Zehra termenung sesaat, dalam hati ia setuju dan sekali lagi ia dipaksa untuk mengingat posisinya. “Maaf… aku,”Javas melengos dan kembali sibuk berkutat dengan tabletnya itu, seolah menghentikan Zehra untuk bicara.Dan saat Zehra sudah menyimpan buku novel di dalam tasnya, giliran Javas yang mengabaikannya membuat Zehra cemberut karena ia jadi bingung harus melakukan apa, hingga ia memutuskan untuk mengatur posisi bangkunya untuk tidur sejenak. "Bangun!""Hah?""Kita udah sampai, ayo bersiap!" seru Javas singkat. Zehra mengucap syukur ketika pesawat yang mereka tumpangi berhasil landing dengan sempurna. "Jadi aku adalah orang pertama yang mengajakmu pergi sejauh ini, benar?" tanya Javas agak angkuh."Benar," saut Zehra kikuk, menurutnya agak menyedihkan untuk ia yang berusia dua puluh empat tahun, tapi masih terlampau sedikit pengalaman menyenangkan dalam hidupnya yang sebagian besar ia habiskan untuk bekerja dan menerima keadaan.Zehra mengikuti langkah kaki panjang Javas dari be
“Well…. Sesuatu yang ingin aku praktek padamu, BDSM?”“Hah? Aku ‘kan udah bilang aku nggak mau!” saut Zehra melotot.“Anggap aja ini sebuah hukuman karena sudah menghianati hubungan kita,” balas Javas memandang Zehra dengan tatapan lurusnya.“Hufthh… dengar! Apapun itu aku tahu sulit buatku menolakmu karena statusku sekarang, tapi tolong jangan sekarang… aku capek setelah perjalanan jauh dan aku tahu kamu pasti sama capeknya jadi jangan sekarang, ok!”Javas menaikkan kedua bahunya acuh, “Ok, aku akan mandi duluan,” ucap Javas melewati Zehra yang melihatnya penuh antisipasi.***Javas yang bergeser mendekat. Menyelipkan lengan di pinggang dan memeluknya dari belakang. Sedangkan wajah pria itu mulai tenggelam di tengkuknya. "Jadi, kamu udah pasrah kalau aku akan mempraktekkannya sama kamu? Cuma perlu waktu yang tepat, ok aku paham."“Tapi, kamu tahu kita sedang berlibur ‘kan?”Zehra membeku. Bibir Javas menempel lembut di cekungan lehernya sementara napas pria itu yang mulai memberat be
“Ya, ponsel ini milik Zehra. Ada keperluan apa menelponnya berkali-kali?”Di dalam kamar mandi, Zehra sangsi bahwa Javas akan mengikuti perkataannya, gerakan tangannya mulai melambat, ia cemas jika Javas berbuat lancang pada ponselnya seperti… Zehra mempertajam pendengarannya sudah tak ada lagi suara. Tapi hatinya bertambah cemas. Zehra menggelengkan kepalanya kasar, ia memutuskan buru-buru menyelesaikan ritual mandinya demi mengetahui apa yang dilakukan Javas tanpanya. "Javas!”Javas mendongak menatap Zehra yang berbalut handuk putih bersih dengan air yang masih menetes, ia duduk di depan Zehra, menyesap teh hangat di cangkirnya. "Ada apa Sayang? Apa yang kamu pikirkan sampai harus terburu-buru begitu?” tanya Javas menggoda, dan Zehra bersumpah ia mendengar nada mengejek dari suara Javas.“Ah, aku memang udah selesai,” jawab Zehra tersendat, sembari melirik ponselnya yang terletak aman di atas nakas.Javas memandang Zehra tak percaya, menunjukkan secara terang-terangan jika ia tak p
Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirJavas, “Aku mau dia,” gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.Kalimat itu diucapkan dengan nada datar yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Zehra merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan menurunkan rok hitam pendeknya yang mulai terasa tidak nyaman.Dengan gugup Zehra menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pekat sehingga nyaris gelap, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.“Cepat kesana! Dia mau kamu,” Anggito si bartender yang berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Zehra tidak cepat-cepat menuruti keinginan Javas, akan berakibat fatal.Zehra mengernyit pada Javas, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.Zehra mengabaikan siulan dan
