“Jaga bicara Anda, Tuan!” Manager Picasso Hotel pun mendengus dengan tatapan berang. “Sejak tadi kami sudah bersabar dengan kalian. Jika kalian tetap membuat keributan, kami tidak ragu menggunakan kekerasan!”
Alih-alih menurut, wartawan yang menuduh pembunuhan Diane malah mendorong petugas keamanan yang menahan lengannya.Manager Diane juga memberang tegas. “Kalau begitu, mari periksa dengan terbuka! Perlihatkan pada kami daftar tamunya, pasti Diane Malleta ada di sini!”“Pihak hotel tidak ada kewajiban untuk menyerahkan daftar tamu pada—”“Cukup, Tuan Ben,” Adeline pun memotong ucapan Manager hotelnya. “Saya akan mengatakan semuanya.”“Nona?!”Adeline hanya mengangguk samar saat sang manager coba menghentikannya. Ya, dia yang berencana menyelidiki kasus ini secara tertutup, terpaksa membuka semuanya karena tak ingin tertuduh sebagai pembunuh. Terlebih“Apa maksud Anda? Saya tidak ada hubungannya dengan kematian Nona Diane Malleta!” Nada Adeline terdengar tegas.Dia tak percaya tiba-tiba polisi datang dan bermaksud menangkapnya. Meski mereka menunjukan surat perintah penangkapan, tapi Adeline tak bisa diam saja.“Hasil otopsi sudah keluar. Mendiang Nona Diane meninggal karena memakan kacang yang membuat alerginya kambuh. Pihak hotel dinyatakan bersalah padahal sebelumnya Nona Diane sudah mengatakan bahwa dia alergi kacang. Tapi, staff Anda malah memberinya makanan penutup yang mengandung kacang.”Mendengar ucapan polisi itu, Adeline pun tersentak. Apa yang dia cemaskan selama ini benar-benar terjadi, Picasso Hotel akhirnya terseret juga.Namun, belum hilang rasa terkejutnya, Polisi lainnya berkata, “Manager mendiang Nona Diane Malleta menuntut Anda sebagai pemilik Picasso Hotel karena kelalaian hingga membuat seseorang meninggal!”Bungkam, kini Adeline sungguh tak bisa mengelak lagi. Memang, pikirannya yang semrawut dengan masalah p
“Kau pikir aku akan setuju?!” Adeline mendengus dengan tatapan berang. “Kau pasti merencanakan semua ini dengan Kak Ludwig. Menyerah saja, dan katakan padanya bahwa rencana kalian gagal!”Raut wajahnya tampak seperti singa betina yang marah, dan itu sungguh memicu rasa kesal Alfred.Sang pria menyeringai dan lantas mendecak, “ingatlah, Adeline. Keangkuhan tidak akan menyelamatkanmu. Terima saja tawaranku jika kau tidak ingin mendekam di penjara!”“Lebih baik aku di penjara dari pada hidup bersama bajingan sepertimu!” sambar Adeline amat tegas.Seketika itu, Alfred terbahak-bahak. Dia tertawa melihat Adeline dengan egonya yang tinggi. Ya, sampai akhir pun wanita itu tak sudi memohon atau meminta bantuan Alfred. Sebab apa saja keputusannya, tidak ada satu pun yang menguntungkan.“Kau memilih musuh yang salah, Adeline. Kau akan terluka jika melawanku dan Ludwig!” Sungut Alfred berang.Dia melipat kedua tangan ke depan dada sembari melanjutkan. “Dan lagi, kau pikir selain aku, siapa yang
“Ba-bagaimana Anda bisa di sini?” tukas Adeline dengan netra terbelalak.Dia sungguh tak menyangka akan melihat River menyambut kebebasannya.Dengan wajah dingin, pria itu pun berkata, “maaf membuat Anda menginap semalaman di kantor polisi, Nona.” Leher Adeline pun menegang, dia tidak mengira bahwa calon suaminya-lah yang akan membantunya.“Bagaimana Anda bisa membebaskan saya dari tuduhan itu?” Adeline bertanya seiring dengan kedua alisnya yang terangkat.Alih-alih menjelaskan, River hanya menyeringai. Ya, ternyata kemarin malam dia dan asistennya yang mengancam manager mendiang Diane Malleta agar mencabut laporannya terhadap Adeline. Tentunya River tak bisa diam saja saat partnernya terjerat masalah, karena itu akan memengaruhi pernikahan.“Mari kita pergi dulu dari sini,” tukas River yang lantas memandu Adeline menuju mobilnya.Di tengah perjalanan, Adeline sungguh merasa canggung. Dia menimang kata untuk berterima kasih, tapi ucapan yang keluar dari mulutnya malah berbeda.“Menga
“Apa yang Ibu katakan?!” Adeline mendecak geram usai mendengar keinginan konyol Sabrina.Bahkan Heinry pun terkejut, agaknya laki-laki itu juga tak tahu rencana Sabrina hingga berbisik pelan, “apa maksudmu, Sayang?”Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Sabrina hanya menatap River dengan tajam.“Bukankah kau bilang mencintai Adeline? Jika hanya memakai kekuatan Herakles untuk membantu DNS Group, bukankah itu hal mudah? Kau tidak akan pelit pada keluarga calon istrimu ‘kan, menantu?!” tukasnya lebih dominan.Adeline sungguh malu. Sebelum pernikahan saja, dia sudah mendapat banyak bantuan dari River, dan apa ini? Mengapa ibu tirinya sekarang ikut mengusik?‘Ah, bukankah Bank Dehan milik keluarga itu?!’ batin Adeline teringat sesuatu. ‘Ya, putri pemilik Bank Dehan adalah korban Kak Ludwig dan Alfred. Aku dengar sekarang dia stress setelah menggugurkan kandungannya. Sebab itulah pihak mereka menuntut Kak Ludwig.’Tatapan berang Adeline beralih pada Ludwig yang duduk di sebelah Sabrina.‘Dasa
“No-nona, apa Anda baik-baik saja?” Pekerja butik di samping Adeline bertanya dengan wajah bingung.Dia amat canggung berada di tengah situasi ini. Namun, Adeline sebagai calon pengantin tak ingin pernikahannya terancam.Dirinya menoleh ke arah pekerja butik itu, sembari berkata, “tidak apa-apa, saya mengenal wanita itu.”Awalnya staff butik tadi bingung, tapi dia segera mengerti saat melihat Adeline tersenyum tipis.“Oh? Ah … ternyata begitu. Syukurlah jika tidak ada masalah apapun,” balasnya lega. “Apa Anda ingin saya panggilkan Tuan River ke sini?”“Tidak perlu, biarkan mereka bicara lebih dulu. Dia akan menemuiku setelah selesai dengannya,” sahut Adeline berupaya menjaga ekspresi tetap datar.Meski di luar tampak biasa, tapi sesungguhnya Adeline sangat terganggu. Sorot matanya terpaku pada River dan wanita dengan mini dress merah di sana.‘Aish, sial!’ umpatnya dalam hati. ‘Dia memintaku berakting sempurna sebagai calon istri, mengapa sekarang dia malah berperan sebagai pria yang
“Saat ini orang-orang sedang ramai berbincang bahwa Picasso Hotel berhantu, Nona,” tutur Manager Hotel sembari menyerahkan surat kabar pada Adeline. “Banyak yang percaya bahwa arwah mendiang Nona Diane Malleta masih bergentayangan di sini. Sebab itulah tidak ada tamu yang datang, dan ini menjadi masalah juga bagi suite room karena tidak ada tamu yang berani menginap di lokasi pembunuhan.” Begitu Adeline melihatnya, dia seketika mengernyit. “Bagaimana bisa orang-orang percaya dengan cerita tahayul seperti ini?!”“Anda tahu, sebagian masyarakat memang percaya pada hal mistis, Nona. Terlebih lagi kejadian ini melibatkan seorang Artis.” Sang Manager kembali menimpali.“Konyol sekali,” sahut Adeline dengan nada sinis. “Lihatlah nama Wartawan yang merilis artikel ini. Bukankah dia orang yang saat itu datang bersama Manager mendiang Nona Diane?”Seketika itu, semua anggota rapat pun memastikan. Dan ya, memang wartawan itulah yang menggembor-gemborkan berita tak masuk akal tentang Picasso Ho
“Aish, sialan!” Cosseno mengumpat sembari menolah ke arah orang yang menahan lengannya. “Apa sekarang ibu mertua dan menantunya bersatu?!” Ya, tanpa Adeline duga, ternyata Anais datang dan membantunya. Bahkan calon ibu mertuanya itu menghempas tangan Cosseno agar menjauh darinya. “Kau tidak pernah belajar dari masa lalu, mengapa selalu membuat keributan?!” decak Anais amat tedas. “Apa yang kau tahu, hah?! Aku—” “Bukankah Nyonya Anne sudah memberi peringatan, bahwa sekali lagi kau berulah, maka kau akan menerima akibatnya?!” Anais segera menyambar seraya menoleh pada Lariat Anne. Awalnya pimpinan Dabin Community itu hanya bungkam selama Adeline dan Cosseno cekcok. Namun, kini dia disudutkan Adeline yang baru saja datang. Dengan tatapan sulit diterka, Lariat Anne kini berjalan mendekati Cosseno. “Nyonya Anais benar, saya sudah memberi satu kesempatan untuk Anda, Nyonya Cosseno. Tapi Anda mengabaikan peringatan saya dan terus membuat masalah!” dengus Lariat Anne dengan tangan berse
“Apa mempelai wanita sudah siap?” Tepat sebelum Adeline mengangkat senjata tajamnya, seorang staff wedding organizer tiba-tiba masuk ruangan. Seketika, Adeline bergegas menyembunyikan pisau tadi di balik punggungnya. Dengan wajah tegang, dia pun membalas, “baik, saya akan segera keluar.” Sabrina yang berada di dekat pintu menoleh pada Adeline sesaat. “Cih, dasar wanita bodoh!” desisnya mencibir. Staff WO yang mendengar samar ucapan Sabrina pun mengernyit. Dengan ragu-ragu dia bertanya, “maaf, apa Nyonya mengatakan sesuatu?” Alih-alih menjawab, Sabrina hanya tersenyum miring dan langsung mangkir dari ruangan tersebut. Staff WO itu kebingungan, tapi dia tak ingin ikut campur urusan orang lain. Dia menyusul pergi setelah memastikan Adeline siap memasuki altar. Sementara masih di dalam ruangan, Adeline berupaya menenangkan diri. Wanita itu meletakkan pisaunya sembari membatin, ‘sadarlah, Adeline. Mengapa kau terpancing hanya karena kata-katanya?!’ Dia menarik napas dalam, berusaha