"Siapa aku ini, hingga mengharapkan pria seperti dia," cibir Sarah kepada dirinya sendiri.Sarah sempat berpikir bahwa Theo setidaknya akan menyapanya, setelah pagi tadi mereka menghabiskan waktu bersama. Apalagi Theo mengantarkannya pulang jadi Sarah memiliki harapan terhadap pria itu.Sarah begitu kesal, kali ini bukan kepada Theo. Sarah kesal kepada dirinya sendiri karena bersikap seperti orang bodoh."Dia tidak menyukaimu Sarah. Dia bahkan membeli rumah orangtuamu tanpa memedulikanmu. Berhentilah berharap!" perintah Sarah kepada hatinya.Sarah melirik jam tangannya dan baru sadar bahwa dia harus segera pergi ke stasiun kereta. Dia tidak ingin terlambat tiba di kafe tempatnya bekerja.Sarah segera berlari keluar dari sekolah musik itu. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang memperhatikannya dengan heran, dia terus berlari agar tidak ketinggalan kereta."Bukannya itu Nona Sarah?" tanya Theo yang melihat seorang wanita berlari melewati mobilnya yang sedang berhenti karena lampu mer
"Bapak mau duduk di mana?" tanya Nadine dengan suara lembut."Kamu datang sendirian Nadine?" sahut Theo tanpa menjawab pertanyaan Nadine."Dengan teman-teman Pak," jawab Nadine ragu.Dia memang sengaja datang bersama teman-temannya untuk memberitahu Sarah bahwa tadi siang Theo sudah setuju untuk membeli rumah ayah Sarah. Dia benar-benar penasaran dengan reaksi Sarah mendengar kabar itu. Siapa sangka dia malah bertemu Theo di sini. Rasanya seperti mendapat hadiah berlipat ganda."Kalau begitu, silakan bergabung dengan teman-temanmu. Jangan biarkan mereka menunggu," pinta Theo dengan dingin."Mereka tidak menunggu saya Pak. Saya bisa menemani bapak," rayu Nadine, membuat Theo menghela napas sambil menjorokkan bibirnya. "Saya mau makan sendirian," tegas Theo. Raut muka Nadine berubah. Dia tidak menyangka Theo akan mengusirnya seperti itu."Baik Pak," jawab Nadine sopan.Sarah terus memainkan keyboardnya sambil memandangi tuts hitam putih yang ada di hadapannya. Dia sangat terkejut ket
"Tuan Theo?" seru Sarah kaget.Bagaimana bisa laki-laki yang tadi melarikan diri dengan mobil mewahnya itu, tiba-tiba muncul di hadapan Sarah."Bukannya tadi anda sudah pulang?" tanya Sarah bingung."Siapa yang bilang saya pulang. Saya mencari tempat aman untuk memarkirkan mobil saya agar saya bisa mengantarkan anda pulang ke rumah dengan selamat," jawab Theo sambil menatap mata Sarah yang masih terbelalak."Lalu bagaimana anda tahu saya ada disini? Saya sudah berjalan cukup jauh dari jalan raya," sahut Sarah sambil memandang ke belakang. Terlalu banyak jalan dan lorong jadi Theo pasti kesulitan menemukan Sarah di sini."Saya sudah mengikuti dari tadi. Anda berjalan sangat pelan, sehingga saya bisa menemukan anda di ujung jalan itu setelah saya selesai memarkir mobil," jawab Theo sambil menunjuk sebuah jalan. "Saya hanya mengikuti dari belakang dan mengamati kalau-kalau Nona Sarah butuh dibantu," lanjut Theo sambil mengulurkan tangannya.Sarah menghela napas. Kali ini dia tidak puny
Theo merasakan panas tubuh Sarah. Ketika matanya beralih ke leher jenjang Sarah, dia menelan ludah karena kemeja Sarah sedikit tersibak sehingga memperlihatkan belahan dada yang selalu dia tutupi. Jantungnya berdetak sangat cepat dan salah satu bagian tubuh vitalnya mulai menegang.Theo menginginkan Sarah, tapi bukan hanya tubuhnya dan bukan dengan cara seperti ini. Theo ingin Sarah menjadi miliknya seutuhnya, hanya miliknya.Theo segera berdiri dengan sedikit melompat. Dia tidak boleh berlama-lama berada dalam posisi seperti tadi, karena terlambat semenit saja, bisa-bisa dia kehilangan pengendalian dirinya."Maaf, saya tidak sengaja menarik tubuh Tuan," ucap Sarah dengan suara bergetar."Tidak apa-apa. Nona Sarah tidak perlu mengantar saya keluar, saya bisa sendiri." Theo segera berjalan ke pintu dan keluar dari rumah Sarah tanpa menoleh."Apa tadi? Apa yang terjadi denganku tadi?" tanya Theo tidak percaya.Dia bergegas keluar dari gedung tempat Sarah tinggal. Supir dan seorang penga
"Apa aku mengatakan Pasaigi?" tanya Theo berpura-pura salah bicara."Maksudku rumah sakit," lanjutnya mencoba mengkoreksi perkataannya semula. Theo lega karena sepertinya Rachel dan Nadine mempercayainya karena mereka tidak bertanya lebih jauh lagi.Namun Sarah cukup kaget karena Theo menutupi kenyataan bahwa dia tinggal di Pasaigi. 'Kenapa? Apa dia ingin menyelamatkanku dari cibiran Rachel dan Nadine? Atau dia tidak ingin orang-orang tau kalau dia ke Pasaigi bersamaku demi menyelamatkan mukanya?' batin Sarah."Baik, jadi mari kita mulai pertemuannya," sahut Rachel yang tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi sebelumnya..Theo mengangguk lalu mempersilakan Nadine untuk menjelaskan. Nadine menyerahkan proposal yang sudah disiapkan kepada Theo dan Rachel, lalu meletakkan milik Sarah yang masih melamun di atas meja."Sarah!" panggil Rachel sambil menyikut tangannya. Sarah langsung tersadar dan mengambil proposalnya."Jadi dalam rangka ulang tahun perusahaan, kami akan mengadakan lo
"Tolong jawab Nona Sarah, apa benar anda mengajar salah satu murid secara privat?" desak kepala sekolah. Sarah terdiam beberapa saat lalu menganggukkan kepalanya perlahan. Kepala sekolah menghela napas panjang."Katanya anda dibayar mahal untuk itu dan anda juga menawarkan jasa les privat kepada anak-anak lain, dengan syarat harus dirahasiakan. Apa itu benar?" Mata Sarah terbelalak. Siapa yang sudah memfitnahnya dengan kejam seperti ini?"Tidak Pak, saya tidak pernah menawarkan jasa les privat kepada anak-anak lain. Saya mengajar privat karena diminta oleh sekolah musik tempat saya bekerja. Saya tidak tahu kalau dia murid Pioneer sebelumnya," jelas Sarah."Tapi setelah tahu anda tetap melanjutkan?" Sarah kembali mengangguk dengan pelan."Anda tahu peraturannya dan anda tetap melanggarnya. Apa anda tahu kalau orangtua murid sangat sensitif dengan hal-hal seperti ini? Mereka semua membayar dengan harga yang sama, tentu saja mereka mengharapkan anak-anaknya diperhatikan dengan sama. T
"Mau membicarakan apa Tuan?" tanya Sarah kaget."Saya akan mengantar Nona Sarah pulang, kita bicara di jalan," jawab Theo sambil menunjuk ke arah mobilnya. Sarah mengikuti Theo dengan patuh."Saya mau minta maaf karena les privat Grace ini sudah membuat anda menghadapi masalah," ucap Theo setelah mereka mulai meluncur di jalan.Sarah menatap keluar jendela."Tidak apa-apa, itu bukan salah anda dan Grace. Saya seharusnya lebih hati-hati dalam bertindak," jawab Sarah pelan."Jadi, apa anda sudah memutuskan akan memilih yang mana?"Sarah menatap Theo sebentar lalu kembali menatap keluar jendela."Masih saya pertimbangkan.""Karena masalah ini ada kaitannya dengan saya, boleh saya mengatakan sesuatu?" Theo melirik Sarah."Silakan.""Kalau anda memilih Pioneer saya akan tetap membayar anda. Tapi kalau anda memilih untuk terus mengajar Grace maka saya berharap anda dapat mengajar dia tiap hari, Saya akan membayar gaji anda sebesar yang anda terima di Pioneer atau lebih. Uang sama sekali buk
"Saya mengerti. Bagaimanapun juga bekerja di sekolah lebih menguntungkan bagi anda," ucap Theo pelan lalu mengambil kopi yang sudah selesai dibuat dan menyerahkan salah satunya kepada Sarah. "Terima kasih untuk pengertian anda," jawab Sarah lembut sambil menerima kopi yang diberikan Theo. Mereka berdua lalu berjalan masuk. Theo sangat kecewa karena sangat berharap Sarah akan terus datang ke rumahnya. Dia tidak mengerti mengapa dia merasa seperti ini. Padahal Sarah bukan siapa-siapa. Mereka bahkan tidak begitu dekat, tapi Theo merasa seperti akan berpisah dengan seseorang yang sangat dia sayangi. Nadine dan ibunya, Angel ternyata sudah menunggu di kantor notaris dengan tidak sabar. Sarah masuk dan sama sekali tidak menyapa mereka. "Sarah, anakku. Bagaimana kabarmu, nak?" sapa Angel seakan-akan sangat merindukan Sarah. Sarah diam saja. Dia tahu ibu tirinya sedang bersandiwara di depan Theo, tapi dia tidak ingin terlibat. Dia muak melihat wajah munafik ibu tirinya. "Sepertinya kit