Serena berjalan masuk ke dalam rawat inap, terlihat ibunya yang telah menunggu kedatangannya. Saat dia melihat ibunya, dia langsung berlari menuju ke arahnya dan memeluknya erat."Ibu, apa kabar?” .Wajah ibunya pucat, namun senyumnya menghangatkan ruangan itu. "Ibu semakin membaik, sayang.”Serena melepaskan pelukan dan memandang ibunya dengan khawatir. "Maafin Serena karena jarang menjenguk Ibu.’Ibunya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak apa-apa, sayang. Ibu mengerti. Kamu harus fokus pada pekerjaan kamu. Ibu hanya ingin kamu bahagia dan sukses."Serena menganggukan kepalanya, “Hari ini aku sangat bahagia.” Raut wajah Serena berubah menjadi cerah. "Aku dipercaya menangani sebuah proyek besar di kantor. Aku sangat bahagia, tapi juga sedikit cemas."Lydia, yang terlihat lemah dan pucat, tersenyum dan mengambil tangan Serena. "Apa yang membuat kamu cemas, sayang?" Lydia bertanya, dengan suara yang lembut.Serena mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Aku takut tidak bisa menye
Matahari baru saja menampakkan sinarnya ketika Serena memasuki kantor dengan langkah terburu-buru. Meja kerjanya sudah dipenuhi dengan tumpukan dokumen yang harus segera ia selesaikan. Komputer di hadapannya segera ia hidupkan, dan ia mulai mengetik dengan cepat, sesekali menghela napas panjang mencoba menenangkan diri.Telepon di meja Serena berdering tak henti, membuatnya harus membagi konsentrasi antara mengetik laporan dan menjawab telepon. Wajahnya tampak tegang, keningnya berkerut sementara ia mencoba memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien melalui telepon.Serena hampir tidak sempat untuk istirahat, bahkan untuk sekedar minum kopi. Setiap kali ia berpikir untuk beranjak sejenak, tumpukan pekerjaan baru datang menghampiri meja kerjanya. Tekanan pekerjaan membuat pundaknya terasa kaku, namun ia terus berusaha untuk tetap fokus.Sebuah notifikasi muncul. Email dari Clara, karyawan baru di divisi lain yang baru saja ditugaskan membantu proyek besar yang sedang ditangani Serena.
Evan membawa Serena ke ruangan Kendrick, meskipun Julian sudah mencegahnya tapi Evan nekat menerobos masuk. “Kakak selalu memperlakukannya seperti ini. Apa salah Serena sampai dia harus menerima semua ini?” Suara Evan memecah keheningan di ruangan itu, penuh dengan kemarahan yang ditahan-tahan.Suasana semakin tegang. Serena berdiri di tengah-tengah ruangan seperti boneka, tidak tahu harus berkata apa. Matanya menatap Evan yang tampak berusaha membelanya, tetapi dia tahu itu tidak akan mempan di hadapan Kendrick.“Pak Evan...” Serena membuka mulutnya pelan, mencoba menengahi, tetapi sebelum dia bisa melanjutkan, suara Kendrick memotongnya.“Diam, Serena!” Kendrick menegaskan kalimatnya, nadanya dingin dan tajam. “Kamu tidak perlu membela diri saat ini.”Evan menatap Kendrick dengan tajam, langkahnya maju mendekat ke arah kakaknya. “Kak Kendrick, ini sudah keterlaluan. Serena tidak salah dalam hal ini. Kalau ada yang harus diselidiki, fokuslah pada masalah sebenarnya, bukan mencari ka
Keesokan harinya, Kendrick mengadakan rapat dadakan. Serena duduk di sudut ruangan, merasa gelisah. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi setiap kali Kendrick mengadakan rapat seperti ini, ia selalu merasa takut. Kendrick masuk ke ruangan dengan langkah tegas, diikuti oleh Julian yang membawa sebuah map tebal. Semua orang di ruangan itu langsung diam, menunggu apa yang akan dikatakan oleh Kendrick.“Serena,” panggil Kendrick tiba-tiba, membuat Serena tersentak. “Kamu tahu kenapa Saya memanggilmu ke sini?”Serena menggeleng pelan. “Tidak, Pak.”Kendrick menatapnya sejenak sebelum beralih ke Clara, Miska, dan Icha yang duduk di sisi lain ruangan. “Tapi Saya yakin mereka tahu.”Clara mencoba tersenyum, tetapi senyumnya terlihat kaku. “Pak Kendrick, saya tidak mengerti apa yang Anda maksud.”“Oh, kamu tidak mengerti?” Julian berjalan mendekati Clara, meletakkan map yang dibawa Julian di atas meja. “Mungkin itu bisa membantumu mengingat.”Ia membuka map itu, mengeluarkan foto-foto d
Malam itu, Serena akhirnya tiba di mansion dengan perasaan campur aduk. Hujan deras yang mengguyur kota sepanjang hari membuat udara terasa dingin, menyisakan jejak embun di dedaunan di sekitar taman mansion. Nadia sudah menunggunya di dekat pintu masuk, seperti biasa. Gadis itu menyambutnya dengan senyum hangat.“Selamat datang kembali, Nona. Apa Anda mau teh hangat?” Nadia bertanya. Serena tersenyum kecil. “Boleh.”Nadia mengangguk, wajahnya penuh perhatian. “Baiklah Nona, saya akan segera mengantarnya ke kamar.”Serena mengangguk. “Terima kasih, Nadia.”Ia berjalan menuju kamarnya di lantai tiga dengan langkah perlahan. Malam ini, ia merasa sedikit lebih tenang, tetapi pikirannya masih dipenuhi bayangan dari apa yang terjadi selama rapat tadi. Penyelidikan Julian, bukti yang diajukan Kendrick, dan keterlibatan Rachel tumpang tindih di dalam pikirannya. Setelah melewati semua itu, ia ingin malam ini berlalu tanpa gangguan.Suara ketukan terdengar, “Masuk aja Nadia.”Nadia pun langs
“Mama.”Suara Kendrick membuat Teresa menoleh, “Apa yang Mama lakukan disini?”“Dimana wanita itu?”“Wanita siapa?”“Mama mendengar dari Evan jika kamu memiliki wanita di rumah.”Mendengar ucapan Teresa membuat Kendrick tertawa. “Dan Mama langsung percaya begitu saja? Apa dia mengatakan itu karena Mama tidak merestui dia dekat dengan Serena?”Tebakan Kendrick tentu saja benar seratus persen membuat Teresa tidak berkutik. Mata Teresa menyisir setiap sudut, mencari tanda-tanda keberadaan orang lain. Ruangan itu tampak steril, tidak ada barang pribadi yang terselip atau sembunyi. Hanya furnitur klasik yang teratur rapi dan seprai putih yang terlipat sempurna di atas tempat tidur.Terasa kecewa, Teresa menghela napas panjang. "Evan, kau benar-benar membuatku terbakar jengkel," gumamnya pelan. Evan sebelumnya dengan yakin berkata bahwa Kendrick menyembunyikan seorang wanita di mansion ini, tapi kenyataannya tidak ada siapa-siapa.Dinding-dinding kamar itu berbisik hampa, seolah-olah menert
Kendrick terbangun tengah malam dengan suara dering telepon yang tidak berhenti. Dia langsung meraih ponselnya dan menjawab panggilan itu, berusaha untuk tidak membangunkan Serena yang tidur di sampingnya."Ya?" Kendrick berkata, dengan suara yang sedikit kasar.Di seberang telepon, Julian, asisten Kendrick, berkata, "Maaf, Tuan. Saya memiliki kabar buruk. Ada masalah di Italia."Kendrick langsung duduk tegak, dengan perhatian yang penuh. "Apa yang terjadi?" dia bertanya.Julian menjelaskan, "Serangan semalam itu belum selesai, Tuan. Perusahaan di Italia terbakar."Kendrick merasa marah dan frustasi. Dia tidak bisa mempercayai bahwa hal seperti ini bisa terjadi. "Bagaimana bisa ini terjadi?" dia bertanya, dengan suara yang meninggi.Julian menjelaskan, "Api itu segera dipadamkan, tapi kerusakan sudah terjadi. Kami sedang menyelidiki penyebabnya."Kendrick mengambil napas dalam-dalam, berusaha untuk mengendalikan emosinya. Dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan berpikir jernih untuk
Serena duduk nyaman di dalam mobil, merasa puas dengan perawatan yang dia lakukan di salon. Dia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Candra, memandang ke kaca spion dan melihat sebuah mobil yang mengikuti mereka. Dia tidak memberitahu Serena atau Nadia tentang hal ini, karena dia tidak ingin membuat mereka khawatir.Sebaliknya, Candra segera memberi kode kepada bodyguard yang berada di mobil lain untuk mengecoh mobil yang mengikuti mereka. Bodyguard itu segera memahami kode tersebut dan mulai melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian mobil yang mengikuti.Candra terus memantau situasi tersebut, siap untuk mengambil tindakan jika diperlukan. Dia tidak ingin Serena atau Nadia terlibat dalam situasi yang tidak aman.Sementara itu, Serena tidak menyadari apa yang sedang terjadi.***Mobil mewah itu berhenti di depan sebuah mansion yang besar dan mewah. Serena melihat sekeliling dan merasa bahwa mansion itu tidak familiar baginya."Kita sudah tiba, Nona," Nadia, maid pri
Di tengah hiruk-pikuk kantor, sebuah notifikasi pesan masuk tiba-tiba saja membuat Serena terhenyak. Matanya segera tertuju pada layar ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya. Kendrick. [Sayang, aku ingin makan siang bersama. Aku tunggu saat jam makan siang ya.]Serena yang membaca itu langsung membuat otaknya berpikir keras apa yang harus dia jawab. Serena. [Apa itu akan aman, Ken? Aku takut jika seseorang menanyakan keberadaanku.]Kendrick. [Evan maksudnya?]Serena menelan ludahnya dengan susah payah, Kendrick dengan mudah menebak apa yang Serena pikirkan. Evan memang suka sekali mencari keberadaan dirinya, meskipun sudah beberapa kali dia menolak ajakan Evan. Tapi, pria itu seakan tidak lelah. Serena pun tak bisa terus menghindar karena dia merasa hutang budi dengan Evan yang memberikannya pekerjaan. Belum sempat Serena membalas, Kendrick sudah kembali mengirim pesan. Kendrick. [Dia ada janji makan siang dengan klien, jadi kamu bisa tenang.]Senyum Serena tanpa sadar m
Malam telah larut ketika Serena terbangun dari tidurnya. Gadis itu merasakan kelaparan yang mendesak, memaksanya bangkit dari peraduan hangatnya. Dengan langkah gontai, dia berjalan menuju dapur yang hanya diterangi cahaya rembulan yang menembus jendela.Serena mengambil paket mie instant dari rak dan sebutir telur dari kulkas. Dengan gerakan yang masih kaku karena baru bangun tidur, dia mulai memasak. Air mulai mendidih dalam panci, sementara Serena memecahkan telur ke dalamnya, menunggu dengan sabar sambil mengaduk perlahan.Suasana dapur yang sunyi hanya sesekali dipecahkan oleh bunyi gemericik air dan desis mie yang mulai matang. Serena memandang jam dinding, melihat jarum jam yang terus bergerak, merenungi kesendirian malam itu sambil menunggu mie siap disantap.Sementara itu, Kendrick masih sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, terpisah oleh dinding yang menghadang suara dan kehangatan. Meski bekerja keras, sesekali dia menghela napas, merindukan kebersamaan yang hanya bisa
Hari ini Serena hanya fokus merawat ibunya di rumah sakit. Dia menemani dan melayani apa yang Lydia butuhkan, dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Serena tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian, bahkan untuk sejenak pun.Dia membantu ibunya makan, minum,dan melakukan kegiatan lainnya yang diperlukan. Serena juga selalu memastikan bahwa ibunya merasa nyaman dan tidak mengalami kesulitan apa pun. Hingga tanpa terasa jam telah menunjukkan pukul lima sore, Serena baru saja menyuapi Lydia makan dan minum obat. “Jika kamu mau pulang, maka kamu bisa pulang sekarang. Kamu pasti lelah dan besok masih harus bekerja,” tutur Lidya membuat Serena menatap ibunya. “Iya Bu, nanti Serena akan pulang. Ada yang ibu butuhkan lagi?” tanya Serena dengan lembut Dia memang telaten merawat ibunya dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Tidak ada Sayang, pulanglah sekarang. Sebentar lagi jam kerja pulang pasti macet jadi kamu harus pulang sekarang agar tidak terjebak macet.”“Baiklah, Serena akan pulan
"Kamu harus makan. Aku akan menunggu sampai kamu selesai, wajahmu pucat pasti kelelahan," ujar Evan kembali lembut, mencoba meyakinkan Serena untuk menjaga kesehatannya juga.Serena segera menggeleng, "Ti-tidak. Aku akan makan setelah Ibu makan. Kamu tidak perlu menunggu, kamu bisa pergi. Jangan sampai kamu terlambat ke kantor gara-gara aku."Evan menghela napas. "Tidak apa-apa jika aku terlambat sedikit. Yang penting kamu baik-baik saja."Namun, Serena tetap bersikukuh, "Tidak, Evan. Aku serius, kamu harus pergi sekarang. Aku tidak mau menjadi alasan kamu mendapat masalah di kantor. Aku benar-benar akan makan setelah ibu makan,” Serena berkata untuk menyakinkan Evan. Tapi yang sebenarnya dia lakukan adalah mengusir Evan secara halus. Ada kegelisahan yang Serena sembunyikan. Kendrick, yang sudah lama berada di kamar mandi, sedang menunggu Evan pergi. Serena merasa cemas dan ingin segera mengakhiri situasi ini.Evan, yang merasakan ada sesuatu yang tidak beres, memandang Serena dengan
Serena terpaku di kursi yang berada di samping ranjang rumah sakit tempat ibunya terbaring lemah. Cahaya lampu malam yang remang-remang menerangi wajah ibunya yang tampak damai dalam tidur yang dalam. Serena tidak beranjak sejak Sofia dan Melodi pulang beberapa jam yang lalu. Tiba-tiba, suara pintu kamar yang terbuka dengan pelan membuyarkan lamunannya, dan sosok Kendrick muncul dari balik pintu. Dia tidak menyangka bahwa Kendrick akan kembali datang, sehingga dia merasa terkejut melihatnya. Kendrick hanya tersenyum lembut dan berjalan mendekati Serena. Tanpa berkata apa-apa, dia mencium kening Serena dengan lembut. "Maaf aku terlalu lama," kata Kendrick dengan suara lembut. “Mama tiba-tiba datang ke mansion lama.”“Apa semua baik-baik saja?” tanya Serena yang menatap mata Kendrick. “Tentu saja.” Kendrick lalu duduk di samping Serena dan memandang wajah ibu Serena yang sedang tidur. "Bagaimana keadaan ibumu?" tanyanya dengan suara lembut.Serena tersenyum dan mengangguk. "Ibuku b
Kendrick masuk ke dalam mansion lama dengan santai, tidak menunjukkan tanda-tanda kejutan atau kegelisahan. Hal itu karena dia sudah mendapat kabar dari Paman Verdi bahwa Mamanya, sedang mengelilingi mansion, mencari tanda-tanda bahwa Kendrick membawa perempuan ke mansion itu.Teresa, yang sedang berdiri di ruang tamu, menatap Kendrick dengan curiga. Dia mencari tanda-tanda apa pun yang bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. "Kamu tidak ke kantor hari ini?" tanyanya, dengan nada yang sedikit keras dan curiga.Kendrick tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan atau kejutan, “Ada pekerjaan yang harus aku urus, Ma.”“Pekerjaan apa?” tanya Teresa kembali karena merasa tidak puas dengan pertanyaan Kendrick. “Sebelumnya Mama tak pernah tertarik dengan apa yang aku lakukan, kenapa sekarang sepertinya ingin tahu segala hal tentangku?” balas Kendrick membuat Teresa mendengus kesal. “Karena Mama tidak mau kamu seperti Evan yang dengan bodohnya jatuh cinta dengan jalang itu!” ucap Ter
Hari telah sore, dan cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar rumah sakit mulai memudar. Namun, suasana di kamar itu tidaklah suram, karena ibu Serena, Lydia, telah melakukan operasi dengan lancar dan sekarang telah siuman.Serena terlihat cukup lega melihat ibunya yang bisa lagi mengobrol bersamanya. Dia duduk di samping tempat tidur ibunya, memegang tangan ibunya dengan erat. Lydia, meskipun masih berbaring di atas tempat tidur, tersenyum lemah dan berbicara dengan suara yang lembut."Ibu baik-baik saja, sayang," kata Lydia, dengan mata yang berkilauan dengan kelelahan. "Ibu hanya perlu istirahat sekarang."Serena tersenyum dan memeluk ibunya dengan erat. "Aku senang, Bu," katanya, dengan suara yang penuh dengan kelegaan. "Aku sangat senang ibu baik-baik saja.”Kendrick datang dengan membawa dua plastik di tangannya. “Ibu pasti lapar, ibu makan dulu ya sebelum minum obat,” tutur Kendrick. “Tidak boleh menolak, ibu Baik hati tidak seperti anak ibu yang susah diatur dia tidak mau ma
Matahari belum juga menampakkan dirinya ketika Serena membuka mata. Tanda-tanda fajar baru saja muncul di ufuk timur, namun jam weker di samping tempat tidur telah menunjukkan pukul lima pagi. Dengan gerakan yang pelan, Serena menggeser tangan Kendrick yang masih terlelap di sampingnya, berusaha keras agar tidak membangunkannya. Setelah yakin Kendrick masih dalam lelapnya, dia perlahan-lahan bangkit dari tempat tidur. Kaki Serena melangkah ringan menuju kamar mandi, hati-hati untuk tidak membuat suara. Udara pagi yang dingin menyambutnya saat dia melewati lorong menuju kamar mandi. Serena memutar kenop kamar mandi, suara air yang mengalir dari shower segera mengisi keheningan pagi. Pikirannya terpusat pada satu tujuan: segera mandi dan bertemu dengan ibunya di rumah sakit.Air hangat yang menetes di tubuhnya sedikit memberikan kenyamanan, namun rasa gelisah karena ingin segera melihat keadaan ibunya membuatnya cepat-cepat mengakhiri mandi. Saat keluar dari kamar mandi Serena melihat
Serena kini berada di dalam mobil bersama dengan Kendrick, yang kini kembali bersikap perhatian kepadanya. Suasana di dalam mobil tampak hangat, dengan Kendrick yang memandang Serena dengan mata yang lembut.Julian berada di depan, menyetir mobil menuju ke mansion Kendrick. Dia tidak menoleh ke belakang, membiarkan Kendrick dan Serena memiliki waktu bersama.Kendrick mengambil tangan Serena dan memegangnya dengan lembut. "Aku tidak bermaksud melukaimu,” tutur Kendrick melihat memar di lengan Serena. Serena menatap Kendrick dengan mata yang lembut, merasa bahwa Kendrick kembali menjadi dirinya yang lembut. "Saya tidak apa-apa," katanya dengan suara yang lembut. "Saya hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."Kendrick menjelaskan kepada Serena bahwa Rachel datang dengan bukti yang menunjukkan bahwa dia tidak terlibat dalam sabotase. Setelah mendapat peringatan dari Alonzo Group, Rachel memutuskan untuk menyelidiki dan menemukan siapa di balik semua kejadian tersebut.Rachel menemu