Setelah memasukan nomor Maira, ia langsung memberikan kepada Hana. Gadis kecil itu dengan semangat mengambil benda pipih miliknya, lalu mengeryitkan alis kala tidak ada nama yang tertera. "Bibi gak tau nama Mama?" tanya Hana.Wati membalas dengan gelengan membuat Hana memutarkan bola mata. Melihat hal tersebut, sang pengasuh sangat gemas."Mukanya jangan gitu, Non. Gemesin tau jadi pengen cubit," lontar Wati. Mendengar ucapan Wati, Hana bergegas berlari. Melihat reaksi gadis itu, ia terkejut dan berteriak. "Nona! Jangan lari, Bibi gak akan ngejar," teriak wanita itu. Hana melambatkan larinya saat mendengar perkataan Wati. Ia berjalan perlahan lalu mulai menelepon Maira. Lumayan lama gadis kecil itu menunggu, saat mendengar suara wanita yang ia panggil Mama terdengar."Hallo ... ini siapa ya?" tanya Maira.Anak Hafiz langsung memekik senang, membuat Maira terkejut. "Mama, ini Hana. Simpen nomor Hana ya, Mama," ujar gadis itu.Baru saja Maira hendak mematikan sambungan telepon ter
"Ish ... Hana ada-ada aja, masa aku disuruh omelin cowok itu. Kenal aja kagak," gerutu Maira. Wanita itu berkata dalam hati, ia bimbang. Maira menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Segera menempelkan benda pipih ke telinga kembali. "Mama, Mama kemana sih. Kok diem aja! Mama ... halo," teriak Hana.Maira langsung menjauhkan ponselnya dari kuping dan mengusap telinga. Ia kembali menempelkan lagi dan segera mengeluarkan suara. Dari pada mendapatkan Hana berteriak kembali. "Gak ke mana-mana kok, cuma lagi persiapan aja ngomelin Papa kamu," balas Maira.Senyuman sumringah langsung terpampang di wajah Hana."Kalau gitu handphonenya aku kasihin ke Papa," kata Hana.Perempuan kecil itu langsung menyodorkan pada Hafiz. Membuat Maira hendak melarang, ia terdiam saat mendengar suara lelaki."Ada apa, saya lagi sibuk nih! Mau bicara apa," ketus Hafiz.Maira langsung menggaruk kepala, ia bingung mau mengatakan apa. Sampai tidak terasa beberapa menit dia tidak mengeluarkan suara. "Jadi n
Hafiz yang hendak mengeluarkan suara, ia bungkam karena Hana berbicara lagi."Hana pengen ngerasain kasih saya orang tua, apa Hana gak boleh ngerasain itu."Lelaki itu menghela napas, terdengar decakan dari bibirnya. Ia memandang paras sang putri."Emangnya Hana beneran pengen Tante itu jadi Mama Hana?" tanya Hafiz.Hana langsung mengangguk semangat, dia bangun dari tidurannya. "Iya, Pah. Hana pengen punya Mama, dan Mamanya harus yang tadi bantu Papa ke sini," lontar perempuan itu.Pria tersebut ikut mendudukan tubuhnya, dan tangan Hafiz memegang bahu Hana. "Kalau misalnya cewek tadi punya suami gimana? Gak boleh lho minta Papa rebut dia. Gak baik," tutur Hafiz.Wajah Hana langsung murung lalu memandang Hafiz. "Iya, gak boleh. Tapi kalau Mama belum punya suami Papa harus jadiin dia Mama Hana ya, janji!"Hafiz mengangguk kepalanya lalu Hana menyodorkan jari kelingking dan disambut pria tersebut. "Nah gitu, kalau gak jadi istri, Papa. Jadi pengasuh aja kaya Bibi gak papa ya," ujar l
Melihat riak wajah Maira yang berubah, David penasaran. Ia mengeryitkan alis dan mendekati wanita tersebut."Kamu kenapa, siapa emang yang ngechat. Kok mukamu sampe gitu," lontar David.Wanita itu menghela napas, ia memasukan handphone ke tas kembali. Lalu memandang David lalu bangkit. Membuat lelaki tersebut mengeryitkan alis melihat tingkah adiknya."Mas Reyhan ajak ketemuan."Mata David langsung melotot, dia spontan memegang tangan Maira membuat wanita itu terkejut. "Apa kamu mau menemui lelaki brengsek itu!" "Mau apalagi dia."Maira mengedikan bahunya, terdengar helaan napas kala melakukan hal itu."Entahlah, Bang. Udah mendingan masuk ke rumah aja, aku capek nih. Males berpergian lagi, lagian cuaca mendung gini," tutur Maira.David mengangguk dengan semangat, lelaki itu menarik lengan sang adik untuk masuk. Lalu mereka langsung duduk di sofa, membuat Dewi melihat mereka mengeryitkan alis."Eh, kalian. Udah masuk aja, ada apa nih? Biasanya nungguin Ibu buka pintu," seru Dewi.Da
Maira langsung melihat layar ponsel miliknya lalu meringis kala nomor tak dikenal tertera. Ia segera menempelkan benda pipih itu ke telinga dan berusaha agar suara terdengar biasa aja."Eum ... maaf, saya kira anda mantan saya. Ada apa menelepon? Biasanya Hana yang menelepon saya," balas Maira. Hafiz melirik anaknya yang terus menatap penuh harapan. Membuat ia menghela napas."Temani Hana ke mall bareng saya, tenang nanti saya bayar kamu," ucap Hafiz.Maira terdiam sebentar, ia bangkit dari kasur dan melangkah mendekati jendela."Tapi kayanya sebentar lagi hujan, Tuan. Langitnya mendung banget," tutur wanita itu.Hafiz mendengar hal itu mengembuskan napas kasar. "Berarti kamu setuju ya, kalau gitu kami akan jemput ke rumahmu. Dan ... emang kenapa kalau hujan juga. Kan kita pake mobil lagian jalan-jalan cuma dalam mall aja, emang kita bakal hujan-hujanan. Dasar! Aneh banget sih kamu," seru lelaki itu.Mendengar Hafiz sedikit meninggikan suaranya, Hana memukul paha lelaki itu membuat
Saat membuka pintu, suara Hana langsung menggema. Gadis kecil itu memeluk kaki pinggang Maira, dan disambut wanita tersebut."Mama ... Hana kangen banget sama Mama," pekik gadis itu.Beruntung wanita itu bisa menjaga keseimbangnya, ia langsung membalas dekapan gadis tersebut. Dia tertawa kecil lalu melepaskan pelukan Hana, berjongkok mensejajarkan tingginya."Kamu cantik banget, Sayang," puji Maira.Hana mengembangkan senyuman saat dipuji Maira. Sedangkan orang rumah, mendengar suara anak kecil. Mereka merasa penasaran lalu berjalan menuju pintu keluar tetapi, David berdecak kesal karena perutnya terasa mulas. Lelaki itu berlari ke kamar mandi. Terlihat Maira tengah mengajak berbincang seorang gadis."Mama, Hana kangen banget," ungkap perempuan itu. Mata mereka membulat kala mendengar panggilan untuk Maira. Semua langsung mendekat dan menatap dua tamu yang datang. "Ra, siapa mereka dan kenapa gadis kecil ini manggil kamu Mama?" tanya Dewi.Lelaki itu langsung menyerang dengan pertan
Mata Reyhan melotot mendengar itu, sedangkan Syafa mendekat dan bersandar di bahu lelaki tersebut. "Diam kayanya selingkuh deh, Mas. Dan orang tuanya mendukung, gak tau diri banget emang dia," cetus Syafa.Lelaki itu tidak memperdulikan ucapan Syafa. Ia kini tengah memikirkan siapa pria yang bersama Maira."Cowok itu apa, Atha? Cowok yang dulu suka sama Maira?" tanya Reyhan.Mendengar pertanyaan Reyhan, wanita itu mendongak memandang lelaki pujaannya. Lalu dia menggeleng membuat pria yang telah menalak Maira bingung. "Bukan, Mas. Cowok yang sama Maira itu pake mobil keren banget. Apa dia jadi simpenan Om-Om ya? Soalnya aku gak liat muka cowoknya," lontar Syafa.Reyhan mengeryitkan kening, ia melepaskan tangan Syafa yang bergelayut di lengannya."Kalau gitu Mas pamit ke rumahnya dulu ya," pamit Reyhan.Terlihat riak tidak rela Syafa, lalu ia kembali memegang tangan Reyhan. "Kalau gitu bareng yuk, Mas. Aku juga mau ke sana, aku baru ingetada yang ketinggalan tadi," pinta wanita itu.
Maira langsung melirik kesal Hafiz. Ia akhirnya tidak jadi keluar mobil. Dia menatap geram, lelaki yang di kursi kemudi itu."Terus mau sampe kapan kita nungguin di mobil, iya kalau hujannya reda. Kalau malah makin deras gimana, gak papa ada yang bocor juga yang penting udah ditambal lagian bolongnya gak banyak ini. Dan ... apa kamu tega buat Hana menunggu lama, udah deh gak usah banyak protes, nurut aja napa," omel Maira.Hafiz terdiam karena terkejut jika Maira berani mengomel. Wanita itu langsung menoleh memandang Hana dan memandang dengan sayang gadis tersebut."Kamu mau kan pake payung itu ke mall, cuma biar gak basah banget badan kita. Aku kan gak mau kamu sampe kehujanan dan sakit," rayu wanita itu.Mendengar nada perhatian dari Maira. Hana mengembangkan senyumannya, ia langsung memandang Hafiz. "Papa ayo! Papa harus gendong aku sama pegang payung ya, ayo Pah buruan nanti keburu hujan makin besar lho," lontar Hana.Hafiz mengembuskan napas kasar dan menatap geram pada Maira. S
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu