"Tidak sekarang.” Olivia menolak keinginan Nolan. Dia masih belum bisa melupakan kesedihannya atas kematian Alin. Akan tetapi, Nolan tidak melepaskannya. “Aku akan membuatmu relaks,” sambung Nolan. Lalu dia kembali mencium bibir Olivia. Olivia tidak bisa menolak ciuman Nolan. Dia memejamkan matanya dan menikmatinya. Namun, dia langsung mendorong tubuh Nolan perlahan. Dia berdiri dan berlari ke dalam kamar mandi. Rasa mual yang cukup hebat dirasakan olehnya. Sehingga dia mengeluarkan semua makanan yang masuk ke dalam perutnya. “Ada apa?” tanya Nolan. Setelah dia mengikuti Olivia masuk ke dalam kamar mandi. “Aku tidak tahu.” Olivia kembali merasa mual dan dia muntah. Dia tidak tahu mengapa seperti itu. Akhirnya rasa mualnya terhenti. Dia berdiri tetapi kepalanya mendadak pusing dan tubuhnya terasa lemas. “Olivia!” panggil Nolan. Sembari memegang tubuh Olivia yang hampir terjatuh. Nolan pun langsung menggendong Olivia. Dia membaringkan Olivia di atas ranjang. Dia mengambil
Olivia langsung berlari saat melihat Nolan yang mulai mendekat ke arahnya. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya. Saat dirinya hendak menutup pintu kamar tidak bisa. Karena Nolan berhasil menyelipkan kaki kanannya. “Kali ini kamu tidak akan aku lepas!” ujar Nolan. Dengan nada sedikit menekan lalu mendorong dengan kuat pintu kamar. “Sungguh?” Olivia kembali menggoda Nolan yang saat ini sudah ada di dalam kamarnya. Dia juga melihat Nolan yang menutup pintu kamar lalu menguncinya. Sekarang dia melihat aura Nolan yang berbeda, sehingga dirinya mulai waspada. ‘Bahaya! Mengapa aku memancingnya?’ Olivia membatin. Dia melihat Nolan yang semakin dekat dan sorot matanya penuh dengan arti ingin memakannya. Dia seperti binatang buas yang hendak menangkap mangsa yang sudah diincarnya sedari tadi. Olivia berjalan mundur dan dia pun hampir terjatuh. Namun, dengan cepat Nolan memegang tangannya lalu menariknya. “Malam ini kamu tidak bisa lepas dariku!” ucap Nolan. Lalu dia menyeringai. “Ti
Olivia membuka matanya saat alarm ponselnya berdering. Dia melihat ke sampingnya ada Nolan yang masih terlelap. Dia menatap pria itu dan menjulurkan tangannya. Lalu menyentuh keningnya dengan lembut. “Apa tidurmu nyenyak semalam?” tanya Olivia. Dengan suara parau.
“Bagaimana perasaanmu jika sahabatmu sendiri ingin menghabisimu?” pria itu bertanya pada Olivia.Olivia tidak menjawab pertanyaan pria itu. Dia pun kembali mendengarkan perkataan pria itu yang mulai menyudutkan Angel. Dengan kata lain Angel menginginkan kematian Olivia.“Apa itu benar, Angel?” tanya Olivia. Setelah dia mendengar apa yang dikatakan pria itu.Dia menatap sahabatnya dengan lekat. Batinnya berkecamuk. Muncul pikiran antara percaya dan tidak jika sahabatnya menginginkan kematiannya. Olivia masih menunggu jawaban sang sahabat. Namun, dia melihat Angel pergi begitu saja tanpa menjelaskan semuanya. “Kamu sudah bisa menilainya bukan? Dia hanya ingin melihat kematianmu! Hari ini kamu beruntung,” Pria itu berkata.“Tunggu! Siapa kamu sebenarnya?!” “Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Karena itu tidak penting!” “Katakan padaku! Apa alasannya? Mengapa dia membenci aku?” “Kamu pikirkan saja sendiri! Apakah kamu memang sudah menjadi t
Olivia hendak berdiri tetapi Nolan melarangnya. Sehingga dirinya tetap berada di atas pangkuan Nolan. Dia menatap pria yang duduk di sofa yang tidak lain adalah Alex. “Katakan!” ucap Nolan dengan datar. “Dia ingin ke kembali ke Indonesi
