Alex masuk ke dalam mobil diikutin oleh ketiga orang di belakangnya. Pria berjas itu duduk di samping kemudi. Joe duduk di belakang kemudi. Sedangkan dua orang yang lain duduk di belakang.Biasanya mereka akan mengobrolkan tentang kesiapan peperangan. Berbeda dengan kali ini. Alex terlihat tenang dan santai. Seolah dia sudah menyiapkan ketabahan hatinya untuk menerima kekalahan."Tuan, baik-baik saja?" tanya Joe memecaha keheningan.Pertanyaan itu tidak langsung di jawab oleh Alex. Dia menarik napas dalam dan membuang pandangannya ke arah lain."Jalan!" perintah Alex dengan suara dingin.Joe menginjak pedal gas dan melajukan mobilya meninggalkan tepi pantai. Dia memilih tutup mulut dan membiarkan situasi dingin dari pada mulutnya salah berucap.Dante dan Rain yang duduk di kursi belakang saling pandang. Baru kali ini Tuan mereka sedingin ini. Biasanya dia akan bergelora mempersiapkan peperangan."Apa yang kau rasakan saat membunuh Kakakmu sendiri?" tanya Alex datar.Joe terkejut den
Kapal yang di tumpangi Debora sudah sampai di daratan. Barang-barangnya pun sudah siap di dalam mobil. Seorang pria datang mendekat dan membuka pintu mobil bagian belakang."Kita berangkat sekarang Nyonya?" tanya pria tersebut.Debora hanya mengangguk pelan dan segera naik ke dalam mobil. Pria itu menginjak pedal gas. Perlahan mobil turun dari kapal dan melaju melewati jembatan yang terbuat dari kayu.Setelah melaju kurang lebih lima belas menit. Mobil naik di jalanan beraspal. Tak lama kemudian Debora memasuki lingkungan pedesaan.Jalanan yang Debora lewati cukup kecil, tapi masih bisa di lewati mobil. Semua mata menatap mobil Debora. Sepertinya jarang ada mobil yang masuk di daerah ini."Sudah sampai Nyonya," ucap pria yang duduk di belakang kemudi.Debora membuka pintu dan turun dari mobil. matanya menyapu keadaan sekitar. Ini adalah lingkungan baru yang cukup baik untuknya.Damai, aman dan tentram. Sebenarnya ada banyak rumah. Tapi hanya sebagian orang yang berlalu lalang."Tuan
Keanu mengehentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Di sampingnya, seorang wanita duduk sambil menatap nanar ke arah jendela.Pria itu tak tega melihat kekasih hatinya tertekan belakangan ini. Cinta mereka suci, entah mengapa takdir begitu membuatnya rumit.Keanu meraih tangan Stevi dan mengecupnya, Wanita itu memutar matanya menatap pria yang dia cintai."Kau tidak apa-apa?" tanya Keanu menatap Stevi dalam."Bohong kalau aku baik-baik saja," ucap Stevi tersenyum kecut.Dia sudah pergi dari rumah tiga hari. Dalam tiga hari itu pula perasaanya tidak tenang. Otaknya tidak dapat beristirahat sedikitpun memikirkan masalah keluarganya.Semua begitu sulit untuk di terima. Selama ini dia sudah menganggap Alex adalah Kakak. Mengapa kenytaanya jauh berbeda."Kau ingin menemui kedua orang tuamu?" tanya Keanu.Stevi menggelengkan kepalanya. Dirinya sudah di cap sebagai pegkhianat. Apa untungnya bila kembali ke rumah? Yang ada, Alex akan memenggal kepalanya, terlebih saat ini dia tau kalau diri
Mobil jepp memasuki halaman luas yang di penuhi banyak bunga dan tumbuhan. Di saat bersamaan, sebuah mobil baru saja keluar dari tempat yang sama.Alex segera turun dari mobil dan melangkah masuk. Kehadirannya di sambut penuh hormat dari para pelayan dan bodyguard. Pria itu tak mempedulikan semua penghormatan ini.Dia melangkahkan kakinya melewati para pelayan yang berdiri di depan pintu dan segera masuk."Papa! Mama!" suara Alex menggelegar memnuhi rungan.Dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan dari kedua orang tuanya. Kabar ini terlalu konyol untuk di percaya.Pelayan rumah segera berlarian mendekati Tuan mudanya yang penuh emosi. Dia menudukkan pandangan karena takut."Maaf Tuan, Tuan dan Nyonya besar baru saja pergi," lapor pelayan tersebut.Mata Alex melotot dan hampir keluar dari tempatnya. Kepalanya ingin meledak saat ini juga. Bagaimana mereka bisa pergi sedangkan dirinya sudah susay payah datang kemari?"Apa?" Alex mengusap kasar wajahnya."Kau sudah datang Nak?" tanya se
Lidya dan Andreas saling menatap sebelum mobil mereka masuk melwati pintu gerbang tinggi yang menjulang.Mereka tidak tau bisa kembali dengan kondisi utuh dan masih bernyawa atau tidak. Saat ini posisi mereka begitu rumit."Kau yakin?" tanya Andreas menatap Lidya teduh."Kita sudah berjalan sejauh ini. Aku tidak akan menyesal hidup bersamamu selama ini," jawab Lidya melempar senyum teduh.Andreas menitihkan air mata. Dia percaya kalau kesuksesaan seorang pria berada pada istrnya. Seorang yamng mempu mensuport dari titik terendah sampai di titik tertinggi.Dia menyesal telah tergoda wanita yang menghancurkan masa senjanya. Harusnya saat ini dia bisa berkumpul dengan anak cucunya. Bukan bermain dengan malaikat maut seperti masa mudanya dulu.Andreas menginjak pedal gas. Mobil berjalan dengan kecepatan rendah. Perlahan pagar hitam yang menjulang tinggi terbuka.Mobil itu masuk, secara otomatis pagar tertutup. Di dalam sudah ada banyak orang yang bersenjata lengkap berdiri di tepi jalan.
Debora terus menatap layar ponselnya. hatinya resah sepanjang hari. Semburat mega merah sudah menghiasi langit. Tapi ponselnya tidak juga berdering.Dari tadi dia tidak lelah mengusap layar ponsel. Menantikan satu pesan di balas oleh satu kontak yang amat dia rindukan.Dia sudah hidup lama bersama pria itu. Bodohnya dirinya, kenapa selama ini dia tidak memiliki kontak anak buahnya. Kalau saja dia memilikinya. Pasti hatinya tidak akan resah seperti ini."Astaga Alex. Kau ada di mana?" ucap Debora melanglkahkan kakinya mondar-mandir.Suara pintu di ketuk. Dengan semangat Debora berlarian menuruni tangga dan membuka pintu. Wajahnya sudah cerah membayangkan siapa yang datang sore ini.Wajah yang tadinya cerah kantoh, tiba-tiba redup begitu saja. Orang yng berdiri di depan pintu bukanlah orang yang dia nantikan."Maaf Nyonya menganggu waktumu. Saya memiliki makanan kecil untuk menemani malammu," ucap wanita muda dengan rambut panjang yang di kuncir kuda."Terima kasih." Debora meraih kanto
Alex mendaratkan tendangan keras pada kaki Akeno. Pria itu mengerang kesakitan dan mundur tiga langkah. Melihat ada kesempatan. Alex mengayunkan samurainya.Tanggap dengan serangan Alex. Akeno dapat dengan mudah menepisnya. Senjata ini adalah senjata andalannya. Hampir setiap hari dia berlatih."Shitt." Alex kembali mencoba menyerang. Dengan mudah Akeno menahan serangan samurai Alex dan menekannya.Pandangan mereka kembali bertemu. Akeno menyunggingkan senyum meremehkan."Apa Kakakku sudah lelah? Sepertinya jalangmu itu menyerap banyak energimu," kekeh Akeno."Tutup mulutmu! Aku akan merobeknya bila aku mau sekaraang," jawab Alex memicing.Alex semakin kuat mendorong samurainya agar dapat menyayat wajah Akeno. Sayangnya teknik Akeno lebih bagus. Dia dapat menahan keuatan Alex."Aku rasa cukup, kini giliranku," ucap Akeno mendorong samurainya dengan kuat.Alex terpental. Lengannya kembali tergores. Melihat musuhnya kembali terluka, Akeno merasa bangga atas pencapaiannyaa dan tertawa ke
Rain danJoe sampai di sebuah lubang, sebuah jalan yang akan membantu mereka untuk keluar dari wilayah mematikan ini.Perban putih yang di balut ke punggung Keanu sudah berubah warna. Tubuhnya saat ini sudah lemast atanya pun tidak bisa sepenuhnya terbuka.Rain menatap Joe penuh arti. Karena tidak ada pilihan lain, Joe masuk ke lubang dan membantu Keanu keluar dari orong-orong tersebut.Dengan susuah payah ketiga orang itu keluar. Karena bada keanu yang banyak bergerak membuat punggungnya kemballi mengeluarkan darah.Rasa sakit yang dia rasakan begitu menyiksa. Bibirnya sudah tak mampu mengeluh. Dia meraih tangan Joe dan menariknya penuh tenaga.Joe mengacuhkan pria itu. Hatinya masih menyimpan dendam mendalam. Sampai pada sekian kalinya. Akhirnya pria itu mengalah."Biar aku yang mengantarnya ke rumah sakit, kembalilah untuk membatu Tuan Alex," ucap Joe mulai menggendong Keanu di punggung.Rain mengangguk lirih. Sesungguhnya dia berat untuk meninggalkan keduanya. Emosi joe sering naik
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka