Maira terus digoda oleh sahabatnya karena besok adalah hari istimewa wanita itu. Mereka bahkan sudah bersiap-siap karena nanti sore akan di jemput. "Duh, aku pengen banget nemenin kamu pas nikah. Sayangnya suamiku gak ngizinin, kata dia berangkat bareng dia aja nanti malamnya," keluh Kayla.Mendengar hal itu, Maira mengulas senyuman. Sedangkan Ajeng menepuk bahu sahabatnya."Tenang aja, nanti aku bakal kirimin videonya dan foto-foto kita."Setelah berkata demikian, Ajeng langsung memeluk Maira membuat Kayla mengerucutkan bibirnya. "Ih ... kamu mah rese, Jeng. Kamu pasti mau pamer kalau bisa nemenin Maira kan, Huh!"Perbincangan mereka dihentikan oleh Dewi, membuat para wanita itu menoleh. "Kalian ini asik aja ngobrol, ayo cepet masuk! Kita makan bareng," ajak wanita itu.Mendengar kata makan, Kayla langsung berdiri wanita itu segera mendekati Dewi. Sedangkan Maira dan Ajeng saling pandang dan menggelengkan kepala. "Dasar, berbau makanan aja semangat ngalahin sedih gak bisa nemenin
Syafa segera menuruti perkataan Ibunya, ia bergegas merapikan apa yang perlu di bawa. Sedangkan Devi melangkah menuju luar dan berteriak kala mereka hendak pergi. "Kenapa kamu malah pergi, Mbak! Aku aja belum jawab ajakan kamu lho. Apa Mbak gak bener-bener mau ngajak keluargaku," seru Devi. Mendengar seruan Devi, Dewi segera menghentikan Maira agak tidak jadi melaju. Ia langsung turun saat mesin kendaraan itu telah dimatikan, ia bergegas mendekati adiknya. "Apa kamu mau ikut, Vi?" tanya Dewi penuh harap.Devi menganggukan kepala membuat Dewi melihat hal itu kegirangan lalu memeluk adiknya. Wanita itu terseperti terpaksa menerima dekapan tersebut, sedangkan Maira mengerutkan kening keheranan. "Ada yang gak beres nih," batin wanita itu. Wanita yang melahirkan Maira itu langsung memberitahu jika nanti sore akan dijemput. Setelah berkata demikian, ia segera pamit. Sehabis kepergian kakaknya, Devi segera mengusap-usap tubuh karena di peluk sang Kakak. "Kayanya kudu mandi deh, kalau
Semua yang dijemput sudah berada di kendaraan roda empat. Mereka mulai melajukan mobil ini menuju tempat tujuan. Suara dering ponsel, membuat Maira langsung mencari benda pipih tersebut dalam tas bawaan. Senyuman langsung terulas kala nama di layar handphone, ia dengan cepat lekas mengangkat panggilan. "Kenapa lama banget sih, apa kamu senyum-senyum dulu pas liat namaku yang telepon," lontar Hafiz. Mata wanita itu langsung melebar kala mendengar lontaran lelaki yang esok akan jadi suaminya. "Kata siapa! Kamu kali yang nelepon aku, jangan-jangan kamu kangen ya," balas wanita itu. Dia tidak mau mengakui tuduhan Hafiz yang memang benar. Mendengar balasan wanita itu, Papa Hana ini terkekeh lalu memutar kursi dan mengulas senyuman. "Kalau iya kenapa." Kini Maira dibuat syok dan pipi wanita itu langsung memerah. Melihat reaksi perempuan tersebut, orang tua dan supir yang mengemudi mengulum senyum. Sedangkan David terlelap karena kelelahan, lelaki itu dari pagi bekerja sebagai ojek dan
Maira menatap sang ibu dengan tatapan tak percaya. Sedangkan Hafiz terlihat menahan tawa membuat wanita itu langsung mengembukan pipi. "Lihat, Bu. Dia ketawain aku, Ibu sih segala bilang gitu," rajuk wanita itu.Wanita itu langsung memalingkan wajah sedangkan dia dengan kesal memberikan handphone tersebut pada Ibunya. "Lihat, dia marah gara-gara malu tuh. Dia tuh gak mau kamu lihat muka jeleknya," ujar Dewi lagi.Maira membuang wajah menatap keluar. Sedangkan Hafiz tertawa mendengar perkataan Dewi yang ikut menggoda wanita tersebut. "Padahal ya, Bu. Walau dia belum cuci muka juga cantik lho. Aku kan pernah liat mukanya kalau bangun tidur," tutur Hafiz. Mendengar ucapan lelaki itu, Maira tidak tahan untuk mengulas senyuman. Sedangkan Dewi langsung menganggukan kepala dan memiringkan kepala. "Iyakah, Fiz? Oh iya. Udah ya, ini handphone kayanya baterainya udah mau habis deh," kata perempuan itu.Hafiz langsung mengiyakan perkataan Dewi, tetapi sebelum mematikan sambungan telepon. Di
Wanita yang melahirkan Hafiz dibuat terkejut lagi dengan perkataan Hesti. Mata wanita itu melotot, lalu suara anak kecil memanggil namanya. Membuat mantan kekasih anaknya menoleh."Grandma, udah sore lho. Katanya kita mau ke gedung buat acara nikahan Papa," seru gadis itu. Hesti memiringkan kepala lalu menyeringai, ia mendekati Hana tetapi langsung di hadang Anggrek. "Mau ngapain kamu! Mendingan kamu keluar atau Tante panggilin security buat seret kamu," sentak Anggrek.Wanita itu terkekeh mendengar ucapan Anggrek. Ia bersidekap dan menganggukan kepala. "Ngapain Tante sampe segitunya, aku gak bakal apa-apain dia kok. Cuma aku gedeg aja lihat mukanya kaya lihat almarhum istri Hafiz," seru Hesti. "Kalau gitu aku pulang dulu ya, Tan. Tunggu aku balik lagi dan jadi menantu Tante," lanjutnya dengan pede. Wanita paruh baya itu tidak mendengar perkataan Hesti, ia menunjuk dengan tangan ke pintu. Mantan kekasih Hafiz langsung tersenyum kecil melihat kelakuan Mamanya sang lelaki idaman.
Hafiz segera menemui Hendra, awal lelaki itu tidak ingin menuruti permintanya. Tetapi pada akhir setuju, pria tersebut menyeringai kala pria tua ini memilih video pergulatan dengan keponakannya. "Kalau gitu saya pergi dulu, saya mau urusin keponakanmu yang menyebalkan itu!" lontar Hafiz. Hendra menganggukan kepala, Hafiz melangkah pergi. Ia mengulas senyum melihat ponselnya, dia langsung segera menelepon wanita tersebut. Mendapatkan telepon dari lelaki idaman Hesti begitu bahagia, apalagi dia mengajak ketemuan."Kamu ke apartemenku aja ya, aku tunggu! Nanti aku sharelok," balas wanita itu. Hafiz hanya berdehem mendengar balasan wanita itu. Ia segera memasukan benda pipih ke saku lalu lekas memasuki kendaraan roda empat. Dia berhenti sebentar unik membeli sesuatu dan menyeringai dan menelepon seseorang. "Huh, bikin kerjaan aja." Lelaki itu langsung mengikuti google maps saat Hesti telah mengirim lokasi lewat whatsapp. Sesampai di apartemen, pria tersebut segera menuju tempat wanit
Sedangkan rombongan Maira, mereka datang bersamaan dengan keluarga Hafiz. Hana yang melihat wanita itu turun dari mobil, dia langsung berlari ingin memeluk perempuan tersebut. Mendengar suara familiar yang sangat di rindukan, ia segera menoleh dan segera berjongkok mendekap Hana."Mama! Hana kangen banget," ucap gadis itu. Mereka melepaskan dekapan lalu Maira segera mendaratkan kecupan di pipi Hana. Sedangkan kerabat Hafiz yang melihat itu hanya menatap tak percaya. "Apalagi Mama, kangen banget pengen nyubit pipi kamu," kelakar Maira. Gadis kecil itu langsung memanyunkan bibir saat mendapatkan cubitan gemas sebentar di pipi oleh tangan sang calon Mama. "Hana, Maira, kalian semua. Ayo masuk kalian istirahat di kamar yang udah di sediakan," seru Anggrek. Mereka langsung mengiyakan perkataan Anggrek. Pelayan yang ada di gedung ini segera menuntun mereka ke kamar masing-masing. Tempat yang dipakai untuk acara repsesi dan akad sangat luas, bahkan orang yang diajak Maira menatap bangun
Sedangkan diluar toilet, Hana langsung mengajak Maira untuk pergi. Baru sekitar dua belas menit berlalu, anak Hafiz mengampitkan tangan di kedua paha. Melihat kelakuan gadis tersebut, ia segera memegang bahu Hana."Hana, kalau pengen pipis, ayo pipis dulu di toilet! Gak baik kalau ditahan gitu," seru Maira. Hana mengeryitkan alis menatap bingung Maira. "Kok Mama tau aku lagi tahan pengen pipis? Gak mau ah, Mah ... aku pengen jalan sampe ke sana dulu," sahut gadis itu. Maira langsung menggelengkan kepala, ia menarik lengan Hana untuk mengikuti pergi ke toilet."Gak boleh gitu ya! Kalau kamu pengen pipis harus cepet ke toilet. Kalau kamu ditahan terus nanti pipis di celana lho ... emang gak malu," lontar wamita tersebut. Gadis kecil itu langsung cemberut mendengar perkataan Maira. Tetapi, ia mengangguk mengiyakan ucapan sang calon Mama, dua orang wanita melihat hal tersebut segera melebarkan netra. Dia lekas mengambil benda pipih milik sendiri dan mereka kejadian ini. "Harus dilapo
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu