Steve dan Rucita masih bergelung di dalam selimut bulu tebal. Bercinta dengan penuh kerinduan membuat keduanya cukup kelelahan, terutama Steve. Ia bahkan sengaja menyalakan timer untuk memastikan berapa durasi yang bisa ia tempuh saat bercinta bersama istrinya. Memang tidak lama, tetapi Rucita selalu mendapat pelabuhannya. Mungkin karena ia dengan sungguh-sungguh melakukan foreplay, sehingga istri mudanya mudah untuk sampai di tujuan.
Mungkin karena baru sembuh, sehingga Steve tidak bisa sampai setengah jam mencumbu istrinya, untunglah Cita tidak masalah. Gadis itu masih asik memeluk suaminya dengan erat.
Hujan di luar rintik-rintik, menambah sahdu malam menjelang subuh. Kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan membangunkan penduduk bumi untuk segera melepas mimpi.
"Apa tidak apa-apa Bu Linda ditinggal sendiri di hotel?" tanya Rucita dengan mata tertutup.
"Tidak, Linda biasa sendiri dan memang lebih suka sendiri. Lagian saya sudah
Linda mondar-mandir di dalam kamarnya. Steve tidak bisa dihubungi padahal ini sudah malam ketiga. Satu hal yang aneh, semenjak ia tiba hotel, tidak pernah sekali pun ia merasa tidur seranjang dengan suaminya. Ke mana sebenarnya Steve? Pukul dua belas malam dan ia terpaksa melewati malam dengan sendiri.Bep! Bep!Linda tersentak saat ponselnya berdering. Ada nama Tangguh di sana. Cepat ia menggeser layar untuk menerima video call dari kekasihnya itu."Halo, gimana? Apa sudah dapat kabar dari Pak Steve?""Gak ada, Guh. Aku juga bingung, ke mana dia? Sebenarnya aku tidak masalah kalau dia bepergian, tetapi ia sepertinya tidak pernah pulang ke hotel. Apa jangan-jangan dia ada di kota lain?""Mungkin memang sedang sibuk, Bu. Sabar aja dulu. Tunggu sampai besok, jika tidak ada kabar juga, Ibu coba cari ke rumah sakit di sekitaran Bandung. Semoga Pak Steve gak apa-apa.""Iya, Guh, makasih ya. Percuma aku ikut kalau begitu. Mending
Benar saja, Steve tiba di rumahnya pukul delapan malam. Wajahnya terlihat lelah, tetapi ia memaksakan berbincang dengan lelaki yang mengaku calon pembeli itu. Steve memberikan kode dengan kedipan mata, saat Tangguh tidak berkonsentrasi pada pembicaraan mereka perihal pembelian mobil yang sedang diperbaiki oleh Tangguh."Baiklah kalau begitu, saya pamit dan lusa akan saya hubungi lagi. Maafkan saya yang menggangu waktu istirahat Pak Steve," kata Pria itu sambil tersenyum."Gak papa, Mas, saya yang justru minta maaf karena Mas lama menunggu," kata Steve berpura-pura sungkan. Tamu itu pun pergi dengan berpamitan pada Steve dan juga Tangguh."Guh, jangan lupa kunci pagarnya." Steve pun masuk ke dalam rumah setelah berpesan pada Tangguh. Wajah pemuda itu masam bercampur kesal, seharusnya hari ini bisa ia lewatkan dengan Linda, tetapi gagal karena ada tamu.Mau marah tentunya tak bisa. Tangguh akhirnya mengunci pagar, lalu berjalan dengan kedu
Seharian ini Steve sama sekali tidak keluar rumah. Alasannya adalah lelah. Pria itu sibuk memandori Tangguh bekerja di gudang. Makan siang pun Steve di gudang bersama Tangguh. Linda hanya bisa mengintip sambil berdoa suaminya pergi keluar sebentar agar ia dapat memeluk kekasihnya. Namun hingga sore menjelang, Steve masih betah di gudang bersama Tangguh.Ia hanya pergi sebentar untuk buang air kecil yang hanya satu menit saja. Karena Steve menggunakan kamar mandi Tangguh untuk buang air kecil.Linda baru saja hendak menghampiri Tangguh saat melihat suaminya tidak ada di sana, namun baru saja ia dua langkah keluar dari rumah, suaminya muncul dari rumah Tangguh dan berjalan santai menuju gudang."Pa, mau makan sore pakai apa?" tanya Linda pada suaminya sekedar berbasa-basi. Ia menghampiri Steve dan Tangguh di gudang, agar bisa melihat kekasihnya barang sejenak."Beli baso di Mang Husni saja. Naik motor atau naik ojek online juga gak p
Steve tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Pintu rumah Tangguh masih tertutup dan terkunci, ia berdiri di sini sambil terus mengetuk pintu, tetapi tidak juga ada jawaban. Luar biasa efek obat yang dimasukkan istrinya ke dalam mangkuk baso. Jika dia yang menyantapnya, tentu saja sampai jam sembilan pagi ini dia belum juga bangun. Itu tandanya Linda dan Tangguh bisa berkali-kali bercinta.Steve merasa sangat puas dengan apa yang ia lakukan. Kakinya ringan melangkah menuju gudang, lalu membuka rolling door dengan kunci yang ia pegang."Pa, tumben karyawan kamu belum buka pintu," sapa Linda berbasa-basi. Steve tertawa, lalu menoleh pada istrinya."Ya, tidurnya seperti orang yang dikasih obat tidur, sangat pulas. Aku ketuk-ketuk daritadi tidak juga terbangun. Mungkin Tangguh akan terus tidur sampai siang, ha ha ha ..." Steve menertawakan kekasih istrinya sekaligus raut wajah terkejut Linda."Oh, emm ... mungkin dia memang habis begadang, P
"I-itu baju untuk si Aji, Pa. Ya, untuk Aji. Mbak Dea tahu saya lagi di mal, terus dia nitip baju untuk Aji," jawab Linda dengan wajah pucat."Benar seperti itu?" Steve menurunkan suaranya."Benar, jika Papa tidak percaya, telepon saja Mbak Dea." Linda berpura-pura sibuk memakai cream wajahnya. Sekilas Steve pada tangan istrinya yang tengah gemetar. Jelas sekali Linda berbohong. Jika tidak, wanita itu tidak perlu gugup."Oke, kali ini saya percaya." Steve berjalan masuk ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya yang panas akibat ulah Linda. Ia tahu baju-baju bagus itu, akan ia berikan pada Tangguh. Ukurannya sama persis dengan baju-baju kaus yang sering dipakai pemuda itu.Dominan warna hitam, ada enam buah kaus berwarna hitam dengan aneka motif yang ia taksir harga per bajunya dua ratus ribu rupiah. Bahkan sampai menjual nama keponakan sendiri untuk menutupi kebohongannya.Linda tidak berani keluar kamar setelah ditegur oleh
Mobil Steve masuk ke dalam sebuah gudang besar di daerah yang tidak dikenali oleh Tangguh. Pemuda itu tidak curiga sama sekali, karena ada salah satu petugas jaga yang memakai seragam security yang berjaga di pintu gerbang. Sayang saja Tanggu tidak dapat melihat wajah itu dengan jelas, karena pria itu mengenakan masker."Selamat sore, Pak Steve. Sudah lama tidak mampir," sapa lelaki itu sambil meletakkan tangannya di kening seperti tengah memberi hormat."Sore, aku memang lagi sibuk beberapa bulan belakangan ini. Ada barang yang perlu aku cari, apa aku boleh melihatnya?" tanya Steve pada lelaki itu."Tentu saja, Pak, silakan!" petugas keamanan gudang besar itu pun membuka pintu gerbang hingga mobil Steve dapat masuk dengan leluasa. Tangguh masih takjub memperhatikan gudang besar beratapkan langit yang di dalamnya terdapat banyak mobil tua yang sangat klasik. Ia tidak yakin bisa memperbaiki mobil-mobil keren ini jika Steve berniat membelinya."Wah, m
Steve memarkirkan mobilnya di garasi. Ia turun dengan santainya, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Linda sedang asik menyetrika saat suaminya tiba dengan wajah lelah."Tumben pulangnya malam sekali, Pa?" tanya Linda berbasa-basi."Iya, jalanan macet sekali. Ini saja udah gerah banget, mau mandi, tapi mau lanjut ngobrol dulu sama Tangguh. Tolong buatkan dua kopi untuk kami, antarkan ke rumah Tangguh." Steve pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dengan cepat. Lalu ia keluar lagi hanya menggunakan baju kaus tidur dan celana boxer sepanjang betis.Linda pun sudah siap dengan dua cangkir kopi. Maksud hati ingin ia yang mengantarkan ke rumah Tangguh, agar ia bisa melihat wajah kekasihnya, tetapi Steve sudah menyambar dua cangkir itu dengan tangannya, lalu berjalan santai menuju rumah Tangguh.Linda tidak curiga sama sekali. Ia tidak bisa mengintip kegiatan suaminya di rumah Tangguh karena tidak ingin suaminya curiga. Ia
Pemuda itu terbangun dalam keadaan perut kosong. Tubuhnya begitu lemas tak bertenaga. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur. Kedua tangan yang terikat di tiang rasanya sangat sakit dan hampir mati rasa.Egh ... Egh ....Suaranya tercekat di balik sapu tangan yang menyumpal mulutnya. Namun hingga berjam-jam lamanya tak ada siapapun yang datang menolongnya. Tenaganya hampir habis, perutnya lapar, dan juga tenggorokannya teramat kering. Tangguh menangis membayangkan dirinya akan mati perlahan-lahan di sini.Tidak mungkin orang lain yang melakukan ini padanya, pasti Steve. Selama dua bulan bekerja di rumah Steve, ia sama sekali tidak punya teman lain untuk bergaul dan berbincang. Hanya Steve, Linda, Rucita, dan paling orang-orang bengkel yang ia temui.Steve mungkin sudah mengetahui perselingkuhan dirinya dan juga Linda, sehingga lelaki tua itu menuntut balas. Sungguh Steve dapat menutupi amarahnya dengan bersikap biasa saja, tetapi ha
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar