"Maaf, Mbak, saya hanya sedang melihat isi lemari baju Tangguh, apakah ada pakaian yang bisa saya pakai," ujar Steve salah tingkah saat Rucita membuka pintu kamarnya dan ia belum juga selesai dengan urusannya. Untung saja posisi tubuhnya memunggungi pintu kamar, sehingga Rucita tidak tahu apa yang ia lakukan di depannya.
"I-itu, Tuan, kamar mandi sudah kosong kalau Tuan mau mandi," ujar Rucita sambil menunduk.
"Baik, terima kasih. Kalau boleh, saya pinjam handuknya ya."
"Baik, Tuan, nanti saya ambilkan handuk bersih." Rucita segera beranjak dari tempatnya berdiri, sedangkan Steve segera mengancing kembali celananya dan bergegas berjalan menuju kamar mandi.
Sayup-sayup ia mendengar suara Tangguh tengah berbincang dengan anggota keluarga di teras rumah. Steve langsung saja masuk ke kamar mandi dan menuntaskan apa yang belum sempat ia tuntaskan tadi.
Masih dengan membayangkan wajah Rucita, Steve yang sudah polos mulai kembali m
Steve tersentak kaget saat pintu kamarnya diketuk berkali-kali. Suara panggilan di balik pintu yang terdengar sangat halus dan seksi di telinga pria dewasa itu membuat Steve yang masih malas bangun, akhirnya mau tidak mau turun juga dari tempat tidur milik Tangguh.Sedikit sempoyongan ia berjalan mendekati pintu, lalu memutar anak kunci. Rucita si Kembang desa tengah tersenyum di depannya dengan rambut yang dikepang dua."Saya kirain Tuan mati," ujar Rucita dengan polosnya. Steve tersenyum masih dengan mata yang setengah terbuka."Ini sudah jam setengah dua belas siang, Tuan. Apa Tuan tidak lapar?""Hah?! Jam dua belas siang?" Steve melotot tidak percaya. Ia menoleh ke dalam untuk melihat jam di dinding yang sudah mendekati angka dua belas."Ya ampun, pantas saja kamu mengira saya mati, tidur saya lama sekali ya. Maaf ya, Cita.""Tidak apa-apa, Tuan, makan siangnya sudah saya siapkan. Mandi dulu saja, baru setel
"Jika kamu dan Reni ingin membeli sesuatu, beli saja! Nanti saya yang bayar. Soal harga tidak perlu dikhawatirkan. Pilih yang mana yang kalian suka," ujar Steve begitu baiknya. Ia menunjuk jejeran tas mahal dari kulit asli yang ada di etalase. Mempersilakan Reni dan Rucita untuk berbelanja.Mereka sudah tiba di pusat toko yang menjual aneka kerajinan dari kulit sapi asli, yang hanya memakan waktu sepuluh menit saja dari rumah Rucita. "Jangan, Tuan, di sini harganya mahal semua. Lagian saya jadi merepotkan Tuan. Biar kami temani Tuan saja tidak apa-apa," sahut Rucita sungkan."Tidak apa-apa. Masa saya saja yang berbelanja kalian tidak. Kalau kalian tidak jadi belanja, saya pun tidak jadi." Steve mengancam sambil menaruh kembali tas kecil yang sudah ia pilih untuk Linda. Sebenarnya ia enggan membelikan barang untuk istrinya itu, tetapi karena meluluskan niatannya mencari perhatian dari Rucita, maka ia harus mau melakukannya."Tuan kenapa sepert
["Cepatlah pulang! Aku merindukanmu."] ["Hei, kok nangis?"] ["Siapa yang nangis? Air matanya aja keluar gak permisi."] Tangguh tertawa mendengar alasan Linda. Jujur ia pun sangat merindukan wanita itu. Bukan karena kenikmatan yang selalu diberikan oleh Linda, tetapi memang hatinya juga sangat membutuhkan Linda. ["Acara Rucita baru saja selesai. Mungkin besok kami pulang. Sabar ya."] ["Iya, aku tunggu ya. Ya sudah, ini sudah malam. Kepalaku juga sakit dari semalam. Untung lagi nginep di rumah mama. Kalau kamu dan Steve sudah dalam perjalanan pulang ke Tangerang, kabari aku ya."] ["Baik, Sayang. Istirahat ya. I love you."] ["Love you banyak-banyak."] Tangguh memutus panggilan teleponnya dengan Linda. Ia menoleh ke dinding dan melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi di luar kamarnya masih terdengar suara Rucita dan Steve berbincang. Hal yang sangat jarang ia temui pada adiknya. Rucita
Keesokan harinya, Steve tidak bisa bangun dari tempat tidur. Seluruh tubuhnya sakit dan terasa menggigil. Pria dewasa itu hanya bisa meringkuk sambil ditutupi selimut hello Kitty milik Cita. Tangguh pun ikut turun tangan mengerok tubuh Steve, tetapi pria dewasa itu masih sangat lemah dan panas badannya juga cukup tinggi.Rucita masuk ke dalam kamar yang pintunya tidak tertutup rapat. Gadis itu membawakan teh hangat dan juga bubur ayam buatannya yang baru saja matang. Aroma bawang goreng yang melewati indera penciuman Steve, membuat lelaki itu membuka mata, lalu menoleh pelan pada Rucita yang berjalan perlahan menuju meja kecil yang ada di dalam kamar."Apa itu?" tanya Steve dengan suara serak."Ini bubur ayam, Tuan. Makanlah sedikit agar lekas sembuh. Kang Tangguh sedang ke apotek membeli obat untuk Tuan Steve." Rucita menaruh nampan di meja kecil, lalu mengambil mangkuk berisi bubur ayam sekaligus dengan sendoknya.Gadis itu berja
"Tuan, ada apa?" Rucita menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri saat Steve terus saja memandanginya tanpa berkedip."Ah, tidak apa-apa. Terima kasih, Rucita. Maaf saya sudah sangat merepotkan kamu dan Tangguh. Semoga setelah minum obat, kondisi saya lebih baik. Apa saya boleh tidur sebentar?""Oh, baik, Tuan, istirahatlah. Saya keluar dulu." Rucita menepuk pelan dua kali pundak Steve, lalu berjalan keluar kamar. Tak lupa gadis itu menutup pintu kamar, membiarkan Steve untuk tidur beberapa jam lamanya.Tangguh sedang berada di pos ronda di dekat rumahnya. Ia sedang melepas rindunya dengan Linda lewat pesawat telepon. Ini hari kelima mereka tidak bertemu dan rasa rindu itu semakin menggunung. Bukan hanya Linda, Tangguh pun sudah tak sabar ingin memeluk kekasih hatinya itu.["Jadi, apa Steve sakitnya cukup parah? Kenapa kalian tidak membawanya ke dokter?"]["Pak Steve tidak mau, Sayang. Pak Steve hanya minum obat dari apote
"T-tuan, apa Tuan baik-baik saja?" tanya Rucita gugup masih dengan tubuh yang dipeluk Steve."Maaf, saya mengatakan yang sebenarnya. Maaf, Rucita." Wajah pria dewasa itu merah padam karena malu. Hal yang baru pernah ia alami seumur hidup adalah pipi yang menghangat sampai daun telinga karena menyatakan perasaan pada wanita. Saat bersama Linda saja ia tidak merasakan sensasi aneh seperti ini. Apakah ini yang dinamakan puber kedua?"Tuan, saya susah bernapas," lirih Rucita saat Steve semakin mengeratkan pelukannya."Ah, maaf." Pria dewasa itu tersadar dan segera mengurai pelukan."Sepertinya Tuan sedang tidak baik-baik saja, saya permisi!""Tunggu!" Steve menarik Rucita masuk ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu, lalu menguncinya."Apa yang Tuan lakukan? Jangan seperti ini! Tuan sudah punya istri," ujar Rucita mulai ketakutan."T-tidak, jangan takut, saya tidak akan berani berbuat jahat sama kamu. Saya
Rucita merasa Steve benar-benar tidak waras. Gadis itu syok bukan main saat pria bule dewasa memintanya untuk jadi istri kedua. Sampai pukul dua belas malam, Rucita tak juga bisa terlelap. Pertanyaan Steve begitu mengganggunya.Ia sudah memiliki pacar, bukan sekedar pacar, tetapi calon suami dan tiga puluh delapan hari lagi akan segera menjadi suami sahnya. Lalu haruskah perkataan Steve mengganggunya? Apakah ini yang dinamakan ujian sebelum menikah? Rucita menatap ponselnya yang sepi hari ini. Arnan belum membalas pesan WA-nya sejak tadi pagi.Entah apa yang terjadi dengan pacarnya itu, sehingga seharian ini ia tak disapa. Hal yang belum pernah dilakukan Arnan bahkan sejak awal mereka kenal.Rucita memilih keluar dari kamar untuk mengambil air minum. Ekor matanya melirik kamar Steve yang sepi. Mungkin saja pria itu sudah tidur karena memang belum terlalu sehat.Rucita meneruskan langkahnya ke dapur untuk mengambil air minum. Samar-samar
"Saya menganggap ucapan Pak Steve ini hanya lelucon," balas Tangguh sambil tertawa. Steve menoleh pada Rucita yang wajahnya menunduk malu. Gadis itu meremas tangannya dengan kuat karena begitu gugup."Saya serius dengan ucapan saya," kata Steve lagi dengan suara tegas. Bukannya merasa khawatir atau takut, Tangguh malah tertawa semakin keras. Pemuda itu menertawakan kekenyolan Steve yang ingin memperistri adiknya yang jelas-jelas akan menikah dengan orang lain sebentar lagi.Belum lagi masalah kejantanan Steve yang hitungan detik itu, pastilah Tangguh merasa ini adalah lawak yang paling membuatnya tak tahan untuk tidak tertawa."Kamu menertawakan ku, Tangguh? Aku rasa itu tidak sopan!" tegur Steve serius. Tangguh menghentikan tawanya, lalu menelan ludah dalam begitu mendengar suara Steve yang berat dan sangat serius."Maaf sebelumnya, Pak. Menurut saya ini lucu. Pak Steve sudah menikah. Istri Pak Steve juga cantik dan saya rasa tidak ada
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar