Terjerat Pria Arogan Setelah Dicampakan
"Dasar gak guna! Suami pulang bukannya disambut dengan pemandangan enak, malah kucek dan ... bau dapur lagi," hardik lelaki itu.Dia melangkah dengan sempoyongan, sang istri berusaha membantu memapah tetapi di dorong pria tersebut."Tidur di luar! Mas muak liat muka kamu tiap hari," omel Reyhan.Reyhan melangkah menuju kamar, lalu menutup pintu dengan keras. Sang istri yang mendapatkan perlakuan itu hanya menangis dalam diam."Mas ... aku belum mandi karna menyiapkan semuanya untukmu, aku takut kamu lapar sepulang kerja. Apalagi hari ini anniversy pernikahan kita," lirihnya pelan.Wanita itu memilih berlari ke dapur, melihat meja yang sudah dipenuhi makanan kesukaan sang suami. Tetapi kini tidak tersentuh sedikitpun oleh lelaki itu, bahkan tadi hendak menjawab saja ia sangat sulit."Mungkin Mas Reyhan hanya kelelahan makanya dia begitu, jadi mendingan makanan ini aku taruh kulkas aja."Ia bermonolog lalu mulai memasukan hidangan ke dalam kulkas, nafsu makannya bahkan telah hilang karena terlalu lama menunggu Reyhan."Tidur di ruang tamu aja deh, sofa kan empuk. Sama kaya kasur," celetuknya.Maira mengulas senyum tipis, ia berusaha menenangkan hatinya. Melangkah menuju ruang tamu lalu berbaring di sofa dan memejamkan mata. Wanita itu akhirnya terlelap, walau tidur di tempat yang sangat sempit."Apa cewek itu udah tidur, mendingan aku cek deh. Kasian juga Thania lama banget nunggu di mobil," gumam Reyhan.Lelaki itu mulai melangkah keluar lalu bergegas melihat istrinya yang ditebak memilih tidur di ruang tamu. Seringai langsung muncul di bibit pria tersebut, dengan cepat menuju pintu utama dan membuka segera."Mas, kenapa lama banget bukanya. Aku kedinginan tau," omel Thania.Reyhan hanya tersenyum memamerkan gigi, ia menarik perempuan itu untuk masuk. Lalu berbisik pada sang pujaan hati."Sayang, jangan berisik. Istriku lagi tidur di ruang tamu, kita bakal berantem nanti di kamar oke."Reyhan mengedipkan mata sebelah, membuat Thania mengangguk sambil memajukan bibir membuat lelaki itu gemas. Mereka melangkah sangat pelan melewati ruang tamu, lalu bergegas masuk ke kamar utama."Ahh ... akhirnya nyampe juga," kata Thania.Wanita itu mendaratkan bokong ke kasur, sedangkan Reyhan langsung mendorong sang pujaan membuat ia terlentang. Perempuan tersebut terkekeh mendapatkan perlakuan tersebut, dia malah membuat wajah yang menggoda."Aku gak biarin kamu tidur," lontar Reyhan.Lelaki itu menggauli sang pujaan, sampai tak terasa jam menunjuk angka dua. Di ruangan tamu, Maira bangun karena kehausan. Lalu terlintas hendak ke kamar, ia melangkah menuju tempat tersebut dan menghentikan langkah kala mendengar suara sesuatu di dalam."Mas ... kamu sangat hebat."Suara itu membuat mata Maira melembar lalu mengedipkan karena air mulai berjatuhan dari kelopak tersebut."Mungkin Mas Reyhan lagi menonton," batin Maira.Lengan Maira gemetar, bahkan dadanya berdebar. Dengan gerakan pelan, ia memegang knop pintu dan mencoba membuka dan berhasil. Wanita itu menarik dan mengembuskan napas, dia mulai mengintip dan netranya langsung memanas."Kalian biadap!" Sentak Maira.Wanita itu membuka pintu lebar, ia langsung melemparkan apapun pada sejoli tersebut."Gila! Kukira kamu teman baikku, ternyata kamu hanya sampah yang menusukku dari belakang."Maira seperti lepas kendali, ia terus melempari mereka. Reyhan berusaha mendekat dan memeluk sang istri, karena tidak mempan untuk dihentikan. Pria tersebut menampar Maira."Kamu gila, ha! Kamu bisa menyakiti istriku," hardik Reyhan.Maira langsung terdiam mendengar itu, ia memandang sang suami dengan mata memerah. Sedangkan Thania sejak tadi telah menutupi tubuh dengan selimut."Apa maksud, Mas. Dia istri kamu! Mas itu suaminya Maira, dia hanya pelakor! Teman yang menusuk dari belakang," ucap Maira dengan suara gemetar.Thania yang mendengar itu hanya tertawa, membuat Maira menoleh mandangnya dengan garang."Kenapa tatapanmu itu, mau marah, ha? kasian banget sih. Sudahku bilang, kamu itu harusnya menjaga penampilan kalau enggak suamimu bakal cari yang lain, gak dengar sih," lontar Thania.Reyhan mendorong istri pertama, ia berjongkok memandang wanita yang sudah dinikahinya dulu. Sebelum menahan Maira, lelaki itu telah memakai boxer. "Lihat! Kenapa kamu gak mengikuti saran Thania?" tanya Reyhan. Maira menatap nyalang sang suami, ia bahkan menunjuk wajah pria tersebut. "Gimana aku bisa bersolek, kalau uang yang kamu berikan gak cukup, Mas!" sentak Maira. Reyhan melotot mendengar Maira yang berkata dengan nada tinggi, bahkan dia menunjuk wajahnya. Membuat Reyhan murka dan menampar sang istri. "Beraninya kamu berkata dengan nada begitu! Menunjuk wajah Mas lagi!" bentak Reyhan. Mata Maira semakin berkaca-kaca, ia memegang pipi yang baru saja ditampar sang suami. "Mas berani menampar Maira di hadapan jalang itu!" geram Maira. Thania membulatkan matanya, dengan kasar melemparkan bantal kepada Maira. "Aku bukan jalang, Ra! Aku istri suamimu," hardik Thania. Maira menoleh memandang teman yang menusuk dari belakang itu. Ia bangkit dan menyerang Thania membuat Reyhan te
Maira mengepalkan tangan mendengar itu, ia memilih keluar dan langsung dikejar oleh Reyhan. Lelaki tersebut menarik Maira dan menampar sang mantan istri. "Kamu gila, ha! Main tampar aja. Kita udah gak ada hubungan apapun, ayo cepat antar aku keluar," hardik Maira. Wanita itu mendorong Reyhan tetapi tidak berhasil. Dia pasti kala kuat dengan lelaki tersebut. "Dasar lemah, hanya berani cewek," cibir Maira akhirnya. Reyhan mengepalkan tangan, ia menunjuk-nunjuk wajah Maira. "Kamu ini! Cepat pergi, awas saja kalau nanti nangis-nangis minta di tampung lagi," sentak Reyhan. Maira hanya mencebik lalu melangkah dengan cepat seraya menggeret kopernya. Ia melirik jam di dinding, masih dini hari, menarik napas lalu mendongak agar air mata tidak berjatuhkan. "Ayo cepat! Katamu mau pergi dari rumahku bukan." Reyhan mendorong Maira, beruntung wanita itu tidak terjatuh. Perempuan tersebut menoleh sekilas menatap kesal mantan suaminya lalu melangkah dengan cepat. "Dasar miskin! Gak tau diri
Maira berjalan pelan lalu melirik sekitar. Ia mendongak menatap langit yang masih gelap. Dia menarik dan membuang napas kasar. "Dasar, aku tertipu dengan kebaikannya dulu," gumam Maira.Wanita itu merogoh ponselnya, lalu menelepon seseorang. "Tolong jemput, aku ada di jalan ...," pinta Maira.Seseorang yang masih dalam keadaan setengah sadar itu. Berusaha membuka mata. "Dijalan mana? Kamu yang bener aja Dek. Ini pasti masih malam, Abang ngantuk Dek jangan ganggu," tutur David.Maira menghela napas, bahkan wanita itu masih sesegukan. Membuat David terheran mendengar hal tersebut. "Kenapa kamu begitu? Apa kamu baru saja menangis?" tanya David bertubi-tubi."Abang ... cepat jemput Maira!" Tangisan itu akhirnya keluar lagi. David terkejut ia langsung duduk dan bergegas keluar tanpa mengganti pakaian."Abang akan ke sana, tunggu Abang!" perintah David. Maira mengangguk walau tidak terlihat oleh sang Kakak. Setelah itu ia mematikan ponsel karena baterainya tinggal sedikit lagi. Memel
David yang melihat riak wajah adiknya berubah langsung menarik lengan Maira. Membuat dekapan Ibu dan anak tersebut terlepas. "Kamu tuh apa-apaan sih! Dav, Ibu lagi melepas rindu sama adekmu lho," cecar wanita itu. Wanita itu mengikuti anaknya, sedangkan Maira langsung memandang sang Kakak yang mengulas senyum. Lelaki tersebut menyuruh sang adik untuk duduk di sofa. "Ibu ini, harusnya anak dateng tuh disuguhi dulu ke, takut Maira capek gitu. Ini malah dicecar sama pertanyaan," gerutu David. Ibu mereka langsung berdecak menatap kesal David. Ia memilih duduk di samping Maira, dia memegang tangan putrinya. "Kamu istirahat dulu, setelah merasa lebih baik tolong ceritakan, kali aja kami bisa bantu," ujarnya dengan nada lembut.Maira mengangguk, ia mengulas senyuman. Mendekap sang Ibu lagi dan menangis di pelukan wanita itu. "Nangis sepuasmu, Nduk. Setelah itu jangan sampai air mata berhargamu ini berjatuhan lagi," lontar sang Ibu.Sedangkan David memilih membantu membawakan koper Mair
Maira terdiam mendengar pertanyaan Bapaknya, ia menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar."Bapak udah minum obat belum?" tanya Maira. Wanita itu mengelak tidak menjawab pertanyaan Bapaknya. Membuat lelaki tersebut menghela napas lalu memilih untuk tidak bertanya lagi."Allhamdulillah udah, lagian Bapak udah agak enakan, nanti kalau udah pagi mau berangkat nguli," ucap lelaki itu. Semua langsung terkejut mendengar ucapan lelaki itu mereka dengan kelompok menggeleng."Jangan kerja dulu lah, Pak! Nunggu sehat aja, jangan maksain," seru Maira. "Iya benar apa kata Maira, Mas. Mendingan kamu izin dulu," lontar sang istri. Terlihat lelaki itu menghela nafas."Kalau nanti Bapak gak kerja kita makan apa, Bu! Sedangkan David cuma ngadelin duit ngojek," lirih lelaki itu. Maira yang mendengar itu memegang lengan cinta pertamanya. Senyuman kecil terlukis di bibir wanita tersebut. "Tenang aja kalau cuma buat makan, mah, Pak. Kami akan usahakan cari uang, sekarang Bapak cukup fokus ke k
Wanita itu langsung mengusap air yang berjatuhkan dari kelopak mata. Ia bangkit dan melangkah untuk memandang pantulan dirinya di cermin retak. Masih terasa pipi yang basah akibat dia menangis."Ngapain kamu nangisin cowok brengsek itu, Maira! Bodoh banget sih," omelnya.Tangan wanita itu menjitak kening setelah mengomel pada dirinya sendiri. "Ayo semangat Maira." Monolognya. Wanita itu memegang perut karena merasakam mulas. Ia berlari ke kamar mandi lalu menggedornya. "Siapa di dalam? Ayo cepat keluar! Udah gak tahan nih," teriak Maira. David yang mendengar itu langsung membuka pintu setelah memakai handuk. Sedangkan Maira dengan cepat menarik lengan lelaki tersebut lalu lekas mentup pintu."Bang, itu anduk baru punya Abang bukan? Kalau iya buat aku ya," teriak Maira. David yang mendengar itu mengiyakan. Maira langsung mengusir sang Kakak untuk pergi menjauh dari bilik mandi. "Udah sono pergi! Nanti bom Abang pingsan lagi," usir Maira.David berdecak kesal mendengar usiran adi
"Ya! Pokoknya kamu harus cerai," seru David.Lelaki itu melangkah pergi setelah mengatakan demikian. Sangat terlihat, jika dia sangat kesal. Sedangkan Dewi memandang putrinya dan langsung menarik Maira dalam dekapan. "Udah, jangan mikirin itu dulu. Mendingan sekarang bantu Ibu, nanti kita jualan bareng," tutur Dewi. Mendengar perkataan Dewi membuat Maira mengulas senyum kecil. Dia menganggukkan kepala lalu mulai melakukan pekerjaan lagi. Beberapa menit berlalu, akuirnya mereka selesai memasak. "Akhirnya selesai juga, Bu." Maira mengatakan itu seraya merenggangkan otot. Pegal karena lumayan lama bergelut di dapur. Wanita tersebut melihat Dewi yang memijat tangan."Sini, Bu! Biar aku aja yang mijit," seru Maira. Wanita itu langsung menarik Dewi agar ikut duduk lesehan di lantai. Maira dengan telaten memijat Ibunya. "Pasti Ibu pegel banget ya, ngaduk adonan yang lumayan banyak. Sini biar Maira pijat pake kekuatan cinta, biar gak pegel lagi," seloroh Maira. Dewi yang mendengar pu
"Bu ... jangan, nanti aja kalau Bapak udah sehat," pinta Maira.Mendengar perkataan anaknya, Dewi menggeleng sebagai jawaban. "Lebih bagus sekarang, Ra. Dari pada nanti, Bapak bakal bingung. Apalagi kita harus cari uang buat nanti kamu ke pengadilan," seru David. Lelaki yang dipanggil Bapak itu menoleh. Melirik David lalu memandang putrinya yang tengah memilih baju. "Apa yang kalian kata, kenapa segala bawa pengadilan. Ayo cepat jelaskan!" tuntut lelaki itu. Maira yang melihat sang Bapak kebingungan hanya menuduk. Semakin meremas pakaiannya, ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. Lalu mendongak memandang wajah lelaki itu. "Pak, Maira mau cerai dengan Mas Reyhan," lontar wanita itu. Wanita itu terus menatap wajah Bapaknya, tatapan penuh keyakinan, sedih dan marah bersatu."Apa masalah kalian begitu besar, Nak. Sampai mau cerai dengan Reyhan?" tanya lelaki itu. Saat hendak mengucapkan pertanyaan itu. Lelaki tersebut menghela napas panjang. Maira yang mendengar perkataan Bapa
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu