Odelia terbangun di pagi buta di kala merasakan perutnya diaduk. Rasa mual tak tertahankan, membuat wanita itu berlari menuju kamar mandi. Noah yang tertidur di samping Odelia—langsung menyusul Odelia di saat melihat Odelia masuk ke dalam kamar mandi.HuekkkHuekkkOdelia memuntahkan semua isi perutnya ke wastafel. Kepalanya merasakan pusing luar biasa dan berputar. Dia memutar keran wastafel, dan menyeka bibirnya menggunakan air bersih.Mata Odelia sedikit berkunang-kunang. Tubuhnya terasa lemas karena telah memuntahkan semua isi makanan yang ada di perutnya. Tepat di kala tubuh Odelia nyaris ambruk—Noah segera menangkap tubuh Odelia.“Odelia? Kau kenapa?” seru Noah seraya memeluk pinggang Odelia.Odelia menatap Noah. “A-aku tidak apa-apa, Noah. Kau jangan khawatir.”“Tidak apa-apa, bagaimana? Kau saja muntah-muntah,” ucap Noah panik dan cemas.Odelia membelai rahang Noah. “Sepertinya aku kelelahan, Sayang. Belakangan ini terlalu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.”Noah mend
Agnes bergeming di tempatnya dengan sorot mata penuh arti dan makna dalam. Debar jantungnya berpacu kencang mendengar apa yang dikatakan oleh Victor. Dia yakin bahwa apa yang dia dengar ini adalah sebuah kesalahan, tapi semua yang dirinya dengar sangatlah jelas di telinganya. Tidak mungkin salah sama sekali.Agnes masih belum mampu berkata-kata. Dia seakan kehilangan kata. Perasaan yang dirinya rasakan begitu amat campur aduk. Gelenyar rasa bahagia tidak bisa ditampik menyelinap masuk ke dalam dirinya.Kepingan memori akan masa lalu muncul di dalam pikiran Agnes saat ini. Yang muncul di dalam pikirannya adalah sifat baik dan hangat Noah. Selama ini Noah menunjukkan kepedulian besar padanya. Sejak dulu setiap kali dirinya memiliki masalah, selalu Noah hadir membantunya.Bahkan saat di mana Agnes mengalami kekerasan rumah tangga, Noah pun membantunya. Tidak pernah sedikit pun ragu Noah mengulurkan tangan membantunya. Tapi apakah benar bahwa Noah selama ini menaruh perasaan padanya? Juta
Noah bangun lebih awal dari Odelia. Hati dan pikirannya tidak tenang. Tak menampik bahwa dia mencemaskan keadaan Agnes. Bagaimanapun Agnes baru saja keluar dari rumah sakit.Noah menatap Odelia yang masih tertidur pulas. Dia segera mengambil ponselnya dan melangkah keluar dari kamar. Hatinya tidak tenang. Dia ingin tahu kenapa Agnes menghubunginya.Di depan kamar, Noah kembali berusaha menghubungi nomor Agnes…“Hallo, Noah?” sapa Agnes dari seberang sana kala panggilan terhubung. “Agnes, kau sudah bangun?” ujar Noah dari seberang sana.“Sudah, Noah. Aku sudah bangun.” “Agnes, kau baik-baik saja, kan?”“Ah, iya, Noah. Aku baik-baik saja. Kemarin, kau sibuk, ya?” “Iya, maaf aku ada meeting.”Lagi dan lagi Noah berdusta. Dia masih belum siap untuk memberi tahu Agnes tentang dirinya yang sekarang sudah memiliki hubungan dengan wanita lain.“Oh, begitu. Baiklah. Noah, apa siang ini kau ada waktu?” “Ada apa, Agnes?”“Aku ingin mengajakmu makan siang bersama.” Noah terdiam sebentar mend
Odelia terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Dia duduk di ranjang kamar dan terus memikirkan perkataan Darla tadi. Sekitar dua jam lalu, Darla baru saja pulang. Akan tetapi sejak tadi pikiran dan hati Odelia tidak bisa tenang.Napas Odelia sedikit memberat. Otaknya seakan benar-benar buntu tidak mampu berpikir secara jernih. Rasa khawatir, cemas, dan takut menyelimutinya. Berkali-kali Odelia menepis pikirannya tapi rasa cemas tetap tidak kunjung hilang.“Apa mungkin aku hamil?” gumam Odelia pelan.Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan segera melihat tanggalan di ponselnya. Tampak raut wajah Odelia berubah di kala dia menyadari bahwa dirinya terlambat datang bulan.Rasa takut semakin menyelimuti Odelia, dia memutuskan untuk menghubungi Noah, namun sayangnya berkali-kali dirinya menghubungi Noah malah Noah tidak menjawab teleponnya sama sekali. Odelia tidak menyerah menghubungi Noah, dia terus berusaha menghubungi Noah karena sekarang yang dirinya butuhkan adalah Noah.
Noah mengumpat kasar seraya memukul setir mobilnya. Raut wajah Noah nampak menunjukkan kemarahan. Pria itu marah pada dirinya sendiri yang sampai lepas kendali.Saat ini Noah berada di dalam mobil. Namun, mobilnya masih belum jalan sama sekali. Dia masih di dalam gedung apartemen milik Agnes. Sejak kejadian tadi, dia segera berpamitan pulang.Otak Noah seakan blank, tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tak henti-hentinya mengumpati kebodohannya. Yang sekarang ada di dalam pikirannya adalah Odelia. Dia sangat merasa bersalah pada Odelia.Apa yang terjadi di dalam apartemen Agnes, semua karena otak Noah sedang benar-benar kacau. Sekarang rasa bersalah melingkupi dirinya. Noah tidak pernah memikirkan bahwa semua akan terjadi seperti sekarang ini. Noah mengatur napasnya seraya memejamkan mata singkat. Pria itu berusaha menenangkan diri. Dia menepis pikirannya meneguhkan bahwa kejadian tadi adalah sebuah kesalahan yang tidak perlu lagi diingat-ingat.Noah mengambil ponselnya, menghidupk
Darla tersenyum melihat Odelia keluar dari lift bersamaan dengan Noah. Hanya saja Noah segera menuju ke ruang kerjanya, dan Odelia menghampirinya. Darla tahu bahwa pasti permintaan Odelia yang ingin mereka tidak terlihat bersama. Sampai detik ini memang hubungan antara Odelia dan Noah belum sama sekali terendus oleh para karyawan. Itu semua karena Odelia pintar menutup rapat tentang hubungannya dengan Noah. Well, jika Darla di posisi Odelia, maka tidak akan mungkin Darla mau menutupi hubungannya.“Kau sudah masuk kantor? Aku pikir kau masih memutuskan istirahat,” kata Darla di kala Odelia sudah ada di hadapannya.“Aku sudah membaik,” jawab Odelia datar. Sebenarnya Noah masih melarang Odelia masuk ke kantor, akan tetapi Odelia memaksa. Wanita itu tidak betah jika terus menerus di rumah. Sejak dulu dia sudah terbiasa bekerja. Hanya sakit sedikit tidak akan membuat Odelia menjadi manja. “Kau sudah ke dokter?” tanya Darla mencemaskan keadaan Odelia.“Belum,” jawab Odelia pelan.Kening Da
“Noah, aku sudah kenyang. Jangan paksa aku makan lagi.” Bibir Odelia tertekuk di kala Noah terus menyuapinya. Wanita itu duduk di pangkuan Noah sambil disuapi Noah. Jam makan siang tiba. Odelia menepati janjinya untuk mendatangi ruang kerja Noah. Tepat di kala Odelia datang—dia sudah langsung ditarik hingga duduk di pangkuan sang kekasih.“Kau baru makan sedikit. Ayo buka mulutmu. Makan lagi,” ujar Noah memaksa agar Odelia untuk makan, karena Odelia baru saja makan sedikit.“Noah, aku benar-benar sudah kenyang. Aku takut mual lagi kalau terus makan,” jawab Odelia menolak. Dia merasa perutnya sudah full. Dia takut kalau dirinya akan muntah kalau terus banyak makan. Mendengar ucapan Odelia, membuat Noah meletakan makanannya ke atas meja, dan merapatkan tubuh Odelia ke tubuhnya. “Apa kau masih terus merasa mual?” tanyanya khawatir.Odelia membenamkan wajahnya di leher Noah. “Sedikit, Noah.”“Odelia, lebih baik aku panggilkan dokter untukmu,” ucap Noah seraya mengusap punggung Odelia.Od
Noah menyingkirkan pelan tubuh Agnes yang berada di dalam dekapannya, dengan penuh hati-hati. Pria itu menarik selimut menutupi tubuh Agnes dengan selimut tebal itu dan menyeka sedikit rambut Agnes yang menutupi wajah wanita itu.Noah menatap kini Agnes sudah tertidur sangat pulas. Dia lega karena sekarang Agnes sudah terlelap. Berikutnya, tatapan Noah teralih pada jam dinding—waktu menunjukkan pukul satu malam.Raut wajah Noah berubah. Kepingan memorinya mengingat dirinya meninggalkan Odelia di kantor begitu saja, di kala dirinya mendapatkan kabar tentang Agnes yang mengalami kecelakaan.Kepanikan melingkupi diri Noah. Detik itu juga Noah berjalan keluar meninggalkan kamar Agnes sambil merogoh ponselnya menghubungi asistennya. Dia membutuhkan informasi tentang Odelia dari sang asisten.“Selamat malam, Tuan,” sapa Barney dari seberang sana kala panggilan sudah terhubung. “Barney, apa kau tahu jam berapa Odelia pulang?” ujar Noah dengan nada sedikit khawatir. Pria itu masih belum meni