Sarah memandang Rachel dan Claudia bergantian."Kalian saling mengenal?" tanya Sarah tidak kalah terkejut.Sementara wajah Theo berubah menjadi dingin. Dia terlihat tegang dan menahan amarahnya. Sarah semakin bingung, namun tidak berani bertanya.Suasana kamar Theo tiba-tiba terasa menakutkan, karena aura yang dipancarkan oleh Theo."Tentu saja aku mengenal Claudia," jawab Rachel berusaha terlihat santai sambil berjalan ke sisi Theo. Kini Claudia berdiri di sisi kanan Theo dan Rachel di sisi kirinya, sementara Sarah berdiri cukup jauh sambil memegang buah dan pisau untuk mengupas buah."Sebaiknya kau keluar."Suara Theo rendah, dalam dan gelap. Claudia dan Sarah menatap Rachel yang baru saja diusir oleh Theo."Ada apa ini?" tanya Rachel menahan malu."Kau beruntung karena aku masih mengingat hal baik yang kau lakukan. Sebelum aku berubah pikiran, sebaiknya enyah dari hadapanku dan jangan pernah muncul lagi!" perintah Theo, mencoba menahan emosinya."Kenapa aku harus pergi? Setidaknya
"Kau ingin aku enyah dari hadapanmu, Theo? Aku akan mewujudkannya di hadapanmu!" teriak Rachel bagai orang kesurupan."Rachel, tenanglah. Jangan seperti ini," bujuk Sarah yang panik melihat pisau yang sudah menempel di pergelangan tangan Rachel."Apa pedulimu? Bukankah kau akan bahagia bersamanya kalau aku tidak ada lagi?" jawab Rachel berurai air mata."Rachel, jangan nekat. Letakkan pisaunya!" perintah Theo sambil menurunkan kakinya dari tempat tidur.Dia sangat marah tapi tidak sampai menginginkan kematian Rachel, apalagi dengan cara seperti ini."Jangan cuma mengancam! Lakukan saja kalau kau memang berani!" sindir Claudia dengan wajah mengejek."Claudia!" teriak Theo dan Sarah bersamaan sambil menatap Claudia dengan marah."Lihat dan nikmatilah!" teriak Rachel lalu menusuk pergelangan tangannya dengan pisau."Rachel!" teriak Sarah lalu segera berlari ke arah Rachel yang tangannya berlumuran darah.Theo segera melepas infus yang menempel di tangannya dan mendekati Rachel sambil men
Seminggu setelah kejadian percobaan bunuh diri Rachel berlalu. Sejak hari itu, Sarah tidak pernah lagi menemani Grace mengunjungi Theo ke rumah sakit. Dia tidak mau mengingat kejadian itu lagi, setiap kali memasuki kamar rumah sakit.Untungnya, hari ini Theo sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Selama seminggu Sarah terus memberikan pengertian kepada Grace bahwa setelah ayahnya pulang, maka Sarah harus pulang ke rumahnya sendiri. Tapi dia berjanji untuk mengunjungi Grace setiap hari dan anak itu boleh datang ke rumah Sarah kapanpun dia mau. Akhirnya Grace bisa menerima kepergian Sarah dari rumah itu tanpa amarah dan kesedihan yang berlebihan.Theo tiba di rumah lebih awal dari jadwal yang diberitahukan Derick. Setelah selesai sarapan Grace sengaja duduk di dekat jendela membaca buku kesukaannya sambil menunggu kedatangan ayahnya. "Papa sudah datang," ucap Grace tanpa ekspresi apapun, namun tepukan tangannya dan lompatan bersemangat menandakan dia senang dengan kepulangan ayahnya.
[Nona Sarah, saya hanya ingin memberi tahu kalau Rachel sudah keluar dari rumah sakit kemarin. Karena itu tolong berhati-hatilah.] Sarah membaca pesan yang dikirimkan oleh Derick. Dia memang meminta Derick mengabarinya bila ada kabar terbaru dari Rachel. Derick pasti berpikir Sarah takut kepada Rachel. Padahal dia sangat ingin menemui Rachel dan menanyakan banyak hal kepada wanita itu. Sarah segera membersihkan tubuhnya dan bersiap-siap. Sudah 5 hari Sarah hanya tinggal di rumah. Theo mengajak Grace berlibur ke peternakan milik keluarga mereka, sehingga Sarah tidak perlu menemui Grace atau keluar dari rumah. Dia mencoba menghilangkan perasaan sakit dan mengisi kekosongan hatinya dengan membersihkan rumah dan seluruh halaman rumahnya. Selain itu, setiap hari dia menciptakan lagu baru meski tanpa lirik. Hari dimana Theo melepasnya pergi, Sarah menangis cukup lama. Setelah puas menangis, Sarah berjanji kepada dirinya sendiri, dia tidak akan pernah menangis lagi. Sarah mendatangi seko
"Maafkan aku," guman Sarah sebelum meninggalkan tempat itu.Sarah pulang ke rumahnya dengan pikiran galau. Dia tahu cinta memiliki kekuatan, tapi tidak percaya kalau cinta bisa membuat seseorang menyakiti orang yang dicintainya. Sarah tahu Rachel mungkin pernah mencintai Theo tapi yang membuatnya melakukan semua kejahatan ini bukan cinta melainkan obsesi.Begitu tiba, Sarah terpaku di depan rumah orangtuanya. Ini adalah obsesi Sarah. Sebelumnya, dia menyakiti dirinya sendiri demi mendapatkan rumah ini. Dia tidak peduli dengan keselamatan maupun kesehatan fisik dan jiwanya. Sarah mengerti perasaan Rachel, menginginkan sesuatu hingga kehilangan akal sehat."Kak Sarah!" Sarah menoleh. Dia sangat terkejut melihat Nadine dan ibunya muncul di hadapan Sarah."Apa yang kau lakukan disini? Masih menginginkan rumah ini? Lihat bagaimana pemilik yang baru mengubah rumah ini menjadi sangat indah. Bayangkan kalau kau yang memilikinya, pasti rumah ini akan menjadi rumah hantu," ejek Angel, ibu tiri
"Halo Tuan Theo," balas Sarah memandang Theo sekilas."Ayolah, kita memang tidak memiliki hubungan apa-apa. Tapi bukan berarti kau kembali memperlakukanku seformal itu. Panggil saja namaku seperti biasanya," protes Theo sambil duduk di hadapan Sarah."Baiklah," jawab Sarah singkat, tidak ingin berdebat dengan Theo."Ayo kita undi siapa pemain pertama!" seru Grace bersemangat.Mereka bertiga pun mulai bermain. Meski terasa canggung tapi Theo dan Sarah berusaha bermain dengan serius demi Grace. Sesekali mata Theo melirik Sarah ketika wanita itu tertawa lepas, tanpa sadar senyuman ikut tersungging di bibirnya. Dia terpesona melihat setiap ekspresi yang diperlihatkan oleh Sarah.Rasanya Theo ingin menarik Sarah ke pelukannya, mendekapnya dengan erat dan membisikkan kekagumannya akan kecantikan wanita itu. "Papa!" teriak Grace yang tidak sabar menunggu langkah ayahnya.Theo tersadar dari lamunannya. Wajah Sarah memerah menyadari bahwa Theo memandanginya sejak tadi."Iya, papa jalan," jawa
Sarah tersenyum lega. Frank adalah sahabatnya sejak kecil. Ayah Frank adalah sahabat ayah Sarah. Karena itu, kedua anak mereka tumbuh bersama. Sebagai sesama anak tunggal mereka saling mengandalkan seperti saudara.Namun sejak ayah Sarah menikah lagi, mereka mulai berjarak. Angel tidak suka Sarah terlalu sering bermain dengan Frank. Dia tidak segan menghukum Sarah bila ketahuan pergi keluar dengan Frank. Meski begitu, hubungan mereka tetap dekat, karena mereka masih bisa bertemu di sekolah.Hingga beberapa bulan sebelum ayahnya meninggal, Nadine mengatakan bahwa dia menyukai Frank dan meminta bantuan Sarah untuk membantunya menjadi kekasih Frank. Saat itu Sarah langsung setuju dan menyatakan perasaan Nadine kepada Frank."Apa kau sudah gila?" tanya Frank saat itu.Sarah tidak mengerti mengapa Frank begitu marah kepadanya. Padahal seorang wanita menyukainya, bukankah seharusnya dia bahagia karena disukai seseorang."Ayolah, kalau kau dan Nadine akhirnya menikah suatu saat nanti. Maka k
"Frank," guman Sarah sambil kembali membalikkan tubuhnya.Frank berjalan mendekati Sarah yang wajahnya tampak pucat karena menahan tangis dan kemarahan."Ada apa ini?" tanya Frank lembut.Tiba-tiba airmata Sarah menetes. Emosi yang sudah dia tahan sejak tadi meledak begitu dia mendengar suara lembut Frank. Pria itu segera meraih Sarah dan mendekapnya. Sarah menangis tersedu-sedu di dada Frank.Semua pegawai mematung, terutama pelayan yang tadi mengusir Sarah. "Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau Nona ini adalah teman tuan," ucap pelayan tadi, sebelum Sarah sempat mengadukannya."Saya hanya mencoba bekerja sesuai dengan standar operasional kita. Saya tidak bermaksud bersikap kasar, hanya saja-""Berhenti berbohong!" potong Sarah keras."Apakah standar di perusahaanmu adalah menghina orang yang masuk dengan penampilan sepertiku? Apakah standar di sini adalah mengusir dan mempermalukan orang yang dianggap tidak sanggup membeli? Apakah itu standar di sini, Frank?" tanya Sarah kepada Frank d