Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirJavas, “Aku mau dia,” gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.Kalimat itu diucapkan dengan nada datar yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Zehra merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan menurunkan rok hitam pendeknya yang mulai terasa tidak nyaman.Dengan gugup Zehra menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pekat sehingga nyaris gelap, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.“Cepat kesana! Dia mau kamu,” Anggito si bartender yang berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Zehra tidak cepat-cepat menuruti keinginan Javas, akan berakibat fatal.Zehra mengernyit pada Javas, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.Zehra mengabaikan siulan dan
“Theo, Lepaskan dia!” suara dingin Javas terdengar di keheningan. Orang-orang masih diam menunggu, berperan sebagai penonton yang tengah menyaksikan pertunjukan Opera mahal.Seketika itu juga, lelaki yang bernama Theo melepaskan lengan Zehra, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta. Zehra memberi gestur menolak saat ada yang mengulurkan tangannya yang ternyata milik Javas yang sudah ikut berdiri.Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Javas masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan Zehra.“Mari kita buat sederhana, temani aku minum dan aku akan membayarmu, gimana?” suara Javas terdengar tenang dan dingin.Zehra mengernyitkan dahi, dengan wajah merah padam ia mengatakan "Maaf, Tuan tapi saya disini hanya sebagai pelayan bar, kami punya teman-teman lain yang memang menerima pelayanan khusus, sebentar saya panggilkan mereka,-""Bung!" panggil Javas pada bosnya dengan suara dalam.Z
“Maaf,” sembur Zehra meski tercekat. Dan kembali menatap lurus ke arah sebelumnya. "Rambutmu wangi vanila." Zehra terkesiap saat lengan kokoh Javas dibebankan pada bahu kirinya terlebih hembusan napas Javas yang begitu dekat tepat di atas rambutnya. "Maaf, Tuan mau saya tuangkan minum?" Sudut bibir Javas berkedut sedetik, ia semakin mengeratkan rangkulannya dan menahan gerakan Zehra yang tak perlu. Mata Javas melirik lengan Zehra yang masih berusaha meraih gelas yang terletak di atas meja, menampung meraihnya meski tertahan rangkulan Javas. "Apa kamu baru aja mengabaikan aku?" bisik Javas menggumam setelah itu dengan kasar Javas melepaskan rangkulannya meski masih tak memberi jarak. "Buka botol yang Vodka itu dan tuangkan aku ke dalam gelasku!" "Apa?" tangan Zehra berhenti di udara pasalnya botol yang ia raih adalah transaksi wiski yang sudah dibuka segelnya. Javas membalas tatap Zehra ingin tahu yang memasang wajah memelas memelas, "Maaf, Tuan tapi aku ngga bisa buka botol wa
***Setelah berhasil mengelabui kedua bodyguard tadi, Zehra melewati lorong yang akan membawanya kembali pada area club, bekerja kembali. Di tengah lorong Zehra mendapatkan panggilan telpon dari papahnya. "Hallo""...""Aku ngga bisa, Aku lagi kerja! Jelas ngga bisa ditinggal,""...""Apa lagi sekarang! Aku udah muak dan aku capek, mau papah apa, sih?""..."Zehra mengeratkan genggaman ponselnya, mendengar tiap suara berat diujung telepon, Zehra menekan keningnya frustasi berharap bisa menghalau segala resah dan khawatir yang membelenggunya."Yaudah, aku usahakan kesana, sekarang, Papah tunggu aku dan pastikan ponsel Papah aktif." tutup Zehra gusar dengan langkah berat ia menghadap ke bosnya yang tengah mengawasi."Bos, aku minta maaf sebelumnya tapi aku harus minta izin,""Izin apa, Zehra?"