Theo memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Untungnya tadi dia membawa kendaraan perlahan, sehingga mereka belum berada terlalu jauh dari rumah sakit.Theo segera berlari begitu keluar dari mobil dan meninggalkan mobilnya begitu saja. Supir Theo yang masih menunggu di depan rumah sakit, segera memindahkan mobil itu."Ada apa? Apa yang terjadi dengan Grace?" tanya Theo panik setibanya di depan ruang PICU.Sarah juga menunggu jawaban Derick dengan terengah-engah."Sebaiknya tuan dan nona, masuk ke dalam," ucap Derick dengan wajah tegang.Sarah dan Theo buru-buru masuk. Setelah melepas alas kaki, mencuci tangan dan menggunakan jubah khusus pengunjung picu, mereka masuk perlahan."Saya ayah Grace," ucap Theo ketika melihat seorang perawat yang akan keluar."Oh iya, saya memang mau mencari anda, silakan masuk," ucap perawat itu sambil menunjukkan jalan kepada Theo.Mereka masuk dan melihat para dokter dan perawat sedang mencoba melakukan sesuatu kepada Grace, mereka tampak sibuk, lalu ti
"Claudia," sapa Sarah datar.Theo dan Claudia berpelukan cukup lama. Theo tampak nyaman dan tenang berada dalam pelukan Claudia. Sarah hanya bisa memandangi kedua orang itu. Tiba-tiba Frank juga muncul, Claudia melepaskan pelukannya dan membiarkan Frank menyapa Theo.Frank hanya bersalaman dengan Theo tanpa mengatakan apapun, lalu mendatangi Sarah dan memeluk gadis itu. Theo meliriknya lalu segera mengalihkan pandangannya."Bagaimana kalian bisa berada di sini?" tanya Theo kepada Claudia."Derick memberitahu aku," jawab Claudia pelan."Kau? Mengapa kau kemari?" tanya Theo sambil menatap Frank."Aku ... ceritanya panjang. Kapan-kapan akan aku ceritakan," jawab Frank ragu-ragu sambil menatap Claudia yang mengangguk dengan cepat."Claudia?" Tiba-tiba Tommy menyapa Claudia dengan wajah sumringah. Sarah sangat kesal melihatnya.'Dia benar-benar tidak peka. Bisa-bisanya dia tersenyum bahagia padahal kakaknya sedang berduka,' batin Sarah terus menatap Tommy."Tommy? Apakah itu kau?" tanya
"Kemana?" tanya Sarah kaget, sambil menatap wajah Tommy, Claudia dan Derick yang juga bingung dan terkejut.Theo menyeret Sarah keluar dari rumah sakit. Lalu masuk ke dalam taksi, yang memang bersiaga di tempat khusus yang disiapkan oleh rumah sakit."Ada apa? Kita akan pergi kemana?" tanya Sarah lagi setelah mereka masuk ke dalam taksi.Theo memberikan alamat Sarah kepada sang supir taksi."Theo, tolong katakan. Ada apa ini? Mengapa kau membawaku ke rumahku?" Theo tetap diam dan memandang keluar jendela. Sarah menatap Theo sambil menghela napas panjang. Karena Theo tidak kunjung membuka mulut, akhirnya Sarah menyerah. Diapun duduk diam, hingga mereka tiba di depan rumah Sarah.Theo dan Sarah keluar dari taksi setelah Theo membayar."Untuk apa kita datang kesini?" tanya Sarah sambil melipat kedua tangannya di depan dada."Aku menginginkanmu. Aku tidak bisa lagi menahannya. Entah ini akibat dari dukaku atau karena aku cemburu melihatmu dengan Frank atau karena aku ... aku ....""Kau a
"Tuan, kami turut berdukacita," ucap Nadine dengan wajah sedih yang dibuat-buat.Ibunya tampak lebih mendalami perannya dengan mengeluarkan air mata dan sedikit terisak."Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan seorang anak yang berharga. Anda sungguh kuat, Tuan," ucap Angel, ibu tiri Sarah."Terima kasih," jawab Theo lembut.Sarah memandang kedua orang itu dengan muak. Dia masih ingat di hari kematian ayahnya, mereka hanya menangis bila ada orang lain. Mereka terus bersandiwara selama pemakaman ayahnya. Setelah itu mereka malah berpesta seperti tidak ada kejadian apa-apa.Sarah tersenyum sinis melihat Nadine dan Angel, mereka bahkan tidak merasa sedih ketika kehilangan ayahnya, bagaimana mungkin mereka bersedih karena Grace yang tidak mereka kenal."Kalau tuan membutuhkan bantuan apapun, jangan ragu untuk mengatakannya pada Nadine atau saya. Kami akan selalu siap membantu." Theo memandang Angel sambil menganggukkan kepala. "Saya mau menemui seseorang, permisi," uc
Sarah menatap Theo dengan pilu. Pria itu terlalu keras kepada dirinya sendiri, hingga tidak membiarkan dirinya sendiri berduka sepuasnya dan mencoba menyangkal kesedihannya. Setelah Theo bangkit, prosesi penutupan peti dimulai. Sarah menangis diam-diam. Dia ingin berteriak memanggil nama Grace, tapi melihat Theo membuatnya menahan diri. Sementara beberapa pelayat menangis seakan-akan putri mereka sendiri yang meninggal. Setelah peti ditutup, Theo hanya membelai peti itu sebentar lalu mundur."Petinya akan segera dimasukkan ke dalam mobil jenazah," bisik Tommy.Theo menganggukkan kepala lalu membiarkan para anak buahnya memasukkan peti jenazah Grace ke dalam mobil. Lalu Tommy mengarahkannya untuk masuk ke dalam mobil mewah yang berada di belakang mobil jenazah.Theo merasa oleng, dia hampir jatuh karena kepergian Grace terasa semakin nyata. Tommy langsung memapahnya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Sementara Sarah yang tadinya berada di dekat Theo terdorong oleh pelayat-pelayat y
"Bolehkah aku memilikimu? Aku tidak ingin berbuat kesalahan yang sama seperti sebelumnya. Kali ini aku berpikir dengan jernih dan meminta izinmu." "Apa kau yakin kau berpikir dengan jernih? Apa kau yakin kau benar-benar menginginkanku, bukan karena dukamu?" "Aku yakin. Aku menginginkanmu sebelum duka ini datang, menginginkanmu saat ini dan yakin akan menginginkanmu di masa depan," jawab Theo lembut. Sarah menatap mata Theo yang menunjukkan kesungguhan dan ketulusannya. "Kalau begitu, jadikan aku milikmu. Aku mengizinkanmu," lirih Sarah. Theo menatap Sarah lalu mendekatkan wajahnya. Sarah memejamkan mata dan menahan napasnya. Tubuhnya menegang mengetahui apa akan dilakukan Theo kepadanya. Bibir lembab Theo menyentuh bibir Sarah yang hampir beku karena udara yang dingin. Ketegangan di tubuh Sarah perlahan mengendur seiring dengan kecupan lembut Theo. Sarah hanya diam merasakan ujung lidah Theo yang menggesek bibirnya perlahan. Sarah menghirup aroma manis dari napas dan citrus dari
Sarah memaksa dirinya untuk bangun lalu mulai membersihkan diri. Dia sangat berduka namun tidak ingin terus-terusan terpuruk. Sarah ingin membersihkan rumah untuk melampiaskan perasaannya seperti biasa. Namun, untuk pertama kalinya dia tidak sanggup melakukannya. Karena itu Sarah memutuskan untuk mandi dan menyegarkan diri. Siapa tahu setelah itu dia sanggup membersihkan seluruh rumah. Sarah keluar dari kamar mandi mengigil karena kedinginan. Dia segera mengenakan pakaian tidurnya dan kembali merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Sarah berusaha memejamkan matanya, Siapa tahu dia bisa tidur dan melupakan rasa dukanya. Dia masih kedingingan lalu menarik selimut menutupi tubuhnya. Tiba-tiba air mata mengalir di pipinya. "Grace, hari ini dingin sekali. Bagaimana kamu di sana? Apakah kamu juga kedinginan? Maaf, Miss Sarah lupa memasukkan baju hangat ke petimu," ucap Sarah sambil menangis. Semakin lama tangisannya semakin keras. Sarah tidak bisa lagi menahan kesakitannnya. Sementara
"Apa? Berarti kau sudah memaafkanku untuk kesalahan yang pernah aku lakukan kepadamu? Kau sudah tidak membenciku lagi?" tanya Theo sambil tersenyum bahagia. "Aku tidak pernah membencimu, Theo. Aku marah dan terluka. Namun cintaku tidak pernah berubah," jawab Sarah malu. Mengungkapkan perasaannya kepada seorang pria bukanlah hal yang biasa Sarah lakukan. Namun, dia sudah dua kali mengungkapkan perasaannya kepada Theo. Dia bisa saja diam, tapi kali ini dia tidak mau melewatkan kesempatan. Sebaiknya Theo tahu perasaannya agar tidak ada penyesalan di antara mereka. "Aku tidak menduganya. Apakah kau seorang malaikat?" ucap Theo dengan wajah terkesima, karena ternyata cinta Sarah begitu tulus. Sarah mulai memasukkan croissant ke dalam mulutnya, untuk memberi jeda kepada dirinya sendiri. Sarah mengunyah perlahan, sementara Theo terus memandangnya dengan penuh harapan. Sarah menelan makanannya dan membuang napas perlahan. "Sebenarnya, aku selalu mencintai dan menginginkanmu. Saat itu aku
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan
"Nadine, bagaimana ini?" bisik Angel yang juga terkejut melihat rekaman yang ditunjukkan asisten Theo."Itu pasti rekaman palsu!" teriak Nadine panik, meski dia tahu rekaman itu asli."Kalau begitu mari kita buktikan di kantor polisi," ajak Theo santai."Kan ... kantor polisi? Tuan Theo saya rasa anda tidak perlu bertindak sejauh itu," ucap Angel dengan gugup."Kenapa tidak? Kalian sudah menjebak dan mengancam saya. Itu adalah tindak pidana!" bentak Theo yang sudah tidak tahan lagi."Sarah, Sarah, aku mohon bujuklah Tuan Theo untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami tidak bermaksud seperti itu," mohon Angel kepada Sarah yang langsung menyingkirkan tangan Angel.Sementara Nadine hanya berdiri dengan tegang. Dia tidak tahu harus bertindak apa. Semua rencananya sudah sempurna. Dia sudah merusak kamera pengawas dan bersandiwara di hadapan seluruh rekan kantornya. Siapa yang tahu kalau ada kamera pengawas lain di ruangan Theo? Itu benar-benar mengacaukan semuanya."Ayo mama, kita pergi
"Ada apa?" tanya Sarah penasaran melihat wajah Theo yang berseri-seri."Ayo, ikut aku kembali ke kantor," ajak Theo sambil menarik tangan Sarah.Theo segera menghentikan taksi dan memberitahu alamat tujuannya."Apa kau tidak mau memberitahuku, ada apa?" tanya Sarah sekali lagi."Nanti juga kau akan tahu," jawab Theo sambil mencubit pipi Sarah dengan lembut.Setibanya di kantor Theo langsung menghubungi asistennya dan memintanya menemui Theo di ruangannya."Panggilkan kepala pengawas keamanan gedung ini!" perintah Theo kepada asistennya."Tapi tuan, hari ini dia tidak bertugas-""Suruh dia datang ke kantor sekarang!" bentak Theo yang kesal mendengar jawaban asistennya."Baik, Tuan," jawab asisten Theo sambil berlari keluar.Sarah hanya duduk di sofa tamu, memperhatikan Theo yang tampak sangat bersemangat sekaligus emosional."Dia benar-benar berbeda dengan Derick," guman Theo sambil menatap Sarah."Mana ada orang yang sama di dunia ini. Kalau kau tidak bisa hidup tanpa Derick sebaiknya
"Apa? Tidak ada gambarnya? Apa maksudnya tidak ada gambar?" tanya Theo panik. Itu adalah satu-satunya alat bukti yang dapat menyelamatkan Theo. Kalau itu tidak ada maka dia tidak punya pilihan lain kecuali memberikan 10 milyar yang diminta Nadine."Sepertinya seseorang merusaknya, Tuan." "Merusaknya? Apakah para petugas di ruang pengawasan tidak menyadari kalau kameranya rusak?" tanya Theo marah."Sepertinya tidak, Tuan.""Brengsek! Kapan kameranya rusak?" bentak Theo yang tidak percaya dengan kinerja para pegawainya."Gambar terakhir yang terekam adalah gambar tadi pagi, Tuan," jawab asisten Theo ketakutan."Siapa yang terakhir masuk ke ruanganku sebelum kameranya rusak?""Saya ... saya tidak memeriksanya, Tuan.""Pergi dan periksa sekarang!" perintah Theo dengan nada tinggi.Di saat-saat seperti ini, Theo benar-benar membutuhkan Derick. Asistennya yang satu itu benar-benar tahu apa yang harus diperbuat. Theo selalu merasa bahwa Derick bisa membaca pikirannya. Selain itu, Derick ju