“Theo, Lepaskan dia!” suara dingin Javas terdengar di keheningan. Orang-orang masih diam menunggu, berperan sebagai penonton yang tengah menyaksikan pertunjukan Opera mahal.Seketika itu juga, lelaki yang bernama Theo melepaskan lengan Zehra, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta. Zehra memberi gestur menolak saat ada yang mengulurkan tangannya yang ternyata milik Javas yang sudah ikut berdiri.Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Javas masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan Zehra.“Mari kita buat sederhana, temani aku minum dan aku akan membayarmu, gimana?” suara Javas terdengar tenang dan dingin.Zehra mengernyitkan dahi, dengan wajah merah padam ia mengatakan "Maaf, Tuan tapi saya disini hanya sebagai pelayan bar, kami punya teman-teman lain yang memang menerima pelayanan khusus, sebentar saya panggilkan mereka,-""Bung!" panggil Javas pada bosnya dengan suara dalam.Z
“Maaf,” sembur Zehra meski tercekat. Dan kembali menatap lurus ke arah sebelumnya. "Rambutmu wangi vanila." Zehra terkesiap saat lengan kokoh Javas dibebankan pada bahu kirinya terlebih hembusan napas Javas yang begitu dekat tepat di atas rambutnya. "Maaf, Tuan mau saya tuangkan minum?" Sudut bibir Javas berkedut sedetik, ia semakin mengeratkan rangkulannya dan menahan gerakan Zehra yang tak perlu. Mata Javas melirik lengan Zehra yang masih berusaha meraih gelas yang terletak di atas meja, menampung meraihnya meski tertahan rangkulan Javas. "Apa kamu baru aja mengabaikan aku?" bisik Javas menggumam setelah itu dengan kasar Javas melepaskan rangkulannya meski masih tak memberi jarak. "Buka botol yang Vodka itu dan tuangkan aku ke dalam gelasku!" "Apa?" tangan Zehra berhenti di udara pasalnya botol yang ia raih adalah transaksi wiski yang sudah dibuka segelnya. Javas membalas tatap Zehra ingin tahu yang memasang wajah memelas memelas, "Maaf, Tuan tapi aku ngga bisa buka botol wa
***Setelah berhasil mengelabui kedua bodyguard tadi, Zehra melewati lorong yang akan membawanya kembali pada area club, bekerja kembali. Di tengah lorong Zehra mendapatkan panggilan telpon dari papahnya. "Hallo""...""Aku ngga bisa, Aku lagi kerja! Jelas ngga bisa ditinggal,""...""Apa lagi sekarang! Aku udah muak dan aku capek, mau papah apa, sih?""..."Zehra mengeratkan genggaman ponselnya, mendengar tiap suara berat diujung telepon, Zehra menekan keningnya frustasi berharap bisa menghalau segala resah dan khawatir yang membelenggunya."Yaudah, aku usahakan kesana, sekarang, Papah tunggu aku dan pastikan ponsel Papah aktif." tutup Zehra gusar dengan langkah berat ia menghadap ke bosnya yang tengah mengawasi."Bos, aku minta maaf sebelumnya tapi aku harus minta izin,""Izin apa, Zehra?"***Zehra berdiri saat menyadari bus tengah memelankan laju pertanda jika tujuannya sudah sampai dan betapa terkejutnya Zehra memandang ayahnya yang tampak loyo tengah duduk membatu dengan bahu
"Dia libur hari ini.""Gue pilih level satu inisial A1 paket lengkap." Alven mengambil alih percakapan dengan menunjukkan sebuah foto pada Javas, "Sexy, kan?!" Kedua matanya berkedip dua kali mengerling.Dengan wajah yang ditekuk Javas mengabaikan Alven yang terus menggodanya. Dia mengambil tablet di tangan Alven lalu mencari pilihan level 2."Nggak ada fotonya." protes Javas saat hanya melihat daftar inisial B1 sampai B9.""Maaf, pekerjaan ini bagi level dua semacam part time job, mereka hanya bekerja jika ada waktu luang atau keadaan mendesak butuh uang, dan, identitas mereka kami rahasiakan dan untuk B6 sampai B9 mereka cuma menemani minum nggak lebih" jelas pria berjas dan berdasi kupu-kupu yang sedari tadi berdiri di samping Alven memberikan penjelasan."Level satu paket lengkap, lo pilih siapa ceweknya!" intrupsi Alven menggeser page pada iPad yang masih dipegang Javas."B9.""What? Seriously?!""Menemani minum bukan berarti ngga bisa bersenang-senang, lo tahu itu 'kan? Lagian b