***Zehra berdiri saat menyadari bus tengah memelankan laju pertanda jika tujuannya sudah sampai dan betapa terkejutnya Zehra memandang ayahnya yang tampak loyo tengah duduk membatu dengan bahu
"Dia libur hari ini.""Gue pilih level satu inisial A1 paket lengkap." Alven mengambil alih percakapan dengan menunjukkan sebuah foto pada Javas, "Sexy, kan?!" Kedua matanya berkedip dua kali mengerling.Dengan wajah yang ditekuk Javas mengabaikan Alven yang terus menggodanya. Dia mengambil tablet di tangan Alven lalu mencari pilihan level 2."Nggak ada fotonya." protes Javas saat hanya melihat daftar inisial B1 sampai B9.""Maaf, pekerjaan ini bagi level dua semacam part time job, mereka hanya bekerja jika ada waktu luang atau keadaan mendesak butuh uang, dan, identitas mereka kami rahasiakan dan untuk B6 sampai B9 mereka cuma menemani minum nggak lebih" jelas pria berjas dan berdasi kupu-kupu yang sedari tadi berdiri di samping Alven memberikan penjelasan."Level satu paket lengkap, lo pilih siapa ceweknya!" intrupsi Alven menggeser page pada iPad yang masih dipegang Javas."B9.""What? Seriously?!""Menemani minum bukan berarti ngga bisa bersenang-senang, lo tahu itu 'kan? Lagian b
"Masuk!""Tuan Javas, saya minta maaf atas kericuhan yang baru saja terjadi, anda tenang saja, Saya sudah menyuruh asisten Saya untuk membuat Lyra kembali meminta maaf dan menemani anda di sisa jam malam, saya mohon pengertiannya Lyra itu memang pertama kali menemani tamu eksklusif seperti anda karena biasanya di bertugas sebagai pelayan paruh waktu jadi sekali lagi saya minta maaf.""Jadi benar, dia baru pertama kali melakukannya?" tanya Javas setengah memastikan."Benar Tuan, mungkin sebentar lagi Lyra akan segera kembali,-""Nggak perlu, saya memutuskan memakluminya tapi sebagai gantinya saya punya permintaan.""Saya usahakan bisa membantu anda, Tuan "Seringai di sudut bibir Javas semakin tinggi. Jika ciuman wanita itu tidak semanis melebihi yang ia pikirkan, bagaimana mungkin seorang Javas membiarkan pipinya tertampar begitu saja. Tetapi, ia tetap tak bisa membiarkan tamparan itu berlalu begitu saja. Wanita itu harus membayarnya.***Akhirnya pagi kembali menyinari langit tempatn
"Dan apa motivasi kamu itu?""Ada urusan keluarga yang mendesak, dan bos Topo memberi saya solusi seperti itu, jadi saya coba.""Menurut kalian itu solusinya? Dan apa kamu bilang, kamu mencobanya? Apa kamu sadar apa akibatnya kalau kamu bertemu dengan pelanggan yang salah dan semakin terjerumus pekerjaan itu, Lyra!" sentak Javas.Zehra tersentak, ia yang tadinya menatap penuh pada Javas langsung menunduk, aura dominasi begitu terasa dari diri Javas bahkan ketika ia tak melakukan apapun dan disaat Javas menyentaknya jelas Zehra terkesiap ditambah ia mengkhawatirkan nasibnya.Javas menghela napas kasar, "Apa ini berhubungan dengan kebutuhan kamu mendapatkan uang yang banyak dalam waktu singkat?"Zehra mengangguk kecil, membalas Javas dengan meringis dan rasa rendah diri menyergapnya.Lelaki itu ternyata sudah bangkit dari kursinya, memutari meja dan duduk di sofa yang sama, cukup dekat dengan Zehra,"Dengar! sebenarnya selama ini aku memperhatikanmu entah kenapa, kamu membuatku sangat b
Braakk!!Javas mengumpat geram menyadari Zehra telah kabur dengan pintu yang dibanting kasar, "Halo""...""Ok, i'll handle it" tutupnya.Javas mengusap mulutnya yang terasa panas, dia merasa sedikit bodoh, karena bertindak begitu impulsif di kantor, di mana banyak orang bisa menyebarkan gosip terlebih dentuman suara pintu yang dibanting, sudah jelas mengundang tanya sekretaris dan staff yang bekerja di lantai yang sama dengannya.Javas menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghilangkan getaran di tubuhnya. Ciuman tadi terasa begitu nikmat, sudah lama sekali Javas tidak merasakan ciuman yang begitu membakar gairahnya sampai ke tulang sumsum.Hanya sebuah ciuman dan dia terbakar, Javas mengernyit, tidak begitu menyukai kenyataan itu. Selama ini dia selalu mampu mengendalikan gairah hingga bisa mendominasi dan menyetir pasangannya dan belum pernah sebodoh ini bahkan pada Leticia mantan terindahnya.Dan sekarang, ada ketertarikan yang membuatnya hampir lepas kendali, semudah itu. Masih
"Kenapa? Kamu tersinggung dengan pujian saya?" Pujian? Hah! Apa itu pantas disebut pujian? "Daripada pujian, saya pikir siapapun yang mendengar kalimat Tante barusan akan sepakat kalau itu lebih terdengar seperti kalimat sarkasme. “Dan—ya, saya cukup tersinggung.“ Aku Zehra jujur.Gauri mengeluarkan tawa ringan dari mulutnya.Menganggap angin lalu ketersinggungan Zehra dan bahkan tanpa mengucap kata maaf beliau mengalihkan pembicaraan. Gauri berkata dengan lembut tetapi mengejek, sambil mencondongkan kepalanya ke samping, khas wanita bersendok emas jika sedang mengejek lawan bicaranya, anggun tapi menyakitkan.Ini mengingatkan Zehra pada mereka yang pernah mengusiknya dan ibunya. Bertanya tapi menyudutkan, mengajaknya bicara lebih dulu kemudian mengejeknya."Tante, sepertinya hanya mencoba menyudutkan saya dari ucapan miring orang lain tentang saya, ya.” Zehra menyipitkan mata, Ia senantiasa akan menjawab kalimat pertama tetapi akhir pertanyaan itu sangat menyinggung dan tidak s
Zehra lantas berdiri dan menyempatkan diri untuk menjawab. “Mungkin karena saat itu gue benar terluka karena ditinggalin sama dia begitu aja, dan mungkin ini udah jalan takdir. Cara Tuhan kasih kesempatan kedua pada kami.” Gista membiarkan Zehra melewatinya setelah membiarkan Zehra keras kepala menyangkalnya."Siap?" tanya Ricky, tampil baik seperti biasa dengan kemeja hijau army yang sempurna untuk kulitnya yang bersih dan bahunya yang bidang. Sesaat Zehra tersenyum manis "Euhm. Tinggal pakai sepatu, bentar ya." "Okay." Dan pria itu menunggu. Zehra kembali memasuki kamar, memakai sepatu dengan cepat. Saat hendak keluar lagi Ia berhenti sebentar di hadapan Gista.“Doain aja yang terbaik, ya Gis dan makasih udah biarin gue menginap selama beberapa hari ini. Dah…”***Ricky melingkarkan tangannya di pinggang Zehra. Tidak ada seorang pun di lift kecuali mereka, tetapi ada keheningan yang nyaman di antara keduanya sampai Lift berhenti dan mereka berdua turun. "Relax, Ra. Kamu terli
“Halo, Theo cari tahu semua tentang Zehra termasuk masa lalunya bersama pria sialan itu!***Tujuh belas hari kemudian "I told them. Mereka bersedia mengosongkan jadwal di malam Sabtu." Ricky angkat bicara sembari bangkit dari sofa, bersiap beranjak usai menetap kurang lebih tiga puluh menit lamanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 20:40, ia harus segera pulang dan tidur lebih cepat karena besok ia sudah harus beraktifitas seperti biasa. Zehra menoleh cepat, dahinya mengerut, “Mereka siapa?”“Orang tuaku, kamu bilang kamu mau menerima aku lagi asalkan aku serius sama hubungan kita, dan ini awal dariku. Aku usahakan tahun ini kita bertunangan atau bahkan menikah, gimana?”Zehra mengerjapkan matanya beberapa kali, ia terpaksa menghentikan kegiatannya yaitu membuat agar buah untuk cemilannya dirumah. "Kenapa lagi? Aku udah mempertimbangkan apa yang kamu tuntut dari aku, dan mereka udah setuju untuk kamu temui" dengus Ricky. "Kamu kamu mulai ragu sama hubungan kita?" "M-maaf, bukan itu
Zehra menatap ponselnya yang terus berdering atas panggilan Javas, setelah beberapa hari Javas menghilang tanpa kabar dan ia semakin intens berhubungan dengan Ricky. Zehra jelas tak ingin berpaku pada hubungannya dengan Javas di saat Ricky datang menawarkan hubungan yang serius, dan meski status ekonomi Ricky masih diatasnya setidaknya masih bisa ia gapai. Ah, satu hal lagi hubungan mereka akan segera berakhir sesuai kesepakatan di berkas yang telah mereka sepakati.“Ze, itu kenapa ponselnya nggak kunjung diangkat sih? Bikin ruangan jadi berisik aja!” seru Anggito.“Sorry,” jawab Zehra memindai sekitarnya, yang juga ikut terdistraksi dari kesibukan mereka. Diam-diam ia merasa berterima kasih pada Javas yang membantunya dalam mendapatkan modal hingga kini ia jadi salah satu investor kafe sekaligus perpustakaan milenial. “Halo, iya kenapa Jav?”“Kenapa baru diangkat, lagi sama siapa kamu?”“Sama anak-anak, aku lagi kumpul bareng teman. Maaf… tadi ponselnya baru aku lepas dari charger.
“Apa itu artinya benar, kalau kamu yang sekarang jadi wanita simpanan pelanggan club malam kamu itu?”Zehra menatap dalam pada kejauhan sepasang bola mata milik Ricky, ada rasa kecewa karena Ricky jelas tengah menuduhnya dengan gesture tubuh seolah -olah ia akan menerima kekecewaan. “Jawab pertanyaan aku, Ra!”“Menurut kamu? Apa lagi yang kamu dengar dari orang yang membicarakan aku, hmm?”Ricky menggusur kelima jarinya pada rambutnya yang sudah berantakan, “Jawab aja, Ra. Bilang sama aku kalau itu semua nggak bener! Aku tau kamu tipe perempuan yang punya pandangan lurus, maksud aku kamu itu wanita baik-baik. Jadi apapun keadaan kamu…. Kamu nggak mungkin melakukan itu ‘kan?”“Aku memang wanita baik-baik, Rick! Harusnya kamu percayai itu sebelum KAMU BERTANYA SAMA AKU…! Dan seharusnya kamu jangan pernah tanya itu sama aku,”“Ra,” Ricky merana saat Zehra melangkah mundur darinya. “Aku capek, mending kamu pulang aja, kita masih bisa bertemu lain kali ‘kan?” “Ra, aku udah nunggu kamu d
Zehra tersenyum sensual. "Jadi itu artinya aku berhasil." Zehra kembali mengalungkan tangannya di leher Javas, menekan pinggulnya agar mereka semakin rapat. "Aku sengaja menggoda kamu dengan cara yang salah, aku ingin kita melakukannya sekarang. Aku ingin merasakan esensi liburan yang sebenarnya, bukan jalang yang bekerja di pagi hari," ujarnya sembari meraba dada Javas demi meredam amarahnya.Javas memeluk Zehra, membelai rambutnya. "Jangan melakukannya lagi. Aku benar-benar akan menyakitimu kalau kamu tidur dengan orang lain disaat aku masih menginginkanmu." Dia menghirup aroma tubuh Zehra di ceruk lehernya."Lemaskan tubuhmu sayang. Kita berdua harus menikmatinya," tambahnya kembali pelan menggoyangkan pinggulnya.Zehra membeku. Keegoisan dan ancaman Javas membuatnya ngeri. Disaat yang sama pula dia mencair karena ungkapan "kita" yang berarti keegoisan pria itu telah goyah.Pinggul Javas yang bergerak pelan mulai menggelitik geli menggantikan rasa nyeri yang tadi menyerang Zehra . T
“Ya, ponsel ini milik Zehra. Ada keperluan apa menelponnya berkali-kali?”Di dalam kamar mandi, Zehra sangsi bahwa Javas akan mengikuti perkataannya, gerakan tangannya mulai melambat, ia cemas jika Javas berbuat lancang pada ponselnya seperti… Zehra mempertajam pendengarannya sudah tak ada lagi suara. Tapi hatinya bertambah cemas. Zehra menggelengkan kepalanya kasar, ia memutuskan buru-buru menyelesaikan ritual mandinya demi mengetahui apa yang dilakukan Javas tanpanya. "Javas!”Javas mendongak menatap Zehra yang berbalut handuk putih bersih dengan air yang masih menetes, ia duduk di depan Zehra, menyesap teh hangat di cangkirnya. "Ada apa Sayang? Apa yang kamu pikirkan sampai harus terburu-buru begitu?” tanya Javas menggoda, dan Zehra bersumpah ia mendengar nada mengejek dari suara Javas.“Ah, aku memang udah selesai,” jawab Zehra tersendat, sembari melirik ponselnya yang terletak aman di atas nakas.Javas memandang Zehra tak percaya, menunjukkan secara terang-terangan jika ia tak pe
“Well…. Sesuatu yang ingin aku praktek padamu, BDSM?”“Hah? Aku ‘kan udah bilang aku nggak mau!” saut Zehra melotot.“Anggap aja ini sebuah hukuman karena sudah menghianati hubungan kita,” balas Javas memandang Zehra dengan tatapan lurusnya.“Hufthh… dengar! Apapun itu aku tahu sulit buatku menolakmu karena statusku sekarang, tapi tolong jangan sekarang… aku capek setelah perjalanan jauh dan aku tahu kamu pasti sama capeknya jadi jangan sekarang, ok!”Javas menaikkan kedua bahunya acuh, “Ok, aku akan mandi duluan,” ucap Javas melewati Zehra yang melihatnya penuh antisipasi.***Javas yang bergeser mendekat. Menyelipkan lengan di pinggang dan memeluknya dari belakang. Sedangkan wajah pria itu mulai tenggelam di tengkuknya. "Jadi, kamu udah pasrah kalau aku akan mempraktekkannya sama kamu? Cuma perlu waktu yang tepat, ok aku paham."“Tapi, kamu tahu kita sedang berlibur ‘kan?”Zehra membeku. Bibir Javas menempel lembut di cekungan lehernya sementara napas pria itu yang mulai memberat be
Zehra termenung sesaat, dalam hati ia setuju dan sekali lagi ia dipaksa untuk mengingat posisinya. “Maaf… aku,”Javas melengos dan kembali sibuk berkutat dengan tabletnya itu, seolah menghentikan Zehra untuk bicara.Dan saat Zehra sudah menyimpan buku novel di dalam tasnya, giliran Javas yang mengabaikannya membuat Zehra cemberut karena ia jadi bingung harus melakukan apa, hingga ia memutuskan untuk mengatur posisi bangkunya untuk tidur sejenak. "Bangun!""Hah?""Kita udah sampai, ayo bersiap!" seru Javas singkat. Zehra mengucap syukur ketika pesawat yang mereka tumpangi berhasil landing dengan sempurna. "Jadi aku adalah orang pertama yang mengajakmu pergi sejauh ini, benar?" tanya Javas agak angkuh."Benar," saut Zehra kikuk, menurutnya agak menyedihkan untuk ia yang berusia dua puluh empat tahun, tapi masih terlampau sedikit pengalaman menyenangkan dalam hidupnya yang sebagian besar ia habiskan untuk bekerja dan menerima keadaan.Zehra mengikuti langkah kaki panjang Javas dari be