Kelly masih mual dan muntah-muntah. Tidak ada jam pasti, hampir sesudah makan, Kelly akan mengeluarkan makanan yang baru ia makan. Untungnya, wanita cantik itu tidak trauma makan.“Coba makan sedikit tapi sering.” Mommy Keyna menyarankan.Kelly mengangguk. Di rumah makan yang biasanya hanya ada dirinya dan Brandon kini selalu ramai. Kelly berpikir, apa yang dirasakan Brandon saat ini.“Mommy nggak papa izin lama tidak praktek?”Mommy Keyna tersenyum. “Kamu segala-galanya bagi kami. Jadwal praktek bisa diurus Auntie Ferina.”Pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Pasien-pasien Mommy Keyna kerapkali mengeluh jika dokter mereka cuti terlalu lama. Tapi kali ini, Mommy Keyna memang merasa harus menemani putri satu-satunya melewati masa kehamilan terutama di awal semester.Selesai makan, mereka berkumpul di ruang keluarga. Frederix, Sacha dan Louis akan kemballi ke negara mereka besok malam. Namun begitu, mereka juga akan datang lagi dua bulan lagi untuk merayakan kehamilan Kelly.Ya, Kelly
Jika Kelly akhir-akhir ini sudah tenang, Brandon malah gelisah. Bukan karena lukanya yang masih menghambat gerakan, namun karena ia memikirkan bagaimana cara yang aman melakukan aktifitas ranjang dengan sang istri.“Menurut internet, aman saja kok, Babe. Yang penting tidak terlalu keras.”“Nggak enak, dong.” Kelly bercanda, namun Brandon menganggapnya serius.“Yaa... selama kamu hamil, mau tak mau, kita main pelan-pelan. OK?”“Kenapa kamu nggak tanya keluarga kita yang dokter, sih? Kan banyak. Mommy Florence, Mommy Keyna, Daddy Donald, Kak Cedric, Kak Clark atau Jasmine dan Edzard.” Keyna mengusulkan.Brandon menggeleng tegas. “Aku nggak mau jadi bahan gunjingan. Mereka pasti menertawakan pertanyaanku.”Memang sudah seminggu setelah Kelly hamil, mereka belum berani bercinta. Brandon yang biasanya dapat melakukannya kapan dan di mana pun, sepertinya sedikit tersiksa.Baru akan menelepon Ian, Brandon melihat Kelly berlari ke kamar mandi. Kelly muntah-muntah lagi. Padahal perutnya belum
“Nggak papa?” Ian melirik Kelly yang tertidur di sofa ruang kerja Brandon.“Memang ngantukan setelah hamil.” Brandon membalas sambil ikut melirik sang istri. “Itu sebabnya, aku ingin minta tolong padamu.”Ian mendengus pelan. “Kaya sama siapa aja pakai minta tolong, biasanya juga langsung merintah.”Brandon terdiam. Betul juga. Kenapa ia jadi santun begini sama Ian?Mengabaikan pernyataan Ian, Brandon menjelaskan keinginannya. Ian mengerutkan kening melihat gambar yang disodorkan sang sahabat, lalu menggeleng samar.“Ruangan ini baru saja selesai, mau kamu renovasi lagi.”“Agar sesuai dengan kebutuhanku.”Sambil menghela napas panjang, Ian mengamati gambar lalu menatap sekeliling. Sejak Brandon tidak protes dengan desain ruangan baru ini, ia sudah merasa heran. Dan benar saja, sekarang setelah sudah selesai, sahabatnya ini baru memberikan revisi.“Kontrak dengan para desainer bangunan sudah selesai, Brad. Mau buka kontrak baru?”“Itu hanya proyek kecil. Tawarkan saja pada Darrel.”Pro
“Sekali lagi, aku ingatkan. Rahasiakan ini dari istriku. Aku ingin memberi kejutan.” Brandon berkata pada Darrell dengan nada datar.“Baiklah. Meski terus-terang, aku tidak suka berbohong. Terutama pada Kelly.”Brandon mendengus kasar. Apa-apaan Darrell ini. Kenapa semua lelaki yang kenal Kelly saat ini malah menyumbang rasa cemburu di hatinya.Untungnya saat ini, Kelly sedang mengobrol dengan Ria. Jadi, ia tidak bertemu dengan Darrell.“Aku dengar dari Kelly kamu pacaran dengan Jasmine?” Brandon berucap sambil melirik Ian yang sedang duduk sambil membaca tablet.“Iya.” Darrell menyahut singkat sambil menggambar sketsa ruangan yang diinginkan Brandon.“Kamu tau, istriku dan Jasmine bersahabat. Jika terjadi sesuatu antara dirimu dan Jasmine mungkin akan berpengaruh pada istriku.”“Tenang saja. Hubungan kami positif.”Brandon tidak merespon lagi. Ia kembali melirik Ian yang tetap tanpa ekspresi mendengar pembicaraannya dengan Darrell.Beberapa menit kemudian, Darrel memberikan coretanny
Sudah dua minggu, Kelly mual dan muntah. Berat badannya pun turun dua kilo. Mommy Keyna menggeleng lemah.“Kamu harus diinfus, Princess. Kita ke rumah sakit sekarang, ya?” rayu Mommy Keyna.Kelly hanya meringkuk lemas. Ia baru saja memuntahkan makanannya. Yang lebih parah, beberapa minggu ini, ia kehilangan nafsu makan.“Babe.” Brandon mengusap sayang kepala istrinya.“Hem.”“Ke rumah sakit, ya?”Kelly lalu duduk dengan lemas. Ia menatap perutnya yang datar. Lalu, kepalanya mengangguk pelan.Di rumah sakit, Kelly langsung ditangani. Ia wajib dirawat dan mendapatkan perhatian intensif. Brandon berusaha sekuat tenang untuk terlihat tegar meski ia sangat khawatir.“Nggak papa, ya, Babe. Kita jadi impas. Bulan lalu aku yang di rawat. Sekarang kamu dan si kembar tiga.”Tidak ada respon dari Kelly atas pernyataan suaminya. Wanita cantik itu hanya bersandar lemah. Brandon mengelus perut sang istri lalu menciuminya.“Cup, cup, cup. Satu untuk bayi number one, number two dan number three.” Set
Kelly dirawat selama tiga hari. Dokter kandungan meminta Kelly untuk berkonsultasi ke psikolog agar perasannya lebih lega mengingat beberapa bulan belakangan banyak kejadian mengejutkan terjadi pada hidupnya.Tidak keberatan, Kelly mengangguk saat dokter kandungan memberika surat rekomendasi. Ia dan Brandon sudah berjanji akan menjalani kehamilan ini dengan lebih tenang.“Sayang.” Kelly memanggil Brandon yang sedang menyikat gigi.“Apa, Babe?” segera Brandon menghampiri.“Lihat.” Kelly menunjuk perutnya. “Sudah kelihatan membesar.”Brandon mengamati perut Kelly dengan senyum di wajah. “Lucu, Babe.”Beberapa menit kemudian, Brandon mengambil banyak foto-foto Kelly dengan perut yang mulai membuncit.“Kita dokumentasikan setiap bulan, ya, Babe.”Kelly mengangguk setuju. Keduanya melihat hasil foto-foto barusan dan tampak puas.“Kamu juga tambah cantik, Babe. Jangan-jangan bayinya perempuan semua.”“Atau lelaki semua.”Keduanya tergelak. Tidak mau pusing dengan jenis kelamin. Yang terpent
Usia kandungan Kelly sudah memasuki semester kedua. Kali ini, Kelly menjalani kehamilannya tanpa kendala – kecuali perutnya yang lebih besar dari kehamilan satu janin.“Semua harus beli baru.” Kelly menunjukkan dalaman dan pakaiannya yang sudah tidak cukup atau ketat di bagian perut dan dada.“Beli sama mall-nya juga boleh, Babe.” Brandon menyahut santai.“Nggak mau, Aku maunya pilih-pilih.”Rengekan Kelly membuat Brandon berhenti bekerja. Mungkin istrinya sedang butuh perhatian karena tubuhnya sudah membesar.“Ya, sudah. Mau pergi kapan?”“Kamu sudah selesai kerja?”Brandon tidak langsung menjawab. Ia membuka ponsel dan melihat berbagai pesan di sana. Salah satunya dari Darrell yang mengatakan akan melakukan finishing ruangan jika Brandon sudah pulang.Kebetulan. Jika ia tidak ke kantor sekarang, Darrell bisa lebih cepat selesai. Brandon menggumam dalam hati.“Aku baca satu kontrak kerja dulu, ya, Babe. Setelah itu kita bisa pergi.” Brandon mencium kepala sang istri lalu kembali ke m
Baru kali ini Brandon menulis pesan di grup keluarga Richmont. Mengabarkan jenis kelamin janin-janin yang ada di perut Kelly. Bahkan juga mengirimkan foto USG dan rekaman suara detak jantung.Saking kagetnya, tidak ada satu pun anggota keluarga yang merespon padahal pesan itu terbaca. Tak lama kemudian, Mommy Florence melakukan panggilan video call di grup.Brandon langsung mengaktifkan video. Ia melihat semua keluarga Richmont hadir.“Mommy pikir yang mengirim pesan adalah Kelly.” Mommy Florence mengulum senyum.“Kelly sedang bersama Mommy Keyna dan Daddy William di taman.” Brandon membalas.Tidak ada yang mengira, Brandon sendiri yang inisiatif mengirim pesan. Meskipun ia bilang, itu karena melihat Kelly mengabari grup keluarga Dalton, ia jadi ikut-ikutan.Semua anggota keluarga Richmont mengucapkan selamat dan doa untuk kesehatan Kelly dan janin-janinnya. Brandon terharu. Ia baru merasakan bagaimana menjadi bagian dari keluarga yang harmonis.Tentu saja yanng laing heboh adalah kel
“Paling mirip kamu? Kayanya Arsen. Dia lebih kalem.”Brandon mendekat, lalu berjongkok di samping sang istri yang masih menyusui. “Maksudku bukan wajahnya, Babe. Tapi cara mereka menyusu.” Brandon menyeringai kala melihat istrinya melotot padanya.“Bisa-bisanya bercanda begitu. Kalau kedengeran suster gimana?”“Nggak papa. Pasti mereka paham.” Brandon menyahut tak peduli.Butuh waktu hampir satu jam bagi Kelly untuk memastikan bayi-bayinya telah kenyang. Saat telah selesai dengan Arsen dan Mimi, suster membantu mengembalikan bayi-bayi itu ke box mereka.Brandon sendiri masih belum berani menggendong bayi-bayinya. Ia langsung menggeleng dan mundur satu langkah saat suster ingin membimbingnya cara menggendong bayi.“Jangan sekarang. Aku belum siap. Mereka sepertinya masih rapuh sekali.” Brandon mendesah melihat tubuh bayi-bayinya yang mungil.Saat akan keluar dari ruangan, terdengar bayi menangis. Kelly menoleh dan melihat Reno terbangun.“Kok sebentar banget Reno tidurnya, Sus?” Kelly
Tanpa menoleh, Brandon hapal suara siapa yang bicara dengannya. Ia mengangguk dan membalas, "Terima kasih.""Kamu masih marah padaku?"Brandon menoleh menatap Ian. "Marah?""Kamu jarang bahkan hampir tidak pernah menghubungiku." Ian menghela napas berat. "Bahkan saat istrimu melahirkan pun, kamu tidak mengabariku.""Kupikir kamu sibuk dengan... Audrey."Gantian kini Ian yang menoleh ke samping menatap Brandon. "Aku sibuk mengurusi semua bisnismu!"Brandon mengerutkan kening, lalu membalik tubuhnya ke samping menghadap Ian. "Mulai keberatan dengan pekerjaan? Apa sekarang kamu kekurangan waktu karena telah memiliki tunangan? Mau resign?"Ian menatap tajam mata sahabatnya. "Aku nggak pernah ngomong begitu. Tapi kalau kamu memang mau aku mundur, ya sudah."Hening seketika. Dalam sejarah persahabatan mereka, moment ini adalah yang pertama kalinya mereka bertengkar sengit.Brandon menghela napas panjang, lalu kembali menatap jendela di mana bayi-bayinya sedang tidur. Ian mengikuti apa yang
“Kenalkan, Arsenio Elzhan Richmont, Arvenio Elvert Richmont dan Kyomi Lovella Richmont.” Brandon menunjuk bayi satu, dua dan tiga pada keluarga Richmont dan Dalton.Bayi-bayi mungil itu sekarang berada di dalam inkubator dalam satu ruangan steril. Mereka dapat melihat jelas melalui jendela lebar. Wajah-wajah tampan dan cantik itu menarik perhatian semua anggota keluarga.“Kecil banget, Tuhan.” Sacha menatap ketiga bayi dengan takjub.“Ya kali, bayi lahir langsung gede, Kak.” Louis menyahut sewot. “Kaya nggak pernah lahiran aja komentarnya.”Sacha mencebik pada Louis. Keduanya lalu sibuk mengabadikan keponakan-keponakan mereka dan membagi foto-foto tersebut ke kerabat dan media sosial.Mommy Keyna tampak tak dapat menahan rasa haru. Setelah sebelumnya menyaksikan ketiga anak sambungnya melahirkan, kini ia dapat merasakan putri kandung satu-satunya memiliki anak. Tiga sekaligus.“Akhirnya aku memiliki cucu dari darah dagingku sendiri.” Mommy Keyna bergumam.“Jangan sampai Fred, Sacha da
Netra Ian berputar ke sekeliling kafe, mencari sosok yang ia tunggu. Lalu, lelaki itu melirik arlogi mewahnya.Sudah terlambat lima belas menit dari janji yang ditetapkan.Untuk membuang waktu, Ian menatap ponsel. Beberapa hari ini tidak pernah ada pesan dari Brandon. Padahal sebelumnya, sahabatnya itu bisa mengirim pesan dua sampai lima kali sehari.Apa Brandon semarah itu padanya? Sungguh, Ian merasa cukup tersiksa dengan keadaan ini."Hai, Yan.""Oh." Ian tersentak kaget saat melamun. Ia langsung tersenyum pada wanita yang menyapanya. "Hai, Jasmine.""Maaf menunggu lama." Jasmine membalas dan duduk di depan Ian.Ian tersenyum penuh pengertian. "Itu tandanya, pasienmu banyak, bukan?"Jasmine terkekeh. "Lumayan lah."Ian memandang wanita di depannya yang sedang menyeduh teh. Jasmine lebih kalem saat ini. Boleh dibilang ia telah menjelma menjadi wanita dewasa yang lebih elegan."Terima kasih mau menemuiku, ya." Ian berucap.Jasmine hanya tersenyum dan mengangguk. Ini kali pertama mere
“Tuan Brandon?” Seorang perawat lelaki membangunkan Brandon dengan memberikan aroma menyengat di hidungnya.Brandon mengendus, lalu membuka mata. Ia langsung sadar bahwa sekarang berada di ruang rumah sakit.“Kenapa aku di sini? Mana istriku?” Brandon bertanya panik.“Anda pingsan di ruang operasi, Tuan.”“Sial!” Brandon memijat keningnya dan teringat kala dokter akan membedah perut Kelly, ia langsung merasa lunglai. “Apa istriku sudah melahirkan?”“Nyonya Kelly minta ditunda sampai anda sadar.”Kembali ke ruang operasi, Brandon segera menghampiri Kelly.“Babe, maaf.” Brandon menciumi wajah Kelly. “Kita mulai sekarang agar kamu tidak kesakitan lagi, ya.”Dokter tersenyum dan mengangguk. “Sebaiknya anda fokus pada istri anda saja, Tuan. Proses mengeluarkan bayi ini memang tidak nyaman.”Pernyataan dokter membuat Brandon menatap wajah Kelly. Keduanya berbincang, meski sesekali Kelly meringis kecil.“Sakit, Babe?” Brandon mencium genggaman tangan Kelly.Kelly menggeleng. “Tidak, sih. Han
Tanpa berhenti berjalan, Brandon menjawab pertanyaan kak Fred. “Kelly kontraksi.”Mendengar ucapan Brandon, Frederix membuntuti sang adik ipar. Ia bahkan ikut masuk ke dalam kamar. Kelly sedang berpegangan pada sofa dan mengatur napas.“Babe.”Kelly menoleh dengan wajah agak pucat. “Sakit, Brad.”Brandon menyiapkan bola besar untuk Kelly duduki. Lelaki itu memegangi istrinya yang duduk di atas bola dan ikutan mengatur napas .“Aku panggil Mommy Key, ya.” Frederix kemudian menghilang di balik pintu.“Sudah berapa lama kontraksinya, Babe?” Brandon yang bertanya, sambil mencoba menelepon dokter kandungan.“Sepuluh menit, tidak teratur. Kadang sakit, kadang tidak.”Tangan Brandon tak henti mengusap punggung Kelly. Ia bicara pada teleponnya dan menceritakan situasi Kelly pada dokter.Sambil bicara, Brandon lalu terlihat mengemasi tas dan mengambil dompetnya. Ia juga mengambil sepatu flat dan membantu Kelly menggunakannya.“Kita ke rumah sakit.” Brandon berkata setelah menutup teleponnya. “
Persalinan semakin dekat. Mansion Brandon kembali ramai dengan keluarga yang datang untuk menyambut si kembar tiga. Bahkan kakak-kakak dan keponakan-keponakan Kelly pun datang dan menginap di mansion.Beberapa hari ini para grandpa dan grandma masih sibuk di kamar bayi. Mereka meminta izin untuk mengatur dan menata kamar bayi. Kelly dan Brandon tentu saja tidak keberatan.Kelly duduk di sofa menyusui dan memperhatikan orang tua dan mertuanya. Mommy Keyna dan Mommy Florence sedang berdiskusi tentang aksesoris ranjang bayi tiga. Sementara Daddy William dan Daddy Donald lebih cepat menyelesaikan ranjang bayi satu dan dua.Hingga akhirnya keempatnya berkumpul di depan ranjang bayi tiga. Kelly menggeleng samar saat mereka begitu selektif.“Akh.” Keelly meringis dan mengatur napas.Mommy Keyna langsung mendekat. “Ada apa? Mereka bergerak bersamaan lagi?”“Kontraksi, Mom.” Kelly berdiri dan mencoba berjalan mondar-mandir dibimbing Mommy Keyna.“Bayi-bayi itu aktif sekali.” Daddy William mena
"Pagi, Brandon."Brandon menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan sambil memberi kode pada wanita yang baru datang itu untuk duduk di depannya.Kelly mengizinkannya bertemu Audrey tetapi berpesan untuk tidak berpandang-pandangan lama dengan wanita lain.Wanita cantik dengan tubuh ramping dan harum bunga jasmine itu mengangguk lalu duduk."Kelly bilang kamu mau bertemu?"Brandon tidak langsung menjawab. Ia memilih menu sarapan favorit di kafe untuknya dan Audrey. Bicara sambil makan akan membuatnya tidak perlu bertatapan dengan wanita tersebut."Ian menemuiku dini hari tadi dan menceritakan hubungan kalian." Brandon melirik jari manis Audrey yang terselip cincin berlian."Oh. Oke." Bingung berkomentar apa, Audrey hanya mengangguk dan menjawab singkat."Kamu mencintai Ian?" Kini, Brandon menatap tajam Audrey.Tidak memberi Audrey kesempatan menjawab, Brandon kembali berkata, "Aku rasa tidak, bukan? Rasanya terlalu cepat bagi kalian untuk jatuh cinta.""Tapi, kami serius ingin menikah
"Aku bisa jelaskan!" Ian membuntuti Brandon.Tengah malam, Eros menelepon Brandon dan mengabari bahwa Ian datang. Brandon mengira ada sesuatu yang genting, terpaksa meninggalkan Kelly di kamar.Dan sekarang saat ternyata Ian menemuinya hanya untuk membicarakan hubungannya dengan wanita di ranjangnya, Brandon segera membalik arah kembali ke kamar utama."Nggak perlu. Aku nggak mau tau, kok.""Ish... tapi aku mau cerita.""Nanti saja. Istriku sendirian di kamar."Brandon berjalan lurus meninggalkan Ian. Tapi, sahabatnya itu memang pantang menyerah."Wanita itu... Audrey!" Ian berteriak.Langkah Brandon terhenti. Dahinya berkerut saat membalik tubuh menghadap Ian."Audrey? Wanita yang katamu, sok cantik, sok pinter, sok paling tau, sok keren dan paling sombong di dunia itu?"Ian melipat bibirnya ke dalam dan mengangguk pelan."Wanita yang barusan berada di ranjangmu itu adalah wanita yang kamu benci?"Sekali lagi, Ian mengangguk.Hening sejenak. Brandon tampak berpikir sambil mengamati s