"Menikah? Kau mau menikah denganku?" tanya Theo tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar."Ya, menikahlah denganku," ucap Sarah sekali lagi. Kali ini dengan lebih berani dan percaya diri."Mengapa? Mengapa kau ingin menikah denganku? Apa karena Grace? Karena kau tidak ingin berpisah dengannya?" tanya Theo, membuat air muka Sarah berubah."Kalau kau tidak mau, lupakan saja permintaanku tadi," ucap Sarah cepat. 'Mengapa Grace? Untuk apa aku menikahimu hanya untuk bersama Grace?' batin Sarah kesal. Melihat Theo berlutut tadi, dan mendengar kata-katanya membuat hati Sarah bergetar. Dia tidak sanggup melakukan apapun meski sangat ingin memeluk pria itu. Dia sungguh berharap Theo akan berada di sisinya selamanya, menjaganya dan melindunginya. Tapi Theo malah berharap dia menikahinya karena Grace? Sarah menyadari dia tidak bisa dan tidak boleh bersaing dengan Grace. Bagaimanapun juga Grace adalah darah daging Theo. Sarah pun sangat menyayangi Grace dan bersyukur andaikan gadis kecil
"Ternyata kau suka sekali menguping pembicaraan orang lain," sahut Theo sinis.Andai Sarah menikah karena mencintainya, sudah pasti Theo akan memamerkan rencana pernikahannya di hadapan Frank. Tapi karena alasan Sarah bukan itu, membicarakannya saja Theo malas. Apalagi menyombongkan rencananya."Aku tidak sengaja mendengarnya. Sekarang katakan apa benar kalian akan menikah?" tanya Frank tidak sabar."Bukan urusanmu!" jawab Theo sambil meninggalkan Frank yang melongo.Dia bingung, tadi dia benar-benar yakin mendengar Theo mengatakan dia dan Sarah akan menikah. Tapi mengapa Theo tidak tampak bahagia? Dia malah tampak tertekan dan sedih. Frank menggelengkan kepalanya lalu pergi.Sudah dua hari dia berada di rumah sakit menemani Claudia yang hanya ditemani oleh asistennya. Frank tidak tega meninggalkan Claudia sendirian saat asistennya harus mengurusi banyak hal, akibat peristiwa penembakan yang terjadi pada Claudia. Hari ini orangtua Claudia datang dari luar negeri, setelah akhirnya meng
"Apa yang terjadi dengan Grace?" tanya Sarah panik. Tadi siang gadis kecil itu masih baik-baik saja, kenapa tiba-tiba dia dibawa ke rumah sakit. "Dia tiba-tiba muntah darah dan tidak sadarkan diri. Sekarang dia sedang diperiksa di unit gawat darurat." "Aku akan kesana. Apa kau membawanya ke rumah sakit yang sama dengan tempatku dirawat?" "Iya, cepatlah datang. Aku yakin dia akan mencarimu saat sadar," pinta Theo dengan suara bergetar. Sarah segera mengganti pakaiannya dan memesan taksi melalui teleponnya. Tubuhnya yang tadi kelelahan tiba-tiba menjadi kuat dan terasa segar. Ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan sepertinya memberikan dia kekuatan. Sarah beberapa kali meminta supir taksi untuk menambah kecepatannya. Dia benar-benar mengkhawatirkan Grace. Sarah segera berlari ke unit gawat darurat begitu tiba di rumah sakit. Disana sudah ada Theo, Derick dan perawat Grace. "Apa yang terjadi?" tanya Sarah dengan napas tersengal-sengal. "Dia sudah tidur ketika tiba-tiba batuk dan
"Apa tadi pamanku datang?" tanya Theo dalam perjalanan mengantarkan Grace ke ruang radiologi untuk melakukan beberapa pemeriksaan."Ya, aku sengaja tidak membangunkanmu agar kau bisa beristirahat," jawab Sarah pelan."Dasar orang tua sombong. Apa dia pikir aku tidak bisa meminta dokter datang dan meminta rumah sakit mempercepat proses perawatan Grace? Untuk apa dia memamerkan kekuasaannya di hadapanku?" gerutu Theo kesal."Sudahlah, dia hanya ingin membantu. Dia juga mengkhawatirkan Grace," tutur Sarah mencoba menenangkan Theo.Theo mendengus, dia masih kesal dengan tindakan pamannya. Meskipun itu membantu Grace, tapi Theo tetap membenci apapun yang pamannya lakukan.Sesampainya di ruang radiologi, Grace hanya ingin ditemani oleh Sarah. Theo terpaksa harus menunggu di luar meskipun sebenarnya sangat ingin menemani putrinya. Setelah semua proses pemeriksaan selesai, mereka kembali ke kamar.Grace terlihat mulai ceria, mungkin tidur cukup lama membuat tubuhnya lebih segar. Sarah terus m
"Apakah perempuan yang melahirkan harus dipanggil ibu? Aku menyesal karena lahir dari rahimnya!"-Plak-Francis menampar Theo dengan keras."Kau sama dengan ayahmu! Keras kepala, kejam dan ceroboh. Kalian akan menyesal karena sudah menghukum orang yang tidak bersalah!" ucap Francis dengan marah, lalu pergi meninggalkan rumah sakit.Theo berdiri dengan tegak, sambil memandang ke depan. Sarah juga berdiri dengan tegang di samping Theo. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Kejadian barusan benar-benar mengejutkan baginya."Ayo kita minum kopi," ajak Theo seakan tidak terjadi apa-apa.Sarah berjalan perlahan di belakang Theo. Dia memandang punggung tegak pria itu dengan perasaan sedih.'Apa yang sudah kau hadapi dalam hidupmu, Theo? Sepertinya hidupmu tidak lebih baik dariku,' batin Sarah sambil terus menatap Theo yang berjalan seakan-akan tidak terjadi apa-apa."Maafkan aku, kau harus melihat kejadian tadi," ucap Theo setelah mereka duduk dan kopi mereka disajikan.Sarah diam lalu menyesap
Theo langsung menjambak rambutnya dan mengigit bibirnya, dia memejamkan matanya dengan kuat mencoba menahan luapan emosinya.Sarah yang juga terpukul, menahan perasaannya sekuat mungkin setelah melihat Theo. Dia sangat sedih tapi sadar bahwa perasaannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perasaan Theo. Sarah sangat ingin memeluk Theo dan mengatakan dia akan mendampinginya, tapi dia tidak sanggup.Theo menghela napas. Sangat jelas dia berusaha keras untuk menerima kenyataan."Apakah stadiumnya juga diketahui, dok?" tanya Theo dengan suara bergetar.Dokter mengangguk dan menjawab dengan lembut dan pasti."Sudah stadium lanjut. Kankernya sudah menyebar ke bagian tubuh yang cukup jauh. Kita harus segera melakukan pengobatan untuk mengontrol sel kanker agar tidak semakin menyebar dan mengurangi gejala yang ditimbulkan," jelas dokter dengan wajah berempati."Bagaimana dengan harapan hidupnya dok?" tanya Theo lagi.Sarah menatap Theo dan bertanya-tanya dalam hatinya. Mengapa Theo menan
"Apa yang terjadi? Apa dia muntah darah lagi?" tanya Sarah panik sambil berlari ke arah Grace yang tampak lemah."Iya," jawab Theo singkat."Saya akan melaporkan kepada dokter yang menangani Grace," ucap dokter jaga yang segera datang setelah Theo berteriak dengan panik ketika Grace kembali muntah darah."Grace, sakit ya sayang?" tanya Sarah sambil menyeka mulut anak itu dengan kain basah.Grace hanya memandang Sarah dengan tatapan kosong. Sarah tidak sanggup menatap mata Grace, hatinya hancur setiap kali gadis itu menatapnya seakan-akan memberitahu Sarah kalau dia tidak sanggup lagi. Grace hanya makan melalui infus, tidak ada makanan yang bisa masuk melalui mulutnya. Tubuhnya semakin lemah dan dia lebih banyak berbaring.Sarah menangis dalam hatinya. Rasanya semuanya terjadi begitu cepat. Beberapa hari lalu Grace masih mengunjunginya di rumah sakit ini dan memohon agar Sarah pulang ke rumahnya, tapi hari ini gadis kecil itu bahkan tidak bisa tersenyum lagi.Dokter onkologi anak (dokt
"Apa maksudmu? Tapi kau terlihat sehat," sela Sarah dengan wajah kaget."Aku sudah melakukan kemoterapi. Jangan katakan kau tidak terkejut karena tampangku yang terlihat jauh lebih tua dari kakakku. Ini semua efek kemoterapi. Aku yakin Theo juga kaget melihat penampilanku, syukurnya dia belum bertanya," ujar Tommy dengan senyum hangat.Sarah terdiam dan hanya bisa menatap Tommy dengan perasaan iba."Aku tidak akan memberitahukan dia, sampai dia melupakan kemarahannya kepada ibu kami. Karena kalau dia tahu aku juga terkena kanker dia pasti akan semakin membenci mama," jelas Tommy masih dengan senyuman hangatnya. Minuman mereka tiba. Kini Sarah mengerti mengapa tadi Tommy hanya memesan air hangat. Dia menjaga apa yang dia konsumsi karena penyakitnya. "Baiklah, katakan apa yang harus aku lakukan? Aku akan membantumu," jawab Sarah yakin.Tommy tersenyum senang. Saat ini yang dia inginkan hanyalah membersihkan nama ibunya di hadapan kakaknya. ***"Apa kalian minum di luar kota? Kenapa l
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan
"Nadine, bagaimana ini?" bisik Angel yang juga terkejut melihat rekaman yang ditunjukkan asisten Theo."Itu pasti rekaman palsu!" teriak Nadine panik, meski dia tahu rekaman itu asli."Kalau begitu mari kita buktikan di kantor polisi," ajak Theo santai."Kan ... kantor polisi? Tuan Theo saya rasa anda tidak perlu bertindak sejauh itu," ucap Angel dengan gugup."Kenapa tidak? Kalian sudah menjebak dan mengancam saya. Itu adalah tindak pidana!" bentak Theo yang sudah tidak tahan lagi."Sarah, Sarah, aku mohon bujuklah Tuan Theo untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami tidak bermaksud seperti itu," mohon Angel kepada Sarah yang langsung menyingkirkan tangan Angel.Sementara Nadine hanya berdiri dengan tegang. Dia tidak tahu harus bertindak apa. Semua rencananya sudah sempurna. Dia sudah merusak kamera pengawas dan bersandiwara di hadapan seluruh rekan kantornya. Siapa yang tahu kalau ada kamera pengawas lain di ruangan Theo? Itu benar-benar mengacaukan semuanya."Ayo mama, kita pergi
"Ada apa?" tanya Sarah penasaran melihat wajah Theo yang berseri-seri."Ayo, ikut aku kembali ke kantor," ajak Theo sambil menarik tangan Sarah.Theo segera menghentikan taksi dan memberitahu alamat tujuannya."Apa kau tidak mau memberitahuku, ada apa?" tanya Sarah sekali lagi."Nanti juga kau akan tahu," jawab Theo sambil mencubit pipi Sarah dengan lembut.Setibanya di kantor Theo langsung menghubungi asistennya dan memintanya menemui Theo di ruangannya."Panggilkan kepala pengawas keamanan gedung ini!" perintah Theo kepada asistennya."Tapi tuan, hari ini dia tidak bertugas-""Suruh dia datang ke kantor sekarang!" bentak Theo yang kesal mendengar jawaban asistennya."Baik, Tuan," jawab asisten Theo sambil berlari keluar.Sarah hanya duduk di sofa tamu, memperhatikan Theo yang tampak sangat bersemangat sekaligus emosional."Dia benar-benar berbeda dengan Derick," guman Theo sambil menatap Sarah."Mana ada orang yang sama di dunia ini. Kalau kau tidak bisa hidup tanpa Derick sebaiknya
"Apa? Tidak ada gambarnya? Apa maksudnya tidak ada gambar?" tanya Theo panik. Itu adalah satu-satunya alat bukti yang dapat menyelamatkan Theo. Kalau itu tidak ada maka dia tidak punya pilihan lain kecuali memberikan 10 milyar yang diminta Nadine."Sepertinya seseorang merusaknya, Tuan." "Merusaknya? Apakah para petugas di ruang pengawasan tidak menyadari kalau kameranya rusak?" tanya Theo marah."Sepertinya tidak, Tuan.""Brengsek! Kapan kameranya rusak?" bentak Theo yang tidak percaya dengan kinerja para pegawainya."Gambar terakhir yang terekam adalah gambar tadi pagi, Tuan," jawab asisten Theo ketakutan."Siapa yang terakhir masuk ke ruanganku sebelum kameranya rusak?""Saya ... saya tidak memeriksanya, Tuan.""Pergi dan periksa sekarang!" perintah Theo dengan nada tinggi.Di saat-saat seperti ini, Theo benar-benar membutuhkan Derick. Asistennya yang satu itu benar-benar tahu apa yang harus diperbuat. Theo selalu merasa bahwa Derick bisa membaca pikirannya. Selain itu, Derick ju