“Untuk apa?” Olivia sudah tidak tahu lagi untuk apa dirinya hidup. Orang yang disayanginya sudah tidak menganggapnya ada. Semua rasa dendam yang ingin dibalaskannya pada Miranda adalah salah satu cara untuk menyadarkan ayahnya. Namun, semua itu sepertinya tidak ada gunanya. Karena di hati sang ayah hanya ada wanita jahat itu. “Jangan bertindak bodoh!” tukas Nolan. Olivia hendak melompat. Akan tetapi, Nolan berhasil menangkap tubuhnya. Sehingga dia tidak terjatuh ke bawah. “Mengapa kamu menyelamatkan aku? Aku adalah wanita yang tidak beruntung. Tidak ada yang menginginkan aku!” Olivia berkata kepada Nolan. “Wanita bodoh! Siapa yang tidak beruntung? Kamu adalah wanita yang beruntung. Kamu harus ingat itu!” Olivia langsung memeluk Nolan. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia meluapkan semua rasa sedihnya. Nolan pun membalas pelukannya. Dia bertanya padanya apa yang sudah terjadi. Dia hanya memeluk wanita yang saat ini sedang berada di titik lemahnya. “Menangislah. Aku akan sel
“Kamu dengar sendiri bukan? Nolan saja masih mencintai aku. Dia tidak akan pernah bisa lepas dariku,” Miranda berkata pada Olivia.Miranda merasa senang setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Nolan barusan. Itu membuatnya semakin yakin jika semua keinginannya bisa tercapai dengan mudah.“Sungguh? Kamu semakin percaya diri sekali jika aku masih mencintaimu!” timpal Nolan. Olivia hanya diam melihat kedua orang yang ada di depannya. Dia masih tidak memahami sikap dan perkataan Nolan.Dia pun melihat Miranda yang semakin kesal. Ada rasa senang di dalam hatinya saat melihat itu semua.“Asal kamu tahu, Miranda. Namamu sudah hilang di dalam hatiku. Saat kamu menghilangkan nyawa bayiku!” ujar Nolan. Dengan nada penuh kemarahan.“Itu bukan salahku. Semua itu hanya kecelakaan sehingga aku kehilangannya. Apa kamu tahu jika aku sangat menderita akan hal itu?” “Menderita? Namun, aku melihat kebahagiaan di saat kamu menikah dengan Leon Sander. Padahal itu satu hari setelah kematian bayi
“Siapa kamu?” tanya Olivia. Pada wanita yang sudah ada di depannya. Olivia melihat wanita itu tersenyum kepadanya. Dia terus menatap wanita itu sembari mengingat apakah dirinya pernah bertemu dengannya. Akan tetapi, dia sama sekali belum pernah bertemu dengannya. “Aku Haruka.” “Apakah kita pernah bertemu?” Olivia kembali bertanya. Dengan nada penasaran karena dia sama sekali tidak pernah bertemu dengannya. “Boleh aku duduk?” “Duduklah!” sambung Olivia. Dia masih belum bisa melepaskan pandangannya dari wanita yang sekarang duduk di depannya. Olivia pun menunggu wanita itu menjelaskan maksud menemuinya. “Kamu pasti penasaran denganku, ‘kan?” Haruka bertanya pada Olivia. “Katakan saja apa yang kamu inginkan?” “Aku ingin membeli beberapa lukisan milikmu,” jawab Haruka. “Lukisan?” Haruka mengangguk. Dia mengatakan jika dirinya adalah pengagum dari lukisan Olivia. Dia melihat lukisan Olivia saat berada di Indonesia, di sebuah galeri kecil. Namun, sangat disayangkan jika ga
"Kamu ingin tahu?” tanya Nolan. Yang ternyata tidak tertidur. Olivia melihat Nolan yang menatapnya dengan tatapan lembut. Padahal suasana hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Dia masih penasaran dengan apa yang barusan dikatakan oleh Nolan pada orang yang menghubunginya. “Apa kamu cemburu pada, Eiji?” jawab Olivia. Dengan sebuah pertanyaan lagi. Dia tidak mendapatkan jawaban dari pria yang ada di sampingnya. Dia pun kembali mengingatkan jika mereka berdua bukan pasangan kekasih seperti biasa. Hubungan mereka adalah sebuah kerja sama yang saling menguntungkan. “Aku tahu. Aku hanya tidak ingin jika pria itu mengacaukan semua rencana kita untuk belas dendam pada ibu tirimu,” jawab Nolan. “Jangan ada cinta di antara kita. Itu lebih baik untuk kelancaran kerja sama kita.” “Baiklah. Bagaimana jika aku menginginkanmu sekarang,” sambung Nolan. Lalu dia mengubah posisi tubuhnya menjadi di atas tubuh Olivia. “Jangan bercanda! Ini di tempat umum. Bagaimana jika ada yang melih
Nolan menatap wanita yang ada di depannya. Dia semakin penasaran dengan apa yang sudah terjadi pada Olivia. Sehingga wanita itu lemah dalam menghadapi Miranda. “Katakan padaku, Angel!” Nolan kembali berkata dengan nada memerintah pada Angel. Dia memang sudah mencari tahu tentang semua hal yang berkaitan dengan Olivia. Namun, hanya satu hal itu saja yang belum bisa diketahui olehnya. “Dia ....” Sebelum Angel melanjutkan kalimatnya, ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya yang ada di dalam saku celananya. Dia melihat nama Olivia yang tertera di layar ponselnya. “Halo,” ucap Angel. Setelah dia mengangkat teleponnya. Angel mendengarkan apa yang dikatakan oleh Olivia. Matanya berkeliling untuk mencari keberadaan sang sahabat. Dia pun akhirnya tahu di mana posisi sahabatnya itu. “Aku tahu. Kalau begitu aku segera pergi ke sana,” Angel berkata. Lalu dia menutup sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Nolan. “Aku harus pergi. Mungkin sebaiknya kamu cari tahu sendiri apa ya
Nolan mengambil kain yang ada di atas sofa, dia melihat ada noda darah. Dia terdiam sejenak saat melihat itu. “Apakah ini pertama kali baginya?” gumamnya. Tidak begitu lama dia melihat Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Wanita itu mendekat ke arahnya dan menatapnya. “Apakah tadi, Ian?” tanya Olivia pada Nolan. Sembari berjalan mendekat ke arahnya. “Iya. Dia mengatakan jika penerbangan kita dipercepat.” “Kalau begitu aku akan bersiap,” sambung Olivia. Nolan melihat Olivia berjalan mendekat ke arah nakas dan mengambil ponselnya. Lalu menghubungi seseorang. Dia melihat ke arahnya terus dan mendengarnya menyebut nama Angel. “Hari ini aku akan kembali ke Indonesia,” ucap Olivia pada Angel yang ada di ujung telepon. Olivia kembali mendengarkan perkataan sang sahabat. Yang mengatakan jika dirinya tidak bisa kembali ke Indonesia dalam beberapa hari ke depan. Dia pun menutup sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Nolan. Setelah dia berada di dekat Olivia sembari memeluknya da
"Sedang apa kamu di sini?” tanya Olivia pada orang yang ada di depannya.“Olivia ... aku ....” “Katakan padaku, Angel!” perintah Olivia pada sang sahabat.Dia tidak tahu jika sang sahabat ada di rumah ini. Dia maju dua langkah dan terus menatap sahabatnya. “Mengapa diam? Apakah kamu hanya ingin bicara dengannya saja?!” Olivia kembali bertanya dengan nada sedikit menekan.“Bukan begitu. Aku hanya tidak ingin merepotkan kamu saja.”Olivia diam dan mendengarkan penjelasan sahabatnya itu. Muncul rasa kecewa di dalam hatinya. Karena sang sahabat lebih memilih meminta bantuan pada Nolan dibandingkan dirinya. “Kalian lanjutkan saja!” Olivia berkata lalu berjalan keluar. “Tunggu, Olivia! Kamu jangan salah paham denganku.” Olivia menepis tangan Angel dan dia mengabaikannya. Dia benar-benar kecewa dengan sahabatnya itu. Dia mempercepat langkahnya dan sudah ada di dalam kamar. Dia menghentikan langkahnya saat sudah ada di dekat meja. Dia melihat tiket penerbangan menuju ke Indone
“Aku tidak mengikutimu,” Pria itu menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Olivia padanya. “Lantas bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini? “Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di sini. Dan kebetulan melihatmu,” jawab pria itu. Olivia memberikan kesempatan pada pria itu untuk menjelaskan semuanya. Sembari melihat anak-anak yang ada di depannya. “Eiji, kamu ada di sini?” tanya Ae-Ri. “Ae-Ri, kamu mengenalnya?” sela Olivia. “Tentu saja.” Olivia pun melihat Ae-Ri duduk di depannya. Dia juga melihat senyum wanita itu saat melihat Eiji. Dia tidak tahu jika mereka berdua saling mengenal. Dia pun memperhatikan mereka berdua yang sedang mengobrol. Sekilas dia melihat Ae-Ri tersipu karena mendengar pujian yang dilayangkan Eiji padanya. “Kalian lanjutkan! Aku harus menemui, Ibu Park,” ucap Olivia. Sembari berdiri lalu berjalan meninggalkan mereka berdua. “Aku ikut denganmu. Ya,” timpal Ae-Ri. Itu membuat Olivia berhenti melangkah. “Tidak perlu. Kamu temani saja dia!” Ol
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb