Wanita itu mengangguk dengan mata penuh antisipasi, jelas bahwa dia sangat menantikan hari di mana dia memiliki tokonya sendiri.Begitu Amel selesai berbicara, oven di dekatnya mengeluarkan bunyi dentingan.Amel mengenakan sarung tangan tebal dan mengeluarkan adonan kuenya. Kemudian, dia dengan hati-hati mengoleskan krim serta hiasan coklat. Terakhir, dia menaruh hiasan untuk anak kecil sebelum dengan hati-hati memasukkan kue itu ke dalam kotak.Sebelum kuenya siap, Dimas sudah menelepon mandor. Dia meminta mandor datang ke alamat ini untuk mengambil kue itu.Saat sampai, sang mandor ragu-ragu di depan toko sebelum akhirnya mendorong pintu, lalu masuk.Bagaimanapun juga, toko ini kelihatannya mahal. Mereka biasanya memesan kue dari toko kue seperti Toko Kue Bahagia. Mana pernah mereka pergi ke tempat mewah seperti ini?Manajer baru itu sungguh murah hati.Begitu sang mandor masuk, dia melihat apa yang terpajang di etalase.Begitu mandor itu melihat kue itu, jantungnya langsung berdebar
Dimas memegang kunci dengan gantungan boneka beruang itu, mengguncangnya, lalu berkata, "Urusan seperti ini harusnya dilakukan oleh pria."Setelah mengatakan itu, Dimas menaiki motor.Sosok ramping dan wajah tampan pria itu sangat tidak sesuai dengan motor kecil ini. Entah kenapa, Amel berpikir bahwa Dimas lebih cocok menaiki mobil.Namun, Amel tidak memikirkan hal ini lebih jauh lagi. Dia dengan patuh duduk di belakang sambil memegang kue dan tempat makanan penutup.Motor kecil yang ditinggalkan rekan kerja Dimas itu berukuran relatif besar, dengan rak kecil di depan. Amel jadi bisa duduk di belakang sambil memegang kue dengan tenang."Duduk baik-baik."Suara lembut dan rendah pria itu terdengar dari depan.Amel menjawab dengan gumaman lembut, lalu meraih sudut baju Dimas dengan tangannya.Dimas yang menyetir di depan jelas merasakan pakaiannya ditarik. Dia menundukkan kepalanya, melirik pakaiannya yang ditarik ke belakang dengan sedikit ketidakpuasan di matanya.Apa cukup aman hanya
Irfan yang tidak bisa menahan tekanan itu langsung menerobos kerumunan, lalu menuju ke meja makanan penutup. Dia mengulurkan tangan, mengambil kue dan mulai memakannya.Begitu kue itu masuk ke dalam mulut Irfan, krimnya yang lembut dan manisnya susu membuatnya tidak bisa menahan diri untuk memuji, "Kue ini enak sekali. Ayo cepat kalian coba."Irfan mengambil sepotong kue lagi, lalu kembali mempromosikannya dengan penuh semangat, "Enak sekali. Rasanya nggak terlalu manis, kuenya empuk, lalu krimnya juga lembut."Pria itu memperhatikan saat semua orang mulai mengambil kue satu per satu. Dia berpikir dalam hati, 'Ayo cepat, cepat cobalah. Katakan bahwa kuenya enak segera setelah kalian makan. Ini adalah buatan nyonya bos kalian!'"Benar, enak.""Kue dari toko mana ini? Enak sekali."Dengan kata pujian dari Irfan, tak ada yang berani mengatakan kue ini tidak enak.Amel tidak menyangka para pelanggan ini akan sangat menyukai kuenya. Dia merasa tersanjung dan segera merekomendasikan tokonya,
Gadis kecil itu cukup patuh. Dia mengangkat kepalanya dan menyapa dengan manis, "Halo, Paman. Halo, Bibi cantik."Amel sedikit tersipu saat mendengar panggilan 'Bibi cantik' ini, tapi Dimas yang ada di sampingnya merasa cukup senang. Dimas menundukkan kepalanya, lalu menatap gadis kecil yang tingginya baru mencapai lututnya itu dengan puas.Amel berjongkok di depan anak itu, mengulurkan kepalannya sambil berkata, "Selamat ulang tahun."Setelah mengatakan ini, Amel perlahan membuka telapak tangannya, memperlihatkan sepotong cokelat yang tergeletak di tangannya.Amel memiliki kebiasaan membawa permen. Melihat gadis kecil yang lucu dan pintar ini, Amel ingin lebih dekat dengannya."Terima kasih, Bibi cantik."Kemudian, gadis kecil itu dengan gembira pergi ke meja anak-anak sambil memegang permen itu.Dimas yang berdiri di sebelah, tidak menyangka Amel tiba-tiba akan berjongkok, lalu mengeluarkan permen dari sakunya.Wanita ini seperti memiliki pesona istimewanya sendiri. Terlepas dari lin
Csshh.Suara desisan dari panci presto yang ada di atas kompor memotong pembicaraan mereka. Istri mandor dengan terampil mengangkat panci presto.Dia melepaskan tekanan panci presto secara manual, lalu menyajikan daging yang terlihat lezat ke meja makan.Para pria dengan cepat berkumpul saat melihat makanan sudah selesai dimasak. Sementara itu, Dimas yang awalnya terlihat dingin di mata mereka, sekarang tampak jauh lebih mudah didekati.Pada saat ini, meskipun Dimas sedang dikelilingi oleh banyak orang, tatapannya tetap tertuju pada sosok wanita yang sedang sibuk di dapur.Makin dekat Dimas dengan Amel, makin banyak keunikan yang bisa dia lihat dari diri wanita itu.Di tengah ataupun di luar kerumunan, Amel bagaikan magnet yang menarik perhatiannya."Pak Dimas," seru seorang rekan Dimas.Seruan ini membuat Dimas kembali tersadar. Dia pun mengalihkan tatapannya ke orang yang memanggilnya."Ayo, aku akan bersulang untukmu dengan segelas bir ini."Sang mandor memegang segelas besar bir de
Dimas yang sedang bersandar di bahu Amel tidak menjawab, hanya menurunkan tatapannya.Wangi yang segar dari wanita di sampingnya membuat Dimas merasa tenang.Tidak ada balasan untuk sekian lama, Amel pun menghela napas dan menatap Dimas yang sedang bersandar padanya."Kamu mabuk," gumam Amel.Dimas memejamkan kedua matanya dan membatin, 'Ya, aku mabuk.'Amel tidak terlalu tahu cara untuk menjaga orang yang mabuk, tapi selama perjalanan, dia selalu memperbaiki posisi begitu Dimas merasa tidak nyaman, seolah khawatir Dimas tidak nyaman dengan posisi duduknya.Suhu di mobil cukup tinggi, sehingga dahi Dimas sedikit berkeringat.Amel menyadarinya dan menyeka keringat Dimas.Selagi menyeka keringat, fokus Amel beralih pada hal lain.Kulit Dimas bagus sekali.Wajah Dimas juga sama sekali tidak berjerawat.Bahkan pori-porinya pun tidak tampak.Apakah Dimas melakukan prosedur kecantikan?Amel langsung menghilangkan pikiran-pikiran tersebut.Apa yang sedang dia pikirkan?Amel tersadar kembali,
Namun, mereka sudah menjadi sepasang suami istri, jadi menyeka badan adalah hal yang biasa, bukan?Setelah sekian lama, akhirnya Amel selesai mengurus Dimas. Kemudian, dia pun mandi dan menyelimuti diri di sisi lain kasur.Meskipun hari ini sangat produktif, rasanya sangat melelahkan.Amel langsung tertidur setelah berbaring di kasur.Dimas yang dari tadi berdiam diri pun membuka matanya. Kedua matanya sangat jernih dan tidak tampak seperti orang mabuk.Dimas menoleh untuk melihat wanita di sampingnya, kemudian mendekatinya.Amel tertidur pulas.Tampaknya hari ini Amel benar-benar lelah.Dimas membungkuk dan mencium dahi Amel.Kemudian, dia menopang kepalanya untuk melihat Amel.Entah sejak kapan, fokusnya selalu tertuju pada tubuh Amel.Dimas pun menyadari bahwa dirinya menginginkan lebih banyak lagi, tapi juga tidak berani terlalu gegabah karena khawatir akan membuat Amel takut, sehingga dia merancang kejadian malam ini."Hm ...."Dimas yang sedang melamun pun tersadar karena suara t
Wajah manajer toko menjadi kaku karena tertawa. Namun, dia tidak bisa mengatakan sepatah kata 'tidak' pun kepada Amel.Amel melihat sekeliling dengan tidak percaya. "Ini .... Semuanya untuk saya?"Dia tidak menyangka akan ada hari di mana manajer toko berubah sikap.Jika bukan karena melihat komisi itu benar-benar ada di depan matanya, Amel benar-benar menduga bahwa dia belum bangun pagi ini.Namun, uang itu memang sudah seharusnya menjadi miliknya. Jadi, Amel berhak mengambilnya.Amel mengambil uang tersebut sambil berkata dengan tulus, "Terima kasih, Bu."Manajer toko menatap uang tersebut dengan perasaan tertekan, jari-jarinya juga makin kaku.Uang yang hampir masuk ke sakunya, sekarang harus diambil kembali. Rasanya benar-benar menyakitkan.Amel menarik-narik dan gagal menarik uang itu dari tangan manajer toko.Amel menatap manajer toko dengan canggung dan bertanya dengan bingung, "Bu?"Mendengar Amel memanggilnya, tiba-tiba saja tubuh manajer toko itu gemetar dengan hebat.Benar.
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,