"Tunggu! Apakah kamu akan pergi sendiri?” tanya Nolan. Sembari memegang tangan Olivia yang hendak pergi.“Iya. Aku harus pergi sendiri. Bagaimanapun juga dia ayahku dan tidak mungkin akan menghabisiku.” Olivia melepaskan tangan Nolan. Dia berjalan ke luar dari dalam kamarnya. Entah mengapa dia tidak bisa hidup dengan tenang dan selalu saja ada masalah yang menghampirinya. “Pergilah bersama sopir yang tadi mengantarmu,” ucap Nolan yang berjalan mengikuti Olivia.“Oke. Percayalah tidak akan terjadi sesuatu padaku.” Olivia berkata pada Nolan sembari memberikan senyumannya. Dia pun kembali berjalan ke luar dari ruang kerja Nolan. Dan langsung menuju ke luar perusahaan. Di luar sudah menunggu sopir dan mobil yang tadi mengantarnya.Dia pun masuk ke dalam mobil. Dan sang sopir langsung menjalankan mobilnya ke luar dari area perusahaan. Sang sopir juga sudah tahu tujuan sang nona karena sang tuan sudah menghubunginya. “Begitu tidak sabar untuk menghak
Olivia masih terlelap di dalam mobil. Semenjak meminum obat yang diberikan oleh Alex, dia mudah tertidur. Dia membuka matanya saat mobil baru saja berhenti.“Mengapa kamu membawaku ke sini?” tanya Olivia. Pada sang sopir.“Tuan, menyuruh saya untuk membawa Anda ke sini.”
“Apa kita pernah bertemu?” Olivia kembali bertanya pada pria yang ada di sampingnya.Dia menggeser tubuhnya saat pria itu duduk di sampingnya. Dia meningkatkan sedikit kewaspadaannya. Sebab dia tidak tahu siapa pria itu dan apakah memiliki maksud buruk atau tidak kepadanya.Olivia mulai merasa tidak nyaman dengan pria yang ada di sampingnya. Meski pria itu tidak mengatakan apa-apa tetap saja tatapannya membuatnya berpikir untuk menjauh.
Olivia berdiri di balkon apartemennya. Dia hanya diam sembari melihat langit biru yang cerah. Wajahnya terpancar kesedihan dan rasa kesepian karena selama dua bulan ini dirinya tidak bertemu dengan Nolan. “Sampai kapan kamu akan terus berada di dalam apartemenmu ini?” tanya Adel yang baru saja berdiri di sampingnya. “Malam ini aku akan berada di apartemen ini. Setelah itu aku akan kembali ke rumahku.”“Apakah kamu masih belum mau menemui, Nolan?” “Dia sudah bahagia bersama dengan wanita itu.”“Kamu salah.”“Aku tidak salah.”Olivia melihat ke arah Adel dan wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham mengapa Adel masih saja membela Nolan yang sudah memutuskan untuk bersama dengan wanita itu bukannya menemuinya. “Olivia, malam itu dia memang menemui Miranda. Namun, setelah itu dia pergi dan langsung menuju ke Paris. Ada rekan bisnisnya yang mengalami penyerangan.”“Kalau itu aku tidak tahu. Ceritakan lagi padaku yang sebenarnya terjadi!” “Makannya kalau dia menghu
Sudah satu minggu Olivia belum mendapatkan kabar tentang Nolan. Rasa khawatir semakin bergelayut di dalam hatinya. Akan tetapi, dia selalu berusaha untuk bersikap tenang. Sebab dia yakin jika Nolan akan kembali ke sisinya. Di saat kepergian Nolan semua rencananya berjalan dengan lancar. Dia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Dia juga berhasil membuat Miranda mundur beberapa langkah dari rencana yang sudah dibuat. “Apa kamu sudah puas, Olivia?! Kamu sudah mengambil semuanya. Sekarang biarkan aku bersama dengan ayah dari bayi yang aku kandung ini,” tanya Miranda dengan nada kesal. “Puas? Aku sama sekali tidak puas karena kamu sudah membuat hidupku hancur. Apakah kamu sempat berpikir yang kamu lakukan itu adalah hal buruk?” “Aku tidak peduli akan hal buruk atau baik. Karena aku hanya ingin memiliki apa yang seharusnya menjadi milik aku!” Olivia tersenyum kecut saat mendengar perkataan Miranda. Dia tidak habis pikir semua yang dimilikinya mengapa bisa seh
Olivia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, dia tidak bisa mempercayai semua perkataan yang diucapkan oleh wanita itu tentang Nolan. “Jangan asal bicara! Sebaiknya jangan mencari masalah di sini!” tukas Nolan. Yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya yang tidak lain adalah Miranda. “Jangan membuangku begitu saja Nolan! Kamu harus bertanggung jawab! Ini adalah bayimu dan aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah.” Miranda terus saja mengatakan jika dirinya tengah hamil. Dia pun menunjukkan buktinya. Dia begitu percaya diri jika dirinya sedang hamil anak dari Nolan dan tidak lama lagi pria itu akan menjadi miliknya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan Nolan dengan semua bisnisnya. Olivia hanya diam mendengar semua perkataan yang dilayangkan oleh Miranda. Dia mengingat kembali kedekatan Nolan bersama Miranda selama satu tahun terakhir ini. Dan itu memungkinkan terjadinya hal i
“Kamu akan tahu sebentar lagi,” Nolan menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan oleh Olivia kepadanya. Olivia pun kembali melihat ke arah Tom setelah mendengar jawaban Nolan. Dia melihat Tom yang juga menatap ke arah Nolan dengan tatapan penuh rasa kesal. Dan pria itu memutuskan sambungan teleponnya. “Mengapa kamu melakukan semua ini?!” tanya Tom dengan nada tinggi pada Nolan. “Sudah aku katakan bukan padamu. Jika aku tidak akan melepaskan siapa saja yang ada kaitannya dengan kecelakaan itu.” “Aku yang menyelamatkannya. Jika tidak ada aku maka dia akan mati.” “Sungguh? Kamu begitu yakin.” Olivia masih merasa bingung dengan perdebatan mereka berdua. Dia pun mulai berpikir apakah kecelakaan yang sedang mereka bicarakan adalah kecelakaan yang menimpanya satu tahun yang lalu di Bali. “Yang aku tahu jika kamu memang melakukan semua itu hanya ingin membuat Olivia berada di sisimu,” Nolan kembali berkata pada Tom. “Apa tujuannya melakukan semua ini?” Olivia akhirnya bertanya p
Olivia masih mendengar pintu apartemennya diketuk. Dia akhirnya kembali melihat siapa orang yang ada di balik pintu. Dia melihat seseorang yang dikenalnya. Sehingga membuatnya bernapas lega. Lalu membuka pintu apartemennya. “Mengapa lama sekali membukanya?” tanya orang itu. Setelah Olvia membuka pintu apartemennya. “Aku pikir bukan kamu.” “Lantas siapa?” “Tadi ada yang mengetuk pintu tetapi sewaktu aku melihat di layar tidak ada siapa-siapa,” jelas Olivia. Sembari memutuskan sambungan teleponnya. Dia merasa sedikit tenang karena yang ada di hadapannya saat ini adalah Tom. Dia berpikir jika pria itu masih ada di luar negeri ternyata sudah ada di Jakarta. “Kapan kamu kembali? Mengapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah ada di Jakarta?” Olivia bertanya pada Tom. “Dua jam yang lalu. Dan aku langsung ke sini karena ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Olivia melihat Tom berjalan menuju sofa. Dia pun mengikuti pria itu dan duduk tepat di hadapannya. Dia menunggu apa yang ingi
Karyawan wanita itu menjerit karena terkejut dan itu membuat Angel yang ada di ruangannya ke luar. Dia langsung menuju suara jeritan itu dan akhirnya dia melihat seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya ke arah karyawannya. “Siapa kamu?” tanya Angel pada wanita yang terlihat sedang mengancam karyawannya. Olivia langsung mengubah posisi tubuhnya dan dia melihat ke arah Angel. Dia memberikan senyumannya dan mendekat ke arah wanita yang sudah membantunya selama ini dan bahkan sempat bermusuhan juga dengannya. “Olivia ...,” ucap Angel saat melihat wajah wanita yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. “Apa kamu juga akan takut melihat aku?” tanya Olivia pada Angel. Setelah dia ada di hadapannya. “Aku sama sekali tidak takut meski kamu adalah hantunya sekalipun,” timpal Angel. Karena dia memang sudah melihat Olivia saat bertemu dengan Nolan. “Baguslah kalau begitu.” Setelah mengatakan itu Olivia pun berjalan kembali dan melewati Angel. Dia mulai memperhatikan satu per
"Sayang, mengapa kamu begitu manis hari ini? Dan kamu memintanya duluan,” ucap Miranda. Dengan nada sedikit menggoda. Tanpa banyak bicara lagi. Nolan beranjak dan berjalan ke luar dari dalam ruangan. Begitu juga dengan Miranda yang berdiri dan menatap ke arah Olivia. “Kamu dengar barusan bukan? Jika dia menginginkan aku dan bukan kamu. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan kemarin di Bali bersama dengannya. Sebab kamu hanya wanita saat saja baginya.” Miranda pun berjalan ke luar setelah mengatakan itu. Dia tersenyum puas dan penuh kemenangan. Dia tidak mengira juga jika Nolan menginginkannya dan mengatakannya di depan wanita yang sangat mirip dengan putri tirinya. Olivia tersenyum miring. Dia pun melihat kepergian Miranda. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan mereka berdua lakukan. Tidak begitu lama ada sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkannya pesan singkat. “Untuk apa lagi dia mengirimkan aku pesan? Buka
“Terima kasih karena kamu sudah mengantarnya,” ucap Olivia pada karyawan wanita yang ada di depannya. “Nona, apakah ada yang perlu saya bantu?” Karyawan wanita itu bertanya pada nona yang ada di depannya. “Tidak ada. Kamu boleh kembali ke posisimu.” Olivia melihat karyawan wanita itu mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Lalu menutup pintu ruang kerjanya dengan rapat. Sekarang dia menatap orang yang ada di depannya yang juga sedang memandanginya. Dia sama sekali tidak bicara karena dia ingin orang itu yang lebih dahulu mengatakan maksud kedatangannya. “Mengapa? Mengapa kamu tidak begitu lemah?” tanya orang itu pada Olivia. “Lemah? Apakah aku selama ini kamu anggap seperti wanita lemah?” Olivia sedikit geram dengan pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di depannya. Padahal selama ini dirinya berusaha untuk menjadi wanita yang lebih kuat untuk menghadapi ibu tirinya. “Kalau begitu mengapa kamu memutuskan untuk menjauh dariku?” “Nolan Raymond, bukan
Nolan menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilayangkan olehnya pada Olivia. Dia tidak paham mengapa Olivia mengatakan jika kali ini adalah yang terakhir. Dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Olivia. Dan wanita itu beranjak dari atas ranjang lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Sebenarnya apa yang akan dilakukan olehnya?” gumam Nolan. Sembari mengambil ponselnya yang ada di atas lantai. Dia melihat ke layar ponselnya dan melihat nama Miranda. Dia mengabaikan panggilan dari wanita itu. Sebab dia sudah merasa muak dengan Miranda yang tidak henti membuat masalah. Padahal dia sudah memberikan kesempatan pada wanita itu. Nolan mengabaikan panggilan telepon dari Miranda. Dia sedang tidak ingin bicara dengannya. Dia masih memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh Olivia. Tidak berselang lama Olivia ke luar dari dalam kamar mandi. Dia masih melihat Nolan yang duduk di atas ranjang. Dia mengabaikan pria itu dan merapikan barang-barang miliknya karena dia akan kemb