ditemukan," kata Rucita pada suaminya. Siang ini, adalah jadwal kunjungan yang biasa ia lakukan ke penjara suaminya."Apa? Di mana? Bagaimana kabarnya?" tanya Steve dengan penasaran."Ditemukan sendiri oleh Kang Tangguh saat Bu Linda pingsan di jalan bersama salah satu dari anak kembarnya," jawab Rucita sambil memperhatikan reaksi suaminya yang nampak kaget."Apa? Linda punya anak kembar?" mulut Steve setengah terbuka mendengar kejutan yang disampaikan istrinya siang ini. Apa anaknya? Jantung pria dewasa itu semakin berdetak cepat."Iya, dan keduanya laki-laki. Usianya sama dengan Alicia, 3 tahun. Sepertinya bukan anak Papi, tapi anak Kang Tangguh, karena keduanya sangat kirim Kang Tangguh. Sayang saya gak punya fotonya, karena salah satu dari mereka dirawat.""Sakit apa?""Katanya lambung, Pi. Mungkin karena sehari-hari jadi pemulung jadinya ....""Apa? Linda dan anak-anaknya menjadi
Tangguh membuka pintu ruang perawatan istrinya. Linda dan Bu Yayu menoleh dengan kaget, terutama melihat penampilan si Kembar yang sangat berubah."Bude!" Seru Tarung dan Thoriq sambil berlari senang menghampiri Bu Yayu yang biasa mereka panggil bude."Ya ampun, tampan sekali anak Bude. Sampai Budenya gak kenal. Gantengnya!" Puji Bu Yayu tulus sambil berjongkok untuk menyentuh pipi si Kembar. Linda ikut tersenyum senang dengan penampilan kedua putranya yang sangat tampan mengenakan baju bagus dan juga terlihat mahal. Rambut yang sudah dicukur dan juga tubuh yang nampak bersih membuat Linda begitu terharu."Halo, Mas, saya Bu Yayu, teman satu rumah Mbak Nuri," kata Bu Yayu memperkenalkan diri dengan senyuman."Halo, Bu, saya Tangguh," balas Tangguh dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat.."Eh, jangan, Mas! Saya kotor tangannya. Namanya juga pemulung, he he he ....""Gak papa, Bu. Justru saya mau mengucapkan terima
Perjalanan menuju rumah Tangguh diliputi keheningan. Sejak Tangguh mencium cepat bibir Linda, wanita itu bungkam. Ia hanya bicara sesekali pada si Kembar, itu pun tidak cerewet seperti biasanya.Tangguh tidak ingin merusak suasana hati Linda yang tengah kesal. Lelaki itu pun diam saja sampai akhirnya mereka sampai di depan pagar rumah besar.Tin!Tin!"Ini lumah siapa, Om?" tanya Thoriq saat Tangguh baru saja membunyikan klakson mobilnya."Ini rumah Thoriq dan Tarung mulai hari ini," jawab Tangguh sambil tersenyum. Pagar besar itu dibuka oleh seorang pria paruh baya, ia mengangguk menyapa Tangguh.Mobil berhenti tepat di sebuah garasi berukuran sedang. Tangguh membukakan pintu untuk si Kembar dan juga Linda. Dengan enggan Linda turun, berbeda dengan Tarung dan Thoriq yang begitu bersemangat. Keduanya langsung berlari menuju mainan outdoor yang ada di halaman.Tangguh memang sudah mempersiapkannya untuk kedua putranya .